INDOZONE.ID - Melakukan hubungan suami istri saat dalam kondisi menstruasi dilarang. Alasannya karena tidak sesuai dengan ajaran agama dan dianggap tidak pantas. Apalagi dalam Islam diperintahkan untuk menjaga kebersihan dan kesucian selama mengalami siklus bulanan.
Dilansir dari YouTube Randa Triansyah. Dalam Islam, dianjurkan untuk mendapatkan kebahagiaan dalam pernikahan dengan mengikuti ajaran agama yang telah ditetapkan.
Berdasarkan surat Al Qur’an ayat 222, saat istri sedang haid dan dalam keadaan suci, maka harus dihormati dan tidak melakukan hubungan terlarang seperti bunyi firman Allah SWT:
"Dan mereka telah bertanya kepadamu tentang haid (jimak). Katakanlah: 'Haid itu adalah kotoran'. Maka janganlah kamu untuk mendekati istri pada waktu haid, dan janganlah kamu juga menghampirinya, sebelum ia suci. Maka apabila ia telah suci, maka campurilah mereka itu pada tempat yang telah diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri."
BACA JUGA: Niat dan Tata Cara Mandi Wajib Setelah Haid yang Benar Menurut Islam
Terdapat hadits Nabi Muhammad SAW yang telah melarang perbuatan terlarang ini. Menurut ulama mazhab syafi’i, melakukan hubungan intim dengan istri saat haid termasuk dosa besar, sebagaimana juga ada pada kitab Hasyiah al-‘Abbadi
قَالَ فِي الْعُبَابِ وَالْوَطْءُ مِنْ عَامِدٍ عَالِمٍ مُخْتَارٍ كَبِيرَةٌ يَكْفُرُ مُسْتَحِلُّهُ
Artinya: Penulis kitab al-‘Ubab mengatakan menjimak (istri yang sedang haid) dengan sengaja, dan mengetahui keharamannya, dan kehendak sendiri itu termasuk dosa besar, dan yang menganggapnya halal, maka itu dapat menjadi kafir.
Sedangkan untuk suami yang sudah tidak tahan untuk menyalurkan hasrat dan tidak lagi bisa terbendung, dan akhirnya melakukan perbuatan zina, maka tidak masalah untuk melakukannya.
لَوْ خَافَ الزِّنَا إنْ لَمْ يَطَأْ لْحَائِضَ بِأَنْ تَعَيَّنَ وَطْؤُهَا لِدَفْعِهِ جَازَ لِأَنَّهُ يَرْتَكِبُ أَخَفَّ الْمَفْسَدَتَيْنِ لِدَفْعِ أَشَدِّهِمَا بَلْ يَنْبَغِي وُجُوبُهُ وَقِيَاسُ ذَلِكَ حِلُّ اسْتِمْنَائِهِ بِيَدِهِ تَعَيَّنَ لِدَفْعِ الزِّنَا
Artinya: seandainya suami takut untuk melakukan zina apabila tidak bisa menggauli istrinya yang sedang haid, yang mana tidak ada pilihan lain selain menggaulinya, maka hal tersebut boleh. Hal ini karena untuk menimbang mafsadat yang paling ringan untuk menghindari mafsadat terberat. Bahkan, seyogianya menjimak istri yang sedang haid dalam keadaan di atas itu menjadi wajib. Analoginya, onani dengan menggunakan tangan sendiri itu juga halal untuk menghindari zina.
Tapi kalau tujuannya hanya untuk memenuhi hasrat dan mengeluarkan sperma, maka suami boleh meminta istri untuk melakukan oral seks, itu kalau istrinya bersedia.
BACA JUGA: Bolehkah Minum Air Es Saat Sedang Haid?
Hal ini karena dalam istilah fiqih semua jenis bercumbu dengan istri saat haid diperbolehkan, kecuali hubungan intim. Walaupun, menggunakan kondom, berhubungan badan dengan istri saat haid tetap termasuk haram dan dosa besar, sebagaimana ada pada kitab Tuhfatul Muhtaj:
يَحْرُمُ (مَا بَيْنَ سُرَّتِهَا وَرُكْبَتِهَا) إجْمَاعًا فِي الْوَطْءِ وَلَوْ بِحَائِلٍ
Artinya: Haram untuk melakukan apa pun di antara pusar dan dengkul istri yang menjerumuskan sampai hubungan badan, walaupun menggunakan penghalang (kondom).
Menurut mazhab Hanbali, melakukan hubungan intim dengan istri saat haid termasuk dosa kecil. Tapi, mewajibkan untuk membayar kifarat bagi wanita yang melakukan hubungan intim, sebagaimana ada pada kitab al-Mubdi’ fi Syarh al-Muqni.
الْوَطْءُ فِي الْحَيْضِ لَيْسَ بِكَبِيرَةٍ خِلَافًا لِلشَّافِعِيِّ، وَإِنَّمَا شُرِعَتِ الْكَفَّارَةُ زَجْرًا عَنْ مُعَاوَدَتِهِ، وَلِهَذَا أَغْنَى وُجُوبُهَا عَنِ التَّعْزِيرِ فِي وَجْهٍ
Artinya: Menjimak istri yang sedang haid itu bukanlah dosa besar, yang berbeda dengan pendapat Imam Syafi’i. Pembayaran kifarat disyariatkan agar pelakunya tidak mengulangi perbuatan haram ini. Oleh karena itu, kewajiban bayar kifarat merupakan bentuk takzir pada pelakunya, menurut salah satu pendapat.
Bahkan, hal ini juga ada pada kitab Musnad Abu Ya’la riwayat Ibnu ‘Abbas, Rasulullah bersabda;
إِنْ كَانَ دَمًا عَبِيطًا فَلْيَتَصَدَّقْ بِدِينَارٍ، وَإِنْ كَانَ فِيهِ صُفْرَةٌ فَنِصْفُ دِينَارٍ
Artinya: Apabila darah haid itu masih kental karena masih di awal masa haid, maka bersedekahlah dengan satu dinar. Apabila, warna darah sudah berwarna kekuning-kuningan, maka bersedekahlah dengan setengah dinar.
Satu dinar itu sama seperti 4 ¼ gram emas, tapi membayar kifarat ini hanya sunnah, tapi perbuatannya memang dikategorikan sebagai dosa besar.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: YouTube Randa Triansyah