Rabu, 02 FEBRUARI 2022 • 18:15 WIB

Prof Rhenald Ungkap Penipuan Era Digital, Beber Plexing Marketing & Kaya Boong-boongan

Author

Prof Rhenald Kasali. (Foto/Twitter/Rhenald Kasali)

Tidak ada jalan pintas menuju kaya, paling tidak seseorang harus bekerja keras dan memiliki reputasi hingga jaringan yang luas untuk mendapatkan kepercayaan orang lain agar mau berinvestasi, menanamkan modalnya pada kita.

"Saya agak sungkan menyebut kata kaya. Karena bagi saya tidak ada jalan pintas untuk menjadi kaya. Tidak percaya saya ada jalan pintas. Banyak penderitaan dan banyak orang tidak siap menjadi kaya," kata Prof Rhenald Kasali dalam podcast Youtubenya seperti yang dikutip Indozone, Rabu (2/2/2022).

Rhenald menjelaskan kalau orang yang punya pengalaman bertemu dengan yang punya uang maka akan terjadi pertukaran. Yang satu akan dapat banyak uang dan satunya lagi kehilangan,“tertipu” flexing marketing.

"Sekarang terungkap, kaya mereka ternyata cuma boong-boongan, sebagai alat untuk mengeruk keuntungan. Ribuan orang muda yang tergiur kini menangisi kerugian dan kebodohannya," katanya.

Dalam kasus ini biasanya satu persatu afiliator mulai menghapus jejak & video jualan “manis” ala flexing nya yang menjanjikan modal 500 tibu bisa jadi 30 juta dan yang 30 juta bisa jadi 3 miliar dalam sekejap.

Rhenald juga mengungkapkan penipu di era digital ternyata berwajah charming, menjadikan kepala hingga kaki sebagai bilboard brand mahal, dan punya penata gaya untuk bergaya di sosmed.

"Kenali lebih jauh flexing yang menipu, dan pahami karakter uang di masa sulit. Siapa saja mereka?" sebutnya.

Menurutnya untuk menjadi kaya harus memiliki network dan pertemanan yang banyak hingga kita bisa membangun kepercayaan pada orang-orang yang kita kenal.

Untuk itu ketika memulai berinvestasi kita harus mempelajari dulu produk yang akan kita geluti. Terutama, dari sisi legalitas perusahaan. Ini penting pasalnya kalau perusahaannya ilegal berarti punya potensi produk usaha yang ingin kita masuki pasti ada potensi penipuan.

"Kalau hal seperti ini (usaha) bisa legal, kenapa mereka menawarkan secara ilegal. Tidak masuk akal. Mereka tawarkan sumber apps (aplikasi) nya, perusahaannya di Siprus atau di Vanuatu," katanya.

Seperti yang diketahui perusahaan yang berdiri di Siprus atau di Vanuatu merupakan negara yang menawarkan surga pajak atau tax haven.

"Barangkali tempat itu melakukan tax haven atau pencucian uang dan sebagainya," ujar Rhenald.

Negara-negara tersebut tidak pernah mengalami devaluasi mata uang atau gejolak kurs seperti halnya Indonesia. Karena mereka menciptakan finansial haven ini di mana koruptor atau pelaku kejahatan keuangan menaruh uangnya di sini sehingga negara itu memiliki cadangan devisa yang besar.

"Di negaranya mereka melarang untuk melakukan korupsi dan kejahatan, tetapi kalau di negaranya melakukan kejahatan dikejar LSM. Tapi di sini tidak diutak-atik hingga bisa jadi cadangan devisa," jelasnya.

Rhenald Kasali juga mengajarkan kita untuk berinvestasi supaya tidak mudah percaya. Parinsipnya katanya, jangan percayakan seluruh harta yang dimiliki untuk diinvestasikan di satu tempat.

"Jangan menaruh telur dalam 1 keranjang. Begitu dia pecah, satu keranjang itu akan pecah semua. Jangan lakukan seperti itu. Sebarkan resiko anda. Walaupun di sini pendapatannya lebih kecil tapi resikonya lebih kecil dan aman," sebutnya.

Dia juga memberikan saran agar tetap menyimpan keuangan dengan membaginya dalam uang untuk berjaga yang bisa digunakan dalam keadaan darurat dan mana uang yang digunakan untuk investasi jangka panjang dan jangka pendek.

Namun prinsip yang paling menohok menurut Rheinald terkait dengan karakter uang adalah uang bisa mengubah karakter manusia, tapi pada dasarnya manusia sudah memiliki karakter tertentu.

"Justru uang itu bisa menunjukkan siapa manusia. Ini penting sekali untuk kita pahami. Emas diuji dengan api. Tapi manusia baru diketaui karakter dasarnya ketika diuji dengna uang. Jadi kalau mau menguji manusia sebenarnya, ujilah dengan uang," katanya.

Artikel Menarik Lainnya:

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber:

TERPOPULER
TAG POPULER
BERITA TERBARU
Tentang Kami Redaksi Info Iklan Kontak Pedoman Media Siber Kode Etik Jurnalistik Pedoman AI dari Dewan Pers Karir