INDOZONE.ID - Sebuah studi menyebutkan bahwa debu Sahara memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kehidupan di laut, yang secara tidak langsung juga menyelamatkan planet ini.
Studi tersebut menunjukkan bahwa zat besi yang terikat pada debu dari Sahara, tidak hanya bersifat bio-reaktif, tetapi semakin bio-reaktif seiring dengan jarak yang ditempuhnya.
Hal ini dapat dimanfaatkan salah satu organisme laut, seperti fitoplankton, untuk mengikat karbon.
Zat besi merupakan nutrisi penting bagi organisme laut, seperti fitoplankton yang dapat menyimpan karbon dengan cara yang mirip dengan kayu dari pohon, untuk bertahan hidup dan menghasilkan energi.
Meskipun zat besi masuk ke laut melalui berbagai ekosistem seperti sungai, gletser yang mencair, serta aktivitas angin, tidak semua bentuk kimia dari zat besi ini dapat diserap oleh fitoplankton.
Dengan kata lain, sebagian besar zat besi ini tidak bersifat bio-reaktif.
Baca Juga: Kisah Tragis Pilot Brewok 2 Kali Kecelakaan Maut, Ngeri Pernah Terdampar 13 Hari di Hutan Amazon
Profesor di Universitas California di Riverside, Timothy Lyons, yang sekaligus penulis studi ini, mengatakan bahwa semakin jauh jarak yang ditempuh oleh debu, sifat mineral dan zat besinya dapat berubah dari tidak bio-reaktif menjadi reaktif.
Selain itu, zat besi ini juga dapat diserap oleh fitoplankton sebelum mencapai dasar laut.
Penemuan ini dilakukan dengan menganalisis empat inti bor dari dasar Samudra Atlantik.
Berdasarkan jaraknya dari Koridor Debu Sahara-Sahel, wilayah yang membentang dari Mauritania hingga Chad, diketahui sebagai sumber penting zat besi yang terikat debu.
Dengan mempelajari lapisan atas sedimen pada kedalaman 60–200 meter, para ilmuwan dapat mengukur konsentrasi zat besi selama 120.000 tahun terakhir.
Mereka menemukan bahwa sebagian besar zat besi bio-reaktif telah hilang dari debu tersebut, dan diduga telah digunakan oleh organisme dalam air sehingga tidak pernah mencapai sedimen di dasar laut.
Baca Juga: Sering Jadi Bahan Ejekan, Gaya Hidup Vegan Ternyata Selamatkan Bumi dari Pemanasan Global
Lyons mengatakan bahwa dia dan timnya menyimpulkan jika debu yang mencapai wilayah seperti cekungan Amazon dan Bahama, mungkin mengandung zat besi yang melimpah.
Ini karena debu-debu tersebut telah menempuh jarak yang jauh, yakni dari Afrika Utara, sehingga terkena paparan reaksi kimia yang lebih lama di atmosfer.
Sebanyak 182 juta ton debu ditiup dari gurun Sahara setiap tahun, yang setara dengan lebih dari 689.000 truk semi penuh debu.
Debu ini paling mungkin bepergian selama musim semi, musim panas, dan awal musim gugur, ketika Lapisan Udara Sahara terbentuk dan melintasi Atlantik.
Salah satu peran utama debu Sahara adalah di Hutan Hujan Amazon, di mana debu yang mengandung fosfor dari Depresi Bodélé di Chad tertiup ke sana dan mendukung pertumbuhan tanaman.
Tanpa debu tersebut, tingkat fosfor dalam tanah berkurang sehingga berdampak buruk pada kelangsungan berbagai tanaman yang ada di Amazon.
Namun, debu dari gurun ini tidak sepenuhnya bermanfaat. Badai gurun yang membawa sejumlah besar debu dapat mengakibatkan kualitas udara yang lebih buruk, produksi energi surya yang lebih rendah, dan mengganggu kesehatan tubuh.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Geographical.co.uk