Selasa, 03 DESEMBER 2024 • 10:14 WIB

8 Cara Gen Z Mengubah Dinamika Tempat Kerja di Era Modern!

Author

Ilustrasi Gen Z di tempat kerja.

INDOZONE.ID - Generasi Z (Gen Z) merupakan kelompok kependudukan yang hadir setelah Milenial dan sebelum Generasi Alpha.

Pada 2024, Gen Z, yang lahir antara 1996 hingga 2010, diperkirakan akan menyusul Baby Boomer dalam angkatan kerja penuh waktu.

Menurut penelitian Roberta Katz, Gen Z membawa seperangkat nilai, perilaku, serta harapan yang pastinya berbeda dari generasi sebelumnya, ke kantor.

Baca Juga: Apa Itu Jam Koma yang Viral di TikTok pada Kalangan Gen Z?

Katz, mantan peneliti senior di Center for Advanced Study in the Behavioral Sciences  (CASBS), Stanford, berkolaborasi dengan tim peneliti untuk melakukan studi besar selama beberapa tahun.

Kelompok penelitian tersebut mencari tahu apa yang terpenting bagi Gen Z lengkap dengan alasannya. Selain itu, mereka juga mencari tahu bagaimana cara kerja Gen Z di kantor.

8 Cara Gen Z di Tempat Kerja

Ilustrasi Gen Z yang optimis melihat masa depan meskipun dilanda kesulitan. (freepik.com)

1. Perubahan Diharapkan Gen Z

Pada dasarnya, dunia tempat Gen Z tumbuh dewasa berbeda dari orang tua mereka, bahkan Milenial yang lahirnya pada 1980 hingga 1996.

Cara kerja Gen Z ditentukan melalui perubahan teknologi yang terjadi dengan kecepatan tinggi yang bisa membentuk kembali pengalaman sosial.

"Ada harapan akan perubahan yang konstan," kata Katz.

Gen Z telah tumbuh di tengah ketidakpastian yang memberi mereka karakteristik unik, termasuk menjadi fleksibel dan tangguh.

Ini membuat Gen Z bisa melakukan cara baru untuk berpikir tentang masa depan, dan melakukan berbagai hal hingga mempertanyakan cara-cara melakukan sesuatu yang merujuk pada sifat selanjutnya untuk dibawa ke tempat kerja.

2. Gen Z Rasional

Banyak yang tidak tahu, bahwa Gen Z memiliki tingkat kemandirian yang kuat dalam hidupnya.

Gen Z hidup di dunia dengan kemudahan akses melalui mesin pencari. Kalau mereka ingin tahu lebih banyak hal, mereka bisa mencari jawabannya sendiri meski jawabannya tidak selalu benar.

Ilustrasi Gen Z. (freepik.com)

"Mereka tidak selalu melihat orang yang lebih tua sebagai ahli. Mereka ingin memahami mengapa sesuatu dilakukan dengan cara tertentu. Mereka sangat pragmatis," kata Katz.

Selain itu, Gen Z tidak takut untuk mempertanyakan alasan mengapa sesuatu dilakukan dengan cara tertentu.

"Ketika orang yang lebih tua berkata kepada mereka, 'Beginilah seharusnya kamu melakukannya,' mereka ingin memeriksanya sendiri. Itu tidak berarti mereka selalu benar; itu adalah cara pemahaman yang berbeda," jelas Katz.

3. Gen Z Ingin Terlihat Berbeda 

Mereka tidak hanya mengharapkan sebuah perbedaan, tetapi mewarisi serangkaian masalah rumit, mulai dari perubahan iklim hingga kesenjangan dan ketidakadilan rasial.

Gen Z ingin memperbaiki hal-hal yang menurutnya sangat rumit. Mereka ingin bekerja di tempat yang dipercaya bisa membawa kebaikan bagi dunia.

Lalu, sebagian Gen Z akan meminta pertanggungjawaban atasan mereka atas penyebab dan isu yang menjadi masalah bagi mereka.

Katz memperingatkan, bahwa bagi sebagian pengusaha, untuk berada di posisi pada topik yang bermuatan politis atau sensitif, bisa jadi sulit karena keputusan tidak bisa memuaskan semua pihak.

"Mustahil bagi sebagian besar lembaga yang mewakili banyak orang dan banyak identitas untuk memuaskan semua orang," kata Katz.

Baca Juga: 7 Caption Hari Guru 2024 yang Bermakna dan Kekinian Ala Gen Z

4. Gen Z Menghargai Kolaborasi dan Kerja Sama Tim

Ada beberapa Generasi Z menggunkan dunia digital, dalam membentuk identitas mereka. Melalui media sosial dan grup daring, mereka menemukan subkultur untuk terkoneksi dan berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki kesamaan minta dan lain-lain.

Gen Z tumbuh besar dengan situs yang dibangun dan disunting secara kolaboratif, oleh para penggunanya dengan kesamaan minat. Misalnya, penggemar musik, seperti BTS memiliki Army, Beyonce memiliki Beyhive, dan Taylor Swift memiliki Swifties.

"Ada harapan bahwa setiap orang yang berkontribusi akan memberikan manfaat bagi semua orang. Mereka ingin memiliki semangat tim,” jelas Katz.

5. Gen Z Ingin Pemimpin yang Memimpin Sesuai dengan Konsensus

Gen Z dinilai kurang hierarkis jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya.

"Mereka tidak percaya pada hierarki hanya demi hierarki itu sendiri. Mereka percaya pada hierarki jika itu berguna," kata Katz.

Ilustrasi gen z sedang bekerja. (Freepik)

Sebaliknya, Gen Z lebih menyukai kepemimpinan yang bergantung pada keahlian spesifik untuk tugas atau waktu.

Gen Z juga lebih menyukai manajemen dengan anggota tim bergiliran memimpin kelompok atau biasa dikenal sebagai model "kepemimpinan bergilir".

Gaya lain yang mungkin mereka sukai adalah "kepemimpinan kolaboratif", dari seluruh organisasi berpartisipasi dalam mengambil keputusan dan memecahkan sebuah masalah.

Gen Z sangat menghargai konsensus dan mereka mencari pemimpin yang bisa mengayomi kelompok, yang juga disebut "kepemimpinan layanan".

6. Gen Z Peduli pada Kesehatan Mental dan Keseimbangan Hidup hingga Pekerjaan

Gen Z tumbuh dengan melihat orang bekerja dari pukul 9-5. Munculnya model kerja fleksibel menyebabkan generasi lebih tua merasakan tekanan untuk selalu aktif.

Gen Z menyadari isu ketidakseimbangan antara kehidupan dan pekerjaan dapat menjadi masalah.

"Kehidupan kerja dan rumah tangga saling terintegrasi sehingga jika Anda tidak memerhatikannya, Anda bisa saja bekerja sepanjang waktu. Menurut saya, Gen Z peka terhadap hal itu," kata Katz.

Memiliki keseimbangan antara kehidupan dan pekerjaan serta menjaga kesehatan mental serta fisik, juga penting bagi Gen Z.

"Mereka menghargai pengalaman manusia dan menyadari, bahwa hidup lebih dari sekadar pekerjaan," sambungnya.

7. Generasi Z Berpikir Berbeda soal Loyalitas

Gen Z memiliki pandangan yang berbeda terkait loyalitas. Sebab, Gen Z tumbuh di tengah banyaknya perubahan.

Namun, seperti yang diungkapkan Katz, "Mereka juga tumbuh di lingkungan kerja yang tidak terlalu loyal terhadap karyawannya."

Gen Z tumbuh di bawah bayang-bayang krisis keuangan global pada 2008, sebuah insiden yang berdampak jangka panjang pada ketenagakerjaan dan sifat pekerjaan.

Baca Juga: 5 Tips Mencegah Money Anxiety di Generasi Z: Selalu Cemas Soal Uang

"Dulu, orang-orang bekerja di perusahaan besar dengan harapan mereka akan bekerja di sana sepanjang karier mereka dan perusahaan akan memperhatikan mereka: menyediakan asuransi kesehatan, dan sebagainya," jelas Katz.

 

Ilustrasi gen z sedang bekerja. (Freepik)

Kemudian, setelah resesi 2008, bahkan baru-baru ini menyusul pandemi COVID-19, perusahaan telah memotong biaya tenaga kerja dengan menerapkan langkah-langkah penghematan biaya lainnya, seperti mengurangi tunjangan dan fasilitas. Selain itu, PHK massal juga marak terjadi.

"Ada alasan mengapa karyawan tidak merasakan tingkat loyalitas yang sama," ungkap Katz.

Sementara itu, ekonomi serabutan juga telah hadir sepanjang kehidupan Gen Z, seperti ramainya pekerjaan kontrak di sebuah perusahaan. Mereka berjiwa wirausaha, yang merupakan bagian dari kecenderungan pragmatis mereka.

8. Generasi Z Cari Kepercayaan dan Keterbukaan

Gen Z sangat menghargai keterbukaan yang merupakan kepercayaan, jadi kata-kata dan tindakan itu harus selaras. Kejujuran dan keterbukaan itu sangatlah penting.

Bagi Katz, yang paling penting adalah komunikasi untuk saling menghargai. 

"Intinya bagi saya kepada para pemberi kerja adalah selalu terbuka untuk mendengar berbagai cara untuk menyelesaikan sesuatu, karena Gen Z memiliki satu kaki di masa depan," ujar Katz.

Penulis: Nadya Mayangsari

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: News.stanford.edu