INDOZONE.ID - Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) resmi mengumumkan kepunahan ikan pari Jawa di gelaran Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) iklim COP 28 di Dubai, Uni Emirat Arab beberapa waktu lalu.
Dengan ini, ikan laut yang diketahui hanya dari satu spesimen yang dikumpulkan pada tahun 1862 di pasar ikan di Jakarta ini telah ditambahkan ke Daftar Merah Spesies Terancam Punah yang baru saja diperbarui.
“Hilangnya salah satu spesies ikan pari ini pun menandai ‘kepunahan pertama spesies ikan laut akibat aktivitas manusia’,” kata Kepala Unit Daftar Merah IUCN Craig Hilton-Taylor, kepada Radio Free Asia (RFA), dikutip Kamis (14/12).
Lebih lanjut, ketua penilai Julia Constance mengungkapkan, kepunahan ikan pari asal Indonesia ini disebabkan oleh penangkapan ikan secara intensif dan tidak diatur. Kemudian ditambah dengan hilang dan terdegradasinya habitat mereka di pesisir, akibat industrialisasi.
Baca Juga: Melihat Kaktus Kursi Ibu Mertua, Berasal dari Meksiko dan Terancam Punah
Perlu diketahui, Daftar Merah IUCN, yang ditetapkan pada tahun 1964, merupakan daftar terlengkap di dunia untuk menilai risiko kepunahan dan status spesies hewan, jamur, dan tumbuhan.
Laporan ini memberikan data penting mengenai wilayah jelajah, populasi, habitat, ancaman, dan tindakan konservasi mereka untuk pengambilan keputusan dan perubahan kebijakan.
Jumlah spesies dalam Daftar Merah telah meningkat dari 150.388 menjadi 157.190, dengan lebih dari 44.016 di antaranya dianggap berisiko punah.
Spesies lain dalam daftar yang diperbarui termasuk penyu hijau, yang dikategorikan sebagai ‘terancam punah’ di Pasifik Tengah Selatan dan ‘rentan’ di Pasifik Timur.
Ancaman ini karena adanya peningkatan suhu laut, peningkatan permukaan air yang menggenangi sarangnya, hingga berkurangnya makanan, yakni lamun. Hal ini bertambah parah karena penyu dewasa sering menjadi korban penangkapan ikan industri sebagai tangkapan sampingan.
Baca Juga: Kumpulan Video ini Bikin Anak Tahun 90-an Auto Taubat, Ada Anak Dikutuk Jadi Ikan Pari
“Perubahan iklim merupakan ancaman terhadap keanekaragaman kehidupan di planet kita. Hari ini, kami membawa bukti dampak perubahan iklim terhadap perusakan alam terhadap spesies,” kata Direktur Jenderal IUCN Gretel Aguilar.
Karena dampak perubahan iklim ini, yang membuat suhu bumi semakin panas, secara global, seperempat spesies ikan air tawar beresiko punah. Selain risiko perubahan iklim, penangkapan ikan berlebihan dan polusi menjadi faktor utama lain yang juga mengancam spesies ikan air tawar.
Ikan lele raksasa Mekong yang sulit ditangkap adalah salah satunya. Ikan yang menghuni Sungai Mekong ini mengalami penurunan populasi karena pembangunan bendungan dan penangkapan ikan berlebihan di wilayah Mekong Bawah.
Kemudian ada salmon Atlantik yang mengalami penurunan sebesar 23% antara tahun 2006 dan 2020 karena adanya perubahan habitat.
Sementara itu, menurut IUCN, perubahan iklim berdampak pada setidaknya 17% spesies ikan air tawar. Dengan perubahan iklim menyebabkan penurunan permukaan air, intrusi air laut ke sungai karena kenaikan permukaan laut, dan perubahan musim.
“Perubahan iklim berinteraksi dengan ancaman-ancaman lain, dan biasanya ancaman-ancaman lain itulah yang mendorong spesies semakin terancam punah dan membuat mereka punah, bukan perubahan iklim itu sendiri,” kata Hilton-Taylor.
Baca Juga: Nyaris Punah, Kain Tenun Lejo dengan Benang Emas Digilai Turis Malaysia hingga Singapura
Ancaman-ancaman ini termasuk polusi yang berdampak pada 57% ikan air tawar yang terancam punah, bendungan dan pengambilan air berdampak pada 45%, penangkapan ikan berlebihan yang mengancam 25%, serta spesies invasif dan penyakit yang merugikan 33%, menurut organisasi tersebut.
“Ikan air tawar merupakan lebih dari separuh spesies ikan yang dikenal di dunia, suatu keanekaragaman yang tidak dapat dipahami mengingat ekosistem air tawar hanya mencakup 1% dari habitat perairan,” kata salah satu ketua kelompok spesialis ikan air tawar IUCN Kathy Hughes.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Radio Free Asia