Epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono memberikan pandangannya terkait status wabah virus corona (COVID-19) yang sampai saat ini masih berstatus pandemi di Indonesia.
Menurut Pandu, COVID-19 di Indonesia seharusnya sudah bisa ditetapkan sebagai endemi, bukan lagi pandemi.
"Menurut saya kita sudah masuk ke fase itu (endemi, -red). Indonesia hanya tidak percaya diri," kata Pandu saat hadir di radio MNC Trijaya FM pada 28 Desember 2021, dikutip Indozone dari artikel di Antara, Rabu (9/3/2022).
Pandemi COVID-19 di Indonesia pernah menyentuh angka kasus terendah pada 3 November 2021 saat seluruh provinsi berada pada tingkat penularan komunitas level 1 untuk kali pertama dalam dua tahun terakhir.
Pada saat itu Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) melaporkan kasus transmisi di Indonesia mencapai rata-rata 20 per 100.000 penduduk, jumlah hospitalisasi lima per 100.000 penduduk dan jumlah kematian satu per 100.000 penduduk.
Situasi tersebut dilaporkan terus melandai secara konsisten hingga Desember 2021.
Ketidakpercayaan diri pemerintah RI sebab didasarkan pada perhitungan potensi gelombang ketiga varian Omicron yang santer terdengar dari berbagai negara di Eropa dan Afrika serta dikaitkan dengan libur Natal dan Tahun Baru 2022 yang memicu mobilitas penduduk di Indonesia.
Ramalan Meleset
Ramalan Pandu bersama para ahli dari UI, UGM, dan Unair yang menyebut tidak ada gelombang ketiga COVID-19 di Indonesia pada waktu itu nyatanya meleset. Dalam kurun Januari hingga Februari 2022 gelombang ketiga pandemi muncul.
Saat itu, kasus mingguan COVID-19 sempat menembus 400.000 kasus sejak pasien pertama Omicron terdeteksi pada 16 Desember 2021 di Wisma Atlet Jakarta.
Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan eradikasi SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 di dunia, termasuk Indonesia mustahil diwujudkan karena sejumlah faktor, salah satunya inang untuk mempertahankan virus agar tetap hidup juga tersedia di hewan.
Saat virus Corona tertekan karena upaya vaksinasi di tubuh manusia, kata dia, maka virus dapat berpindah ke hewan domestik seperti kucing, anjing, hamster dan lainnya demi bertahan hidup.
Tantangan lain dalam eradikasi COVID-19 adalah gejala yang ditimbulkan varian Omicron hampir 90 persen tidak bergejala atau bergejala ringan sehingga mereka yang tertular lebih memilih untuk memulihkan kesehatan secara mandiri. Artinya, sulit dideteksi.
Dalam teori pengendalian wabah, kata Dicky, ditentukan faktor kecepatan penularan dan tingkat keparahan yang ditimbulkan virus. Karakter virus RNA mampu menular dan bermutasi dengan cepat.
"Dalam satu manusia bisa miliaran mutasinya. Setiap pekan ada strain baru," katanya.
Dicky mengatakan varian Delta dan Omicron memiliki karakteristik yang berbeda dalam penularan terhadap manusia. Bahkan dilaporkan terjadi rivalitas hidup antarvarian virus. Omicron bisa bersirkulasi bukan hanya yang belum divaksin, tapi juga yang sudah divaksin. Tapi Delta punya kesulitan pada orang yang sudah divaksin atau yang sebelumnya pernah terinfeksi Delta.
Wewenang WHO
Sementara itu, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 menyatakan bahwa penetapan status endemi merupakan otoritas WHO.
"Karena untuk mengubah pandemi yang berdampak pada banyak negara diperlukan perbaikan kondisi kasus juga secara global," ujar Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito dalam konferensi pers daring di Jakarta, Selasa (8/3/2022).
Ia mengemukakan, istilah endemi digunakan untuk menggambarkan keberadaan sebuah penyakit yang cenderung terkendali karena jumlah kasus yang rendah secara konsisten.
Menurutnya, kondisi terkendali hanya dapat tercapai jika masyarakat secara kolektif menjalankan pengendalian COVID-19 dengan optimal.
"Ke depan, semoga masyarakat dunia semakin baik beradaptasi hidup berdampingan dengan COVID-19," ucapnya.
Tetap Taat Prokes
Pemerintah telah menerbitkan aturan terbaru bagi Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN), yakni Surat Edaran Nomor 11 Tahun 2022 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), untuk menjadi acuan bagi PPDN dan sebagai bentuk kesiapan Indonesia beralih menuju endemi yang berlaku mulai 8 Maret 2022.
Pelaku perjalanan domestik yang telah mendapat vaksinasi dosis kedua atau vaksinasi dosis ketiga (booster) tidak diwajibkan menunjukkan hasil negatif tes RT-PCR atau rapid test antigen.
Namun, menurut Epidemiolog dari Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banten Kamaluddin Latief, masyarakat terutama pelaku perjalanan diminta tetap waspada.
“Penerapan kebijakan juga harus diikuti dengan upaya meningkatkan indikator kepatuhan terhadap protokol kesehatan dan kapasitas testing tracing kita. Ini yang yang harus kita prioritaskan terlebih dahulu,” katanya.
Artikel Menarik Lainnya:
KSP : Penghapusan Antigen dan PCR Bukan Upaya Menyegerakan Penetapan Status Endemi
Perjalanan Domestik Bebas Tes Covid-19, Wagub DKI: Kita Sedang Memasuki Endemi
Menkes Sebut Pemerintah Mulai Pertimbangkan Ubah Status Covid-19 Jadi Endemi
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: