Minggu, 23 FEBRUARI 2025 • 12:30 WIB

Kemenkes Laporkan 10.752 Kasus DBD hingga Februari 2025, 48 Meninggal Dunia di Indonesia

Author

  Ilustrasi DBD.

INDOZONE.ID - Demam Berdarah Dengue (DBD) menjadi salah satu penyakit yang kerap mengancam kesehatan masyarakat Indonesia, terutama saat musim hujan tiba.

Kementerian Kesehatan RI mengungkapkan bahwa bulan Januari hingga Maret 2025 merupakan puncak dari penyakit DBD.

"Dengue ini memang trennya dari tahun ke tahun dari 2016, itu biasanya pada akhir tahun ya, itu akan mengalami kenaikan nanti sampai bulan Maret, April mengalami penurunan. Kemudian Oktober, November, Desember mulai naik lagi dan puncaknya Januari, Februari, Maret itulah kita harus siap siaga," ucap Direktur Penyakit Menular Kemenkes, dr Ina Agustina Isturini, MKM, melalui webinar Kemenkes RI, dilansir dari Antara, pada Minggu (23/2/2025).

Di tahun 2025 ini, Kemenkes telah mendata sekitar 10.752 kasus DBD hingga Februari. Kasus kematiannya mencapai 48 orang.

Baca Juga: Kasus DBD di 2024 Meningkat, Pencegahannya sampai ke Tempat Kerja

Sementara itu di tahun 2024, Kemenkes mencatat kasus DBD di Indonesia hampir 250 ribu dan angka kematian mencapai 1.418 jiwa.

Hal ini berdasarkan dari laporan 488 kabupaten kota, dan 36 provinsi di Indonesia.

"Pada tahun 2024 ini jumlah kumulatif kasus dengue di Indonesia sampai Minggu ke 53 hampir 250 ribu, sekitar 247 ribu dan kematiannya sudah 1.418 kematian," papar Ina.

"Sedangkan pada tahun 2025, sampai 16 Februari ini kasus dengue sudah mencapai 10.752 dengan incident rate (IR) sekitar 3,79 per 100 ribu dan kematiannya 48 dengan CFR (case fatality rate) 0,8," sambungnya.

Dr Ina Agustina juga menyebutkan bahwa kasus yang diakibatkan oleh nyamuk Aedes Aegypti tersebut tidak hanya menjadi masalah kesehatan saja, tetapi juga berdampak pada produktivitas masyarakat.

Baca Juga: Cara Baru Mengatasi DBD, Nyamuk Jantan Dibuat Tuli

Menurut dr Ina bahwa meningkatnya angka kematian kasus DBD, akibat kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap penyakit ini. Beberapa masyarakat masih menganggap penyakit ini sebagai demam biasa.

"Angka kematian banyak karena satu terlambat dibawa, bisa jadi karena pasien menganggap demam biasa. Bisa jadi petugas kesehatan juga tidak aware," kata Ina.

"Tidak aware-nya tidak diperiksa atau tidak dicurigai dengue, bisa juga tidak dipantau karena kelihatannya pasiennya sehat, akhirnya dipulangkan tetapi tidak dipantau lebih jauh," sambungnya.

Melonjaknya kasus DBD di Indonesia, dr Ina Agustina mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap penyakit ini, lantaran risikonya cukup tinggi bagi kesehatan.

Ia juga menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengendalikan penyebaran penyakit DBD dengan berbagai program di antaranya program Pengendalian Vektor, Gerakan 3M Plus, serta Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik yang terus diperkuat dengan edukasi berkelanjutan.

Selain itu juga, pemerintah telah menetapkan Strategi Nasional Penanganan Dengue 2021-2025 yang menekankan sinergi lintas sektor, antara pemerintah dengan sektor swasta, dan masyarakat untuk memperluas jangkauan edukasi dan pencegahan.

Strategi tersebut sudah disebarkan melalui beberapa wilayah di Indonesia, seperti Yogyakarta, Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Bontang, dan Kupang.

Writer: Hilwah Nur Puspitawati

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Kemenkes, ANTARA