Nyamuk jantan dibuat tuli, cara baru mengatasi DBD.
INDOZONE.ID - Wabah Demam Berdarah (DBD) memang masih menjadi salah satu hal yang menakutkan bagi kehidupan manusia. Penyakit yang disebarkan oleh nyamuk aedes aegypti ini sudah memakan banyak korban jiwa sejak dulu.
Berbagai usaha sudah dilakukan oleh para ahli demi menekan angka kejadian DBD. Yang terbaru, sebuah studi dari Universitas Santa Barbara, menemukan jalan baru untuk mengendalikan penyakit ini, yaitu membuat nyamuk jantan menjadi tuli.
Dilansir dari UC Santa Barbara, seorang professor bernama Craig Montell, mengatakan bahwa para peneliti menciptakan nyamuk tuli, dan hasilnya, nyamuk jantan tidak memiliki keinginan sama sekali untuk melakukan perkawinan.
"Kamu bisa meninggalkan mereka bersama dengan nyamuk betina selama beberapa hari, dan mereka tidak akan kawin," ungkap Professor Montell seperti dilansir UC Santa Barbara, Kamis (14/11/2024).
Perubahan besar ini dinilai mudah untuk dilakukan.
Baca Juga: Gen Z Unjuk Kreativitas Ikut Bantu Berantas DBD yang Kian Mengganas
"Hilangnya satu gen dari mereka, yaitu trpVa, menghasilkan sebuah efek yang besar pada perilaku kawin nyamuk," ungkap Dhanajay Thakur, seorang lulusan pascadoktoral di Departemen Biologi Molekuler, Seluler, dan Perkembangan.
Hasil dari eksperimen ini sangat berdampak besar pada langkah-langkah untuk mengendalikan populasi nyamuk seperti aedes aegypti, yang setiap tahunnya berhasil membuat ratusan juta orang terinfeksi DBD.
Proses perkawinan nyamuk diawali dengan nyamuk betina yang mengepakkan sayap dan menghasilkan frekuensi bunyi sekitar 550 Hz. Kemudian, nyamuk jantan merepson dengan terbang serta berdengung pada frekuensi sekitar 800 Hz.
Nyamuk jantan juga dengan sigap selalu terbang dan berdengung seperti itu, jika ada nyamuk betina di sekitarnya. Setelah itu, mereka bertemu dalam waktu yang singkat di udara, dan si betina kemudian berpisah.
Lalu, nyamuk jantan selalu mencari pasangan yang baru dan melakukan perkawinan lagi, tapi tidak dengan si betina, yang hanya kawin sekali dan tidak mengulanginya lagi.
Siklus perkawinan ini kemudian disimpulkan oleh para peneliti bahwa pendengaran menjadi faktor penting pada proses perkawinan nyamuk. Kemudian, para peneliti menyelidiki area pendengaran nyamuk, yang terletak di dasar antena nyamuk dan disebut "Organ Johnston". Para peneliti lalu menggunakan CRISPR-Cas9, untuk melumpuhkan gen trpVa yang merupakan gen pendengaran aedes aegypti.
Hasil menunjukkan, nyamuk tersebut kemudian tidak merespon terhadap suara. Bahkan, para peneliti juga melihat suara yang berbunyi tidak memicu aktivitas di organ johsnton. Sehingga dapat disimpulkan nyamuk tersebut benar-benar telah tuli.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: UC Santa Barbara