Senin, 09 OKTOBER 2023 • 18:25 WIB

4 Prinsip Stoikisme, Jurus Jitu Kesehatan Mental Tetap Stabil di Fase Kuarter Life Crisis

Author

Stoikisme

INDOZONE.ID - Sekarang ini banyak anak muda yang sedang berada di situasi quarter life crisis.

Di mana hal ini kerap dialami kaum muda pada masa transisi dari remaja menuju dewasa, rentang usia 18-30 tahun, dan menurut penelitian situasi ini sering terjadi di usia 20-an.

Hal ini dibuktikan dengan maraknya anak muda yang sering curhat menceritakan keluh kesahnya di Tiktok, Twitter, Instagram dan media sosial lainnya.

Baik itu meluapkan keresahan, keputusasaan, dan ketidakmampuannya dalam menghadapi masalah yang sedang dijalani, bahkan yang terburuknya sampai merasa stres hingga depresi.

Di fase ini, seseorang cenderung merasa khawatir, bingung, serta memiliki rasa takut yang berlebihan terhadap suatu hal yang belum terjadi baik itu khawatir tentang karier, hubungan, serta kebimbangan dalam mengambil keputusan dalam hidup ke depannya.

Baca Juga: Review Buku Filosofi Teras: 3 Konsep Kehidupan yang Bisa Dipelajari, Penuh Tema Stoikisme

Dalam fase Quarter Life Crisis seperti ini kesehatan mental anak muda rentan sekali terganggu, yang bahkan tidak sedikit dari mereka sendiri tidak menyadari bahwa dia sedang mengalami kondisi tersebut.

Jika hal ini dibiarkan atau bahkan kita sendiri tidak tahu bagaimana cara menyikapinya maka sudah pasti akan berdampak buruk bagi kesehatan mental kita.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menghadapi situasi Quarter Life Crisis, agar kesehatan mental tetap stabil yaitu dengan menerapkan prinsip stoikisme di kehidupan sehari-hari yang kita jalani.

Stoikisme sendiri adalah paham filsafat yunani kuno yang membantu kita untuk memahami cara mengontrol emosi negatif dan melipat gandakan rasa syukur, serta kebahagian yang kita rasakan.

Sebuah paham yang mengajarkan manusia untuk hidup bernalar dalam mengambil sebuah keputusan serat tindakan.

Paham yang menjelaskankan tentang mengendalikan hal yang memang bisa kita kendalikan secara penuh seperti pikiran, perbuatan dan tindakan (factor internal).

Dan paham yang menjelaskan agar kita tidak terlalu fokus dan ambil pusing terhadap hal yang memang berada di luar kendali kita (Faktor eksternal) seperti pendapat, penilaian dan respons orang lain terhadap aksi yang kita lakukan.

Berikut beberapa penerapan paham stoikisme yang bisa kita terapkan agar kesehatan mental tetap stabil di fase quarter life crisis

1. Kurangi rasa takut, keresahan dan kecemasan yang berlebih

Ilustrasi wanita sedang cemas.

Rasa takut, resah dan kecemasan adalah hal yang manusiawi, rasa ini tidak boleh dihilangkan karena dapat mengakibatkan kecerobohan. Namun poin yang perlu ditekankan di prinsip stoikisme dijelaskan bahwa kita tidak boleh membersar-besarkan rasa takut dan kecemasan tersebut.

Diri sendiri adalah penentu kebahagiaan, rasa takut tersebut berasal dari diri sendiri sehingga bisa dikendalikan oleh kita.

Contohnya kamu sangat takut gagal dalam menghadapi ujian yang belum tentu hal tersebut terjadi, maka hal yang harus kamu lakukan adalah mencari sumber ketakutan itu sendiri kemudian mencari solusi untuk mengatasi sumber ketakutan tersebut.

Jika kamu merasa takut gagal ujian kamu harus mencari solusi agar kamu tidak gagal ujian salah satunya yaitu dengan memaksimalkan belajar.

Dengan melakukan hal tersebut kamu sudah menemukan solusi untuk akar dari rasa takutmu, karena kamu sudah semaksimal mungkin untuk belajar walaupun misalnya rasa cemas itu tidak hilang tetapi setidaknya rasa takut itu akan berkurang dan tidak terlalu membuat kita merasa cemas.

Sedangkan untuk hasilnya itu di luar kendali kita jadi jangan terlalu bersedih dan menyalahkan diri sendiri, Karena kita sudah melakukan hal yang terbaik sesuai batas kemampuan kita.

Tetap berpikir simpel tidak perlu memusingkan hal-hal kecil dan fokus saja terhadap apa yang bisa dilakukan dan yang harus dilakukan saat ini.

2. Pahami bahwa kita semua itu berbeda

Ilustrasi perbedaan.

Stop kebiasaan membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain. Mencintai diri sendiri dengan memahami kekuatan dan kelemahan diri sendiri, menjadi salah satu faktor yang dapat menjelaskan pada diri ini bahwa kita itu beda kita memiliki keunggulan dan kesuksesannya masing-masing.

Jangan fokus pada hal yang memang tidak kita miliki. Contohnya kita merasa sedih atau bahkan iri melihat teman sebaya kita di media sosial.

Misalnya kita melihat bahwa mereka sudah memiliki rumah, mobil dan kehidupannya telah mapan di usia yang sama dengan kita.

Kita terpacu untuk menjadi seperti dia memang baik namun jika kamu mengikuti gaya mereka hanya untuk membuktikan ke semua orang bahwa kamu bisa seperti dia yang belum tentu orang tersebut peduli denganmu. Hanya akan membuat hidup kita makin tidak tenang, cape dan merusak kesehatan mentalmu.

Apalagi jangan sampai hanya untuk mengimbangi kesuksesan mereka kita membeli suatu barang yang memang tidak kita perlukan dan kita tidak sanggup untuk membelinya namun memaksakan diri untuk memiliki hal tersebut dengan cara berhutang di usia yang sangat muda.

Perilaku seperti inilah yang dapat merusak mental dan kehidupan kita, di mana di usia yang harusnya dimaksimalkan untuk mencari pengalaman dan uang serta berinvestasi untuk masa tua nanti namun di sia-siakan hanya untuk memenuhi keinginan konsumtif yang tidak ada manfaatnya.

Maka dari itu hiduplah minimalis sesuai keinginanmu, norma yang ada dan sesuai dengan batas kemampuanmu. Jalanilah hidup dengan hal-hal baik yang membuatmu nyaman.

Ketimbang fokus kepada sesuatu yang tidak bisa dilakukan lebih baik fokus saja kepada sesuatu yang bisa kamu lakukan serta lakukan semaksimal mungkin.

3. Bertindak sesuai logika dan bernalar

Ilustrasi berpikir.

Di stoikisme menekankan kita untuk hidup rasional dan merespon semua hal dengan rasionalitas artinya, ketika kita ingin melakukan sesuatu kita sudah berpikir bahwa apa saja beberapa kemungkinan terburuk yang akan terjadi ketika akan melakukan hal tersebut.

Bukan berarti overthinking karena selain optimisme dengan memikirkan kemungkinan terburuk kita akan lebih siap dengan apa yang akan terjadi bahkan kita akan menyiapkan beberapa plan untuk menghindari kemungkinan terburuk tersebut, sehingga mental kita lebih siap berada di situasi berhasil ataupun tidak.

Contoh dari hal kecil saja misalnya di luar terlihat mendung kemungkinan terburuknya adalah akan terjadi hujan, dari kemungkinan yang kita pikirkan tersebut maka kita akan menyiapkan solusi dari kemungkinan tersebut.

Yaitu kita harus membawa payung, maka jika mendung tersebut nantinya terjadi hujan kita akan aman karena kita sudah menyiapkan payung namun jika memang tidak terjadi hujan ya tidak apa-apa karena kemungkinan terburuk yang sudah kita pikirkan solusinya tersebut tidak terjadi.

Sama halnya dengan masa depan baik itu pendidikan, karir, maupun hubungan dan lain sebagainya. Kita harus memikirkan resiko terburuknya karena dengan itu secara tidak langsung kita akan melakukan sesuatu secara maksimal serta hati-hati dalam bertindak tentang apa yang akan terjadi atas tindakan yang akan kita lakukan sebelumnya dan menyiapkan rencana yang matang untuk kehidupan kedepannya.

Jadi lakukanlah sesuatu dengan bernalar agar kita tidak terjebak dalam keterpurukan dan cemas berlebihan. Jika kita tidak sukses tahun ini masih ada kok kemungkinan sukses di tahun depan misalnya seperti itu.

4. Stop Indecision (Ragu) & Uncertainty (ketidakpastian)

Ilustrasi keraguan.

Biasanya di fase quarter life crisis rasa ragu dan ketidakpastian dalam melanjutkan kehidupan memang kerap menyelimuti kaum muda yang katanya sedang mencari jati diri ini.

Jika rasa ragu dan ketidakpastian berlebihan terhadap apa pun yang baru akan kamu jalani justru hal tersebut akan membuat kesehatan mental kita tidak baik.

Dari rasa ragu akan lahir rasa takut kemudian khawatir setelah itu bahkan akan mejadi pemicu sikap ceroboh karena terlalu menyikapi sesuatu secara berlebihan.

Kembali lagi sesuai prinsip stoikisme mengajarkan kita untuk menjadi seseorang yang tidak terlalu mengkhawatirkan sesuatu yang diluar kendali kita. Tentunya dengan menjadi manusia yang bernaral yang memperhitungkan sebab dari akibat yang kita perbuat.

Daripada kita ragu dan tidak berbuat apa pun sama sekali bilangnya ingin berubah dan improve diri namun tidak berbuat apa-apa. Hanya sekedar dipikirkan dan overthingking yang pada akhirnya akan membuat diri sendiri stres.

Maka dari itu cobalah sesuatu yang memang kamu sanggup menjalaninya. Ingat hukum alam yaitu ada aksi maka akan ada reaksi, jika ingin melakukan sesuatu jangan ragu karena jika ragu maka kita tidak akan melakukan apapun alhasil tidak akan ada reaksi dan timbal balik apapun.

Dengan menyusun planning kedepannya serta berusaha sedikit demi sedikit mecapainya sesuai batas kemampuan, walaupun itu hanya secuil namun jika tanpa keraguan dan berani bertindak maka dijamin tujuan sudah tepat berada di depanmu.

Paham stoikisme ini menyadarkan kita bisa hidup tenang, damai dan terarah dengan cara mengontrol hal-hal yang memang berada dibawah kedali kita.

Baca Juga: 7 Cara Berlatih Stoikisme ala Marissa Anita, Cocok untuk Kamu yang Patah Hati karena Putus

Ya terkadang yang menjadi masalah adalah manusia pada umumnya menaruh kepuasan dan kebahagian itu sendiri di faktor eksternal yang sudah jelas tidak berada di bawah kendali dan kontrol diri sehingga tanpa sadar merusak kesahatan mental sendiri.


Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone.Yuk bikin cerita dan konten serumu serta dapatkan berbagai reward menarik! Let's join Z Creators dengan klik di sini.

Z Creators

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Z Creators