Seminar trading saham. (Z Creators/Jimmy Martino)
Beberapa tahun terakhir, banyak generasi muda dari kalangan millennials atau gen z, yang sudah mulai melek terhadap literasi finansial.
Ini terbukti dari obrolan mengenai investasi dan trading, yang kian populer di tongkrongan anak muda seakan–akan jual-beli saham, properti, dan obligasi menjadi topik sehari–hari.
Tapi kenyataanya tak sedikit millennials maupun gen z, yang masih salah paham soal investasi dan trading.
Memang keduanya mirip, terutama jika soal saham, baik di investasi maupun trading, saham menjadi instrumen yang paling banyak jadi komoditi. Akibat salah memahami bedanya investasi dan trading, kerugian finansial bisa terjadi.
Baca juga: Bareskrim Bongkar Kasus Judi Online Berkedok Trading, Omzetnya Capai Miliaran!
Menurut Trading Analist Didimax, Cenli Yani, Milenial dan Gen Z harus memahami terlebih dahulu perbedaan investasi dan trading, Sebelum memutuskan apakah kamu mau menjadi investor atau trader, pahami dulu alokasi dana pribadimu yang akan kamu salurkan.
Dana yang digunakan merupakan uang dingin, alias uang yang memang tidak digunakan dalam jangka waktu tertentu.
Lalu, penting bagi kamu mulai berinvestasi karena jika hanya menabung di bank, nilai uang akan tergerus dengan inflasi sehingga ke depannya bukannya mendapatkan keuntungan, namun kerugian.
Salah satu instrumen finansial yang populer digunakan untuk investasi dan trading adalah saham. Membeli saham sama saja dengan membeli perusahaan, dan menitipkan dana kamu di perusahaan tersebut untuk diputar kembali sehingga menghasilkan keuntungan.
Untuk membeli saham, ada dua analsis yang bisa kamu lakukan yaitu, fundamental analysis dan technical analysis.
Fundamental analysis adalah ketika membeli saham suatu perusahaan kita menilai kinerjanya di sektor rill, seperti apakah bisnis perusahaan itu sehat atau tidak.
Jika kamu ingin berinvestasi saham, maka analisis yang digunakan lebih cocok fundamental analysis karena sifatnya jangka panjang.
Sedangkan, technical analysis kita lebih memerhatikan nilai harga sama perusahaan, misalkan PT A hari ini harganya sahamnya Rp 50ribu, lalu besok jadi Rp 52 ribu, lusa jadi Rp 54 ribu, dan seterusnya.
Technical analysis ini lebih sering dipakai untuk trader yang membeli saham untuk dijual kembali dalam jangka waktu pendek.
Selain ada perbedaan analysis dan jangka waktunya, investasi dan trading juga berbeda dari pola pikir yang harus kamu tanamkan.
Dalam investasi yang memang orientasinya untuk jangka panjang, kamu tidak boleh panik saat melihat harga sahamnya turun karena hal itu memang bisa terjadi dan masih ada kemungkinan untuk naik kembali.
Baca juga: Saham Rakyat Gelar Lomba Trading Menuju Konglomerat: Tanpa Minimum Saldo
Sedangkan dalam trading, kamu tidak boleh terpengaruh dari sisi psikologis, baik ketika harga melonjak sifat tamak yang muncul atau saat harga turun takut berlebihan.
Cenli menekankan, tantangan terbesar seorang trader adalah ego diri sendiri, bagaimana kita bisa melihat market secara objektif, dan mengendalikan rasa takut dan tamak saat melihat harga.
Untuk menjadi seorang trader yang konsisten di market, itu bukan dari luar tapi dalam diri sendiri jadi pastikan kamu menanamkan mindset yang tepat saat menjadi seorang trader.
Berbicara soal trading, saat ini sudah menjadi kegiatan yang dekat dengan aktivitas para milenial. Bagaikan bayang-bayang, trading selalu mengikuti keseharian milenial dan Gen Z Indonesia ketika bermedia sosial.
Berdasarkan hasil survei situs manajemen Evenbrite, 69 persen Milenial terpengaruh oleh fenomena Fear Of Missing Out atau ketakutan akan ketinggalan trend di dalam masyarakat.
Milenial cenderung tertarik dengan mudahnya mendapatkan penghasilan besar, dan dorongan public figure yang menjadi panutannya.
Mayoritas milenial Indonesia, cenderung hanya sekedar ikut-ikutan teman, sekedar coba-coba hingga tergiur untuk mengambil keputusan berisiko tanpa berfikir panjang yang berakhir kerugian yang disebabkan mengikuti trading tanpa riset.
Jika, dibiarkan terus-menerus dapat mengakibatkan risiko yang lebih tinggi untuk mendekati kegagalan.
Melihat maraknya, promosi aplikasi trading berbasis aplikasi yang sering terlihat di media sosial. Tidak salah jika lebih menarik minat para millenial dan Gen-Z sebagai pengguna mayoritas media sosial.
Nama Indra Kesuma alias Indra Kenz dan Doni Salmanan sempat dijuluki sebagai “crazy rich” Indonesia sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian.
Indra Kenz diketahui menjadi afiliator investasi berkedok trading binary option, Binomo. Sementara Doni Muhammad Taufik alias Doni Salmanan menjadi afiliator Quotex.
Publik begitu riuh dengan awal kemunculan mereka di media sosial. Mereka tiba-tiba hadir dengan begitu gemerlap. Mobil-mobil supermahal, liburan elit, dan rumah mewah seperti dalam negeri dongeng.
Mereka sedang melakukan flexing, pola marketing dengan cara doyan pamer kekayaan walau mereka bukan orang kaya sungguhan. Jadi cara flexing itu adalah marketing untuk membangun kepercayaan kepada customer, akhirnya dia percaya dan menaruh uangnya.
Artikel Menarik Lainnya:
Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone.Yuk bikin cerita dan konten serumu serta dapatkan berbagai reward menarik! Let's join Z Creators dengan klik di sini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: