INDOZONE.ID - Perjalanan Eki Arum Khasanah dalam meraih pendidikan tinggi tidaklah mudah.
Wanita lulusan S1 Komunikasi dan Penyiaran Islam dari UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta ini, akhirnya meraih beasiswa S2 setelah perjuangan panjang yang penuh tantangan.
Sejak lulus pada 2016 lalu, Eki memiliki tekad untuk melanjutkan pendidikannya. Sejak 2018 hingga 2022, berbagai upayanya dalam mengikuti program beasiswa selalu menemui kegagalan.
Keberuntungan baru berpihak kepadanya pada 2023 saat diterima di program beasiswa ICCR (Indian Council for Cultural Relations).
Dia pun melanjutkan pendidikannya di Andhra University, India, jurusan Master Journalism and Mass Communication.
Menariknya, keberhasilan ini datang ketika Eki telah menyandang status sebagai seorang istri dan ibu.
Saat dihubungi oleh Z Creators, Deni Agustian, melalui pesan langsung di Instagram pribadinya @eki_paradisi, Eki berbagi kisahnya.
Ia menceritakan, bahwa awalnya menargetkan beasiswa ke Australia. Akan tetapi, beberapa kegagalan membuat sertifikat IELTS miliknya kedaluwarsa.
Meski begitu, dia tak putus asa. Eki terus mencari beasiswa lain yang tidak memerlukan syarat IELTS.
Kebetulan, dua juniornya di UIN Sunan Kalijaga, telah lolos beasiswa ICCR, yang kemudian membuat Eki termotivasi untuk mencoba mengikuti jejaknya pada 2022 dan 2023.
"Awalnya yang dikejar beasiswa Australia. Tapi, beberapa kali gagal. Terus sertifikat IELTS sudah expired. Jadi, nyari beasiswa yang gak butuh IELTS. Kebetulan dua adik tingkatku di UIN ada yang sudah lolos ICCR ini, jadilah aku tertarik nyoba tahun 2022 dan 2023," ujar Eki
Eki berusaha keras mendapatkan pendidikan S2 demi mewujudkan cita-citanya menjadi dosen.
Ia merasa gelar S2 adalah syarat penting untuk menggapai cita-citanya tersebut. Selain itu, dia ingin mendapatkan pengalaman internasional sekaligus meningkatkan kemampuan bahasa Inggrisnya.
"Jadi, aku berencana pengen jadi dosen. Perlu S2 kan, nah aku mau yang beasiswa. Gak mampu kalau non beasiswa. Jadilah cari beasiswa luar negeri. Targetnya luar negeri dulu, biar bisa sekalian melatih bahasa Inggris dan nambah pengalaman tinggal di luar negeri," ungkapnya.
Jika gagal pada 2022, Eki punya rencana cadangan yakni melamar beasiswa S2 di Indonesia.
"Kalau di tahun 2023 gak lolos beasiswa luar negeri, aku niatnya mau apply beasiswa Indonesia", ungkapnya.
Meski harus menjalani kehidupan di luar negeri, Eki tetap berusaha menjaga waktu berkualitas untuk keluarga kecilnya.
Hampir setiap hari, ia melakukan video call dengan suami dan anaknya (2 tahun), kecuali ketika sedang menghadapi ujian yang menyita waktu.
Eki juga kerap berdiskusi dengan sang suami mengenai pola asuh anak mereka. Berkat komunikasi yang baik, ketika Eki pulang saat liburan musim panas, sang anak masih mengenalinya.
"Hampir tiap hari video call anak dan suami. Kecuali kalau ujian, kadang gak sempat. Terkait pola asuh anak juga aku sering diskusi sama suami. Pokoknya setiap hari ada komunikasi sama suami. Makanya pas pulang summer pun, anakku bisa mengenali aku, padahal usianya masih 2 tahun waktu itu," kata Eki.
Eki tak hanya fokus pada kehidupan di kampus, tetapi juga berusaha tetap berperan dalam perkembangan anaknya dari jauh.
Untuk memastikan tumbuh kembang anaknya, Eki sering memesan buku dan mainan dari India melalui platform belanja online.
Ia juga rajin membagikan artikel-artikel tentang perkembangan anak kepada sang suami dan anggota keluarganya di grup WhatsApp, agar pola asuh terhadap sang buah hati tetap sesuai harapannya.
Perjalanan Eki mendapatkan beasiswa membuktikan kegagalan berulang kali bukanlah akhir dari segalanya.
Dengan semangat pantang menyerah dan dukungan keluarga, ia bisa mengatasi berbagai rintangan dan mewujudkan mimpinya untuk melanjutkan studi ke luar negeri meski harus berjuang di tengah peran sebagai seorang ibu dan istri.