Senjata tajam yang digunakan pelaku klithih. (Twitter/@merapi_uncover)
Dalam sepekan terakhir, 'klithih' atau klitih menjadi perbincangan hangat setelah seorang pelajar yang bersekolah di SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta menjadi korban tewas dari kejahatan jalanan yang dilakukan oleh sekelompok remaja di Jalan Gedongkuning, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Minggu (3/4/2022).
Belakangan, pihak pemerintah setempat membantah aksi tersebut dikatakan sebagai "klithih".
Mereka berupaya meluruskan makna dari kata "klithih" yang memang tidak ada kaitannya dengan kekerasan jalanan.
Lantas apa arti kata klithih?
Secara etimologis, 'klithih' berasal dari bahasa Jawa, yang artinya keluyuran atau 'mencari angin' ke luar rumah. Makna kata ini dalam bahasa Jawa sama sekali tidak berkonotasi negatif, dan bahkan bermakna sebagai aktivitas yang positif.
Namun dalam perkembangannya, makna klithih bergeser dan merujuk pada aksi kekerasan atau kejahatan yang dilakukan di jalanan, dengan menggunakan senjata tajam, yang biasanya berupa celurit atau senjata tajam lainnya. Dalam kasus terakhir di Gedongkuning, senjata yang digunakan adalah gir.
Para pelaku 'klithih' pada umumnya adalah anak-anak di bawah umur, yang masih duduk di bangku SMP atau SMA.
Yang meresahkan, para pelaku 'klithih' ini menyasar sembarangan orang alias random. Mereka melakukan kekerasan kepada orang yang sama sekali tak bersalah. Bahkan sering kali motifnya hanya untuk "gagah-gagahan" sesama anggota pelaku.
Selain Sultan, Bupati Bantul Abdul Halim Muslih, juga tidak mau istilah "klithih" dipakai untuk merujuk kekerasan atau kejahatan jalanan.
"Saya sebut itu bukan 'klitih', tetapi tawuran, dan peristiwa tawuran antargeng, antarremaja ini harus kita cegah mulai dari keluarga," kata Muslih di Bantul, usai memantau penyaluran bantuan tunai bagi PKL, pemilik warung dan nelayan di Markas Komando Kodim 0729/Bantul, Jumat (8/4/2022), seperti diwartakan Antara.
Menyusul ramainya pembicaraan mengenai 'klithih' atas kasus terakhir, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menyurati seluruh bupati/wali kota untuk segera melakukan berbagai upaya pencegahan kejahatan jalanan yang kembali muncul di wilayahnya.
Surat Bernomor 050/5082 perihal Pencegahan dan Penanganan Kejahatan Jalanan itu tertanggal 7 April 2022 dan bersifat segera.
Sejumlah langkah yang diminta Sultan, yakni pertama, melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, Ketua LPMK, kampung, RW, RT, PKK, hingga Karang Taruna untuk menyosialisasikan kepada warga tentang pentingnya setiap keluarga mengetahui keberadaan anggota keluarganya.
Sultan menginstruksikan pemerintah daerah mampu menginisiasi aktivitas-aktivitas yang positif dan bermanfaat bagi remaja.
Ia meminta patroli lingkungan dengan melibatkan linmas dan gerakan jaga warga digiatkan kembali.
Berikutnya, para bupati/wali kota diminta bekerja sama dengan TNI/Polri guna meningkatkan monitoring pergerakan massa yang masih beraktivitas hingga lewat tengah malam.
Terakhir, menganggarkan aktivitas-aktivitas pencegahan dan penanganan kejahatan jalanan dalam APBD kabupaten/kota.
Wisata Jogja yang 'Adem Ayem' Terancam Klithih yang Sadis, Sultan: Jangan Dibesar-besarkan
Wisatawan Domestik Diharapkan Dapat Pulihkan Pariwisata Jogja
Begini Wujud Wajah Baru Malioboro, Sepi PKL Nyaman Bagi Wisatawan
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: