2 Gunungan Ludes Dalam Sekejap Saat Grebeg Besar Idul Adha yang Digelar Keraton Kasunanan Surakarta
INDOZONE.ID - Dua gunungan besar habis dalam sekejap menjadi rebutan warga saat Grebeg Besar memperingati Idul Adha 1445/2024 yang digelar oleh Keraton Kasunanan Surakarta, Selasa (18/6/2024).
Dua gunungan jaler (laki-laki) dan estri (perempuan) tersebut tersebut tersusun rapi atas hasil bumi serta olahan makanan.
Dua gunungan tersebut ludes saat diperebutkan warga di halaman Masjid Agung Surakarta dan depan Kori Kamandungan Keraton Kasunanan Surakarta.
"Senang banget bisa kacang panjang, cabai merah. Tadi sempat rebutan sama warga yang lain," ujar salah satu warga, Handono (45), Selasa (18/6/2024).
Baca Juga: Info Loker Untuk Segala Tamatan Pendidikan, Simak Cara Daftarnya!
Menurutnya ini ikut ngalap berkah dari hasil bumi di gunungan. Kalau kata orang-orang dulu dapat hasil bumi dari gunungan keraton dapat berkah.
"Nanti mau tak masak. Kalau bibit capai tak tanam," katanya.
Sementara itu Pengageng Parentah Keraton Surakarta Hadiningrat, KGPH Dipokusumo mengatakan bahwa dua gunungan ini merupakan wujud syukur keraton kepada Tuhan yang maha esa.
Bentuknya berupa sedekah makanan yang dibawa dari Keraton ke Masjid Agung dalam wujud gunungan yang didoakan ulama dan dibagikan kepada yang masyarakat umum.
Baca Juga: Curhat Pemilik Kafe di Yogyakarta soal Aksi 'Rojali' Mahasiswa, Usaha Terancam Gulung Tikar
"Ini bentuk syukur dari keraton kepada Tuhan yang kemudian dibagikan ke warga," terang dia.
Gusti Dipo menjelaskan untuk grebeg besar tahun ini dilaksanakan pada hari selasa, yang perhitungan kalender jawa jatuh tanggal 10 Besar.
Kalender ini berdasarkan penghitungan dari kalender Jawa yang diciptakan Ingkang Sinuhun Sultan Agung Hanyokrokusumo.
"Itu penggabungan sinkronisasi dari tahun Saka dan tahun Hijriah. Untuk sekarang tahun Jawa yaitu 1957," ungkap dia.
Menurutnya grebeg selalu dimaknai dengan gunungan. Ada dua atau sepasang atau kembaran gunungan yang isinya hasil bumi.
Maknanya itu intinya adalah hasil bumi dan dari polo kependem yang didalamnya menggambarkan tentang kehidupan sebelum kota lahir.
Polo kesampar yang ada kaitannya dengan apa yang kita laksanakan hidup sekarang ini , dan kemudian polo gumantung, hidup kita akan bagaimana.
"Selanjutnya dalam bahasa Jawa, disebut sangkan paraning dumadi, dumadi ning sangkan paran. Atau kita lebih mengenal dalam pengertian sekarang adalah ilmu atau cosmo bumi," jelasnya.
Grebeg, lanjut dia, sudah ada sejak era jaman Kerajaan Demak hingga sekarang. Bahkan telah ditetapkan sebagai warisan cagar budaya tak benda di peringkat nasional.
Untuk acara di Keraton Kasunanan Surakarta, acara grebeg berlangsung tiga kali. Ada Grebeg Besar atau Idul Adha, Grebeg Mulud atau Sekatenan atau Maulud Nabi, dan Grebeg Syawal Idul Fitri atau Grebeg Poso.
"Di Keraton Surakarta ada 20 plus 1 kegiatan adat tradisi upacara yang sudah ditetapkan warisan budaya tak benda. Itu sudah ada sejak dulu dan hingga sekarang selalu dilestarikan," sambungnya.
Dalam kirab gunungan grebeg besar tersebut diikuti oleh sekitar 700 peserta terdiri dari Sentono, kerabat serta abdi dalam keraton. Dua gunungan dibawah dari Kori Kamandungan diiringi dengan marching band dan barisan prajurit keraton.
Mereka berjalan kaki beriringan membawa dua gunungan yang terdiri dari gunungan jaler (laki-laki) dan estri (perempuan) serta para abdi dalem memanggul jodang berisi tumpeng.
Kedua gunungan itu, diarak dari keraton menuju Masjid Agung. Sesampainya di halaman Masjid Agung Keraton Surakarta, gunungan tersebut didoakan oleh para ulama keraton sebelum dibagikan kepada warga.
Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone. Yuk bikin cerita dan konten serumu serta dapatkan berbagai reward menarik! Let's join Z Creators dengan klik di sini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Liputan Langsung