Rabu, 16 APRIL 2025 • 20:49 WIB

Mengenal Tentang Trauma Dumping dan Cara Mengatasinya

Author

Ilustrasi konsultasi kesehatan mental buat gen z dan bumil. (Freepik).

INDOZONE.ID - Setiap orang memiliki cara dalam membagikan pengalaman pribadinya dengan orang lain.

Namun tak sedikit dari kita terkadang juga keliru dalam mencurahkan isi hati yang tanpa sadar bisa menimbulkan efek lain terhadap orang yang kita ajak bicara.

Nah, buat kamu yang pengen tau apakah ungkapan emosi kita telah tercurahkan dengan baik atau justru malah berlebihan yang menciptakan trauma baru kepada orang lain, simak lebih lanjut tulisan ini ya!

Baca Juga: Nyeri Siku Nggak Lagi Ganggu: Terobosan Fikes Umsida untuk Tennis Elbow

Apa Itu Trauma Dumping?

Pengertian mengenai trauma dumping atau pembuangan trauma yang paling umum adalah kondisi di mana seseorang membagikan pengalaman pribadinya yang bersifat traumatis kepada orang lain.

Namun disampaikan dengan cara yang tidak tepat tanpa memikirkan cerita tersebut dapat mempengaruhi orang lain yang mendengarnya.

Mengutip dari Newport Institute, orang yang membuang traumanya kepada orang lain seringnya tidak sadar atau kurangnya kepekaan dalam memahami situasi bagaimana cerita tersebut bisa memicu respon yang beragam seperti membangkitkan rasa trauma atau ketidaknyamanan pada orang lain yang mendengar ceritanya.

Saat seseorang mengalami kejadian traumatis yang berkelanjutan, beberapa orang mungkin ada yang memilih mengisolasi dirinya dengan maksud untuk melindungi dirinya dari hal-hal yang bisa memicu mereka ke perasaan yang sama.

Beberapa lainnya juga ada yang memilih membagikan perasaannya dengan menceritakannya kepada orang lain atau lewat tulisan yang dibagikan dalam platform media sosial.

Sebab menganggap tempat tersebut bisa menjadi tempat di mana perasaannya dapat menjangkau banyak orang lain yang memungkinkan mereka untuk divalidasi.

Namun kurangnya batasan diri dalam memfilter hal-hal mana saja yang bisa dicurahkan baik lewat ungkapan maupun media sosial juga bisa menciptakan toksisitas yang berkelanjutan.

Baca Juga: PDGI Akui Indonesia Kekurangan Profesi Dokter Gigi Itu Nyata

Bedanya Pelampiasan Emosi dan Trauma Dumping

Meskipun antara pelampiasan emosi dan trauma dumping sama-sama membuang perasaan negatif yang timbul akibat rasa stres, khawatir, cemas, dan frustasi, keduanya bisa mulai dirasakan berbeda.

Jika pelampiasan emosi merupakan bentuk ekspresi negatif di mana seseorang mencurahkan isi hati yang sifatnya hanya datang sementara dan mudah dilupakan setelah unek-uneknya berhasil terluap.

Trauma dumping biasanya disertai dengan keinginan untuk mendapatkan simpati atau umpan balik dari orang lain.

Orang yang hanya sekedar melampiaskan emosi biasanya akan menyadari kalau mereka lagi mengekspresikan emosinya yang terpendam, misal tentang kekesalannya hari ini tanpa mengharapkan simpati dari orang lain.

Tak jarang orang yang melampiaskan emosi justru sering mendapat perspektif baru yang dapat membantu mereka untuk meredakan rasa stres dan emosi terpendam mereka saat mengungkapkannya pada orang lain.

Sedangkan orang yang mencurahkan traumanya, kebanyakan mereka tidak punya kemampuan merefleksikan dirinya untuk memproses emosi negatifnya.

Sehingga bisa menyebabkan sebagian orang lain yang melihat itu jadi menganggapnya sebagai tanda toksisitas yang menguras energi.

Pasalnya tidak cukup mampu memberikan respon dengan cara yang tepat, serta bisa menimbulkan rasa ketidaknyamanan, hingga bisa memicu orang lain yang mungkin juga punya pengalaman traumatis yang serupa seperti PTSD (gangguan stres pascatrauma).

Tanda-Tanda Trauma Dumping

Penting untuk diketahui bahwa pembuangan rasa trauma bisa dikenali tanda-tandanya, diantaranya:

  1. Menceritakan atau mengungkit hal yang sama berulang kali, namun tidak belajar cara mengatasi pemicunya.
  2. Berbagi detail grafis dan eksplisit tentang pengalaman traumatisnya, baik kepada orang yang dikenal, melalui sosial media, atau orang asing.
  3. Tidak mengizinkan atau kurangnya minat mendengarkan pendapat atau sudut pandang orang lain.
  4. Komunikasi satu arah, di mana hanya ingin perasaannya dipahami, tanpa memberikan ruang atau memahami perasaan orang lain untuk saling berbagi emosi.
  5. Menjadi lebih emosional setelah mengobrol tentang perasaannya karena ketidakpuasan atas respon yang diterima.

Seseorang yang secara tidak sadar melakukan trauma dumping juga bisa disebabkan dari trauma masa kecil atau pengalaman yang belum terselesaikan di masa lalunya yang masih membekas.

Misalnya seperti dalam gambaran lingkungan keluarga, ketika orang tua yang menurunkan perasaan trauma masa lalunya ke anak-anak mereka dengan dalih untuk memperbaiki pola asuh atau justru pola asuhnya menurunkan cara yang sama saat ketika mereka mendapatkan rasa trauma tersebut.

Pada saat orang tua yang terlalu membebankan anaknya pada persoalan rumah tangga yang sering membuat anak-anaknya justru dipaksa dewasa sebelum waktunya, sehingga meninggalkan rasa traumatis yang mempengaruhi mereka saat tumbuh dewasa.

Cara Mengatasi Trauma Dumping ke Bentuk Curahan Hati Secara Positif

Dalam menerima ataupun membuang emosi negatif terkadang memang terasa menguras energi, bahkan beberapa ada juga yang masih sering kali gagal untuk memahami perasaan emosinya sendiri.

Tidak ada salahnya untuk membagi perasaan negatif kita ke orang lain, asalkan dilakukannya dengan porsi yang cukup dan seimbang untuk saling mau mendengarkan.

Berikut beberapa cara mengatasi trauma dumping ke dalam bentuk curahan hati yang lebih positif:

  1. Cari orang lain yang siap mendengarkan cerita kamu, tanyakan terlebih dahulu atas ketersediannya untuk membantumu dalam melampiaskan emosi.
  2. Buka ruang kesempatan untuk orang lain menyampaikan perasaannya sebagai umpan balik.
  3. Jangan terlalu mendominasi pembicaraan, tetapkanlah batasan-batasan mana saja yang sekiranya sanggup untuk dibicarakan bersama.
  4. Jika kamu merasa sulit untuk mengungkapkan perasaanmu kepada orang lain, cobalah teknik jurnaling di mana kamu bisa mengekspresikan segala bentuk emosi negatif kamu secara positif.
  5. Berlatih kesadaran dan meditasi untuk mengurangi rasa stres dan mengubah perspektif kamu soal masalah yang sedang dihadapi.
  6. Lakukan aktivitas lain yang bisa mendukungmu secara emosional. Misalnya, olahraga fisik, melakukan kegiatan yang sesuai dengan hobi, atau hiburan lainnya seperti mendengarkan lagu atau menonton film.
  7. Konsultasikan ke profesional apabila kamu merasa emosi negatif kamu sudah lebih sulit dikontrol untuk mendapatkan arahan terbaik selanjutnya.

Meskipun mencurahkan isi hati baik lewat teman, keluarga, ataupun menuliskannya di akun media sosial bisa terasa membantu. Namun jika dilakukannya tidak memperhatikan batasan-batasan juga bisa membuat diri kita jadi terlihat beracun untuk orang lain.

Dengan memahami perasaan sendiri tanpa menjadikan orang lain sebagai sasaran kemarahan emosional kita, hal itu tentu akan menciptakan keberlangsungan hidup yang lebih harmonis.


Banner Z Creators.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Newport Institute