INDOZONE.ID - Belakangan, nama Institut Teknologi Bandung (ITB) sedang menjadi pembicaraan masyarakat, usai usai meminta para mahasiswanya untuk melunasi pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) menggunakan dana pinjaman online (pinjol).
Berita ini pun membuat publik beritanya-tanya tentang seberapa besar UKT di ITB dan akses perguruan tinggi tersebut terhadap beasiswa.
Tidak hanya itu, ada pula beberapa pihak yang mencoba membedah laporan keuangan ITB untuk mencari tahu lebih dalam tentang beban yang harus ditanggung universitas berlogo gajah ini, dibandingkan pendapatan yang mereka terima setiap tahunnya.
Salah satu yang melakukan analisis adalah M. Ridha Intifadha, seorang kreator konten.
Dalam utasnya di akun X @RidhaIntifadha, dia mengungkapkan bahwa ITB telah menanggung beban lebih besar ketimbang pendapatannya, pada mulai tahun 2021 – 2021.
Selain itu, laporan keuangan konsolidasian Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH) ini juga menunjukkan, beban pengeluaran ITB secara konsisten meningkat sejak 2015.
“Tahun 2020 agaknya akibat pandemi, pendapatan dan beban mengalami penurunan. Pada 2021 dan 2022, ITB mengalami kondisi ‘besar pasak daripada tiang’,” tulis Ridha, dikutip Kamis (1/2).
Meski terus beban sejak 2015 terus meningkat, namun ITB masih mencatatkan laba, dari pendapatan positif yang didapatkan. Pada 2015 misalnya, ITB membukukan pendapatan Rp1,16 triliun dan beban Rp1,00 triliun.
Kemudian pada 2020, universitas itu masih mencatatkan laba sebesar Rp121,87 miliar, yang didapatkan dari pendapatan senilai Rp1,75 triliun dan beban pengeluaran Rp1,63 triliun.
Pada 2021, beban dan pendapatan ITB merangkak naik menjadi Rp1,85 triliun dan Rp1,81 triliun, namun rugi Rp35,4 miliar. Sedangkan pada 2022, kerugian ITB naik menjadi Rp111,82 miliar, dengan pendapatan senilai Rp1,91 triliun dan beban Rp2,03 triliun.
“Dlm laporan keuangan ITB 2022, ada bbrp komponen pendapatan, yaitu 1. Operasional (uang kuliah) 2. Hibah, donasi bersyarat, dana abadi, sumbangan beasiswa 3. Dana pemerintah dan bantuan pendanaan pendidikan (APBN/APBD) 4. Lain-lain,” jelas alumni Kriminologi FISIP UI itu.
Berdasarkan sumber pendapatan, ITB yang awalnya bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), mulai beralih ke Biaya Penyelenggaraan Pendidikan, yang didapat dari mayoritas uang kuliah mahasiswa Sejak 2020.
Dengan pendapatan ITB dari Biaya Penyelenggaraan Pendidikan mulai membalap pendapatan dari negara yang cenderung stagnan.
Berdasarkan persentase, sumber pendapatan ITB mulai bertransformasi menjadi lebih seimbang antara Penyelenggaraan Pendidikan yang terus naik, Penelitian, Kerjasama Pendidikan, Pengabdian, dan Kemitraan Lainnya yang juga naik, serta Bantuan Pendanaan pendidikan atau beasiswa yang cenderung turun
“Namun, bukan tidak mungkin ke depannya... Dg biaya beban yg terus meningkat dan bantuan pendanaan pendidikan dari negara yg stagnan/menurun, ITB akan mencari sumber pendapatan lain secara masif. Dari polanya, pendapatan dari sektor penyelenggaraan pendidikan terus tumbuh,” ujar Ridha.
Baca Juga: 5 Rekomendasi Bacaan Buku Populer di iPusnas
Jika ‘pendapatan ITB selain penyelenggaraan Tri Dharma Perguruan Tinggi dan APBN/APBD’ dibedah, ada komponen Hasil investasi Portofolio dan Jasa Perbankan (Interest), Sumbangan Beasiswa, Dana Abadi/Dana Lestari (Endowment Fund), Donasi Bersyarat, dan lain-lain.
Dari sisi Sumbangan Beasiswa, angkanya meningkat hampir dua kali lipat sejak 2020. Di mana pada 2020, sumber pendapatan dari Sumbangan Beasiswa hanya sebesar Rp6,59 miliar menjadi Rp12,59 miliar di 2021 dan Rp25,63 miliar di 2022.
“Sayangnya, saya masih belum menemukan definisi yang utuh dari beasiswa ini, apakah maksudnya KIP Kuliah atau KJMU?,” imbuhnya.
Namun, penjelasan soal beasiswa setidaknya ditemukan dalam dokumen laporan keuangan ITB 2016.
Baca Juga: Mengenal Tembiluk, Cacing Kayu Berukuran Besar yang Bisa Dimakan Mentah
Beasiswa diberikan ITB, salah satunya dalam bentuk pembebasan biaya UKT bagi mahasiswa sarjana penerima BIDIK MISI. Selain itu, ada pula potongan UKT bagi anak pegawai, dosen, dan guru besar ITB.
Di sisi lain, jika membedah pengelolaan beban ITB, secara umum ada 4 komponen beban yg tinggi, Penyelenggaraan Pendidikan, Penelitian, Kerjasama Pendidikan, Pengabdian, dan Kemitraan Lainnya, Administrasi dan Umum, serta Operasi dan Pemeliharaan.
Dari laporan keuangan konsolidasian terlihat bahwa beban penyelenggaraan pendidikan yang tiba-tiba melonjak signifikan dari Rp275,24 miliar di 2021 menjadi Rp564.58 pada 2022.
“Kenaikan lebih dari dua kali lipat ini tentu menjadi pertanyaan bersama: ada apa?” kata Ridha.
Selain itu, ada pula komponen beban ITB yang tiba-tiba melonjak signifikan lebih dari 4 kali lipat, yaitu Pendukung Kegiatan Akademik Penyelenggaraan Pendidikan.
Di mana beban dari segmen ini naik menjadi Rp84.04 miliar pada 2022, dari yang di tahun sebelumnya hanya Rp17,71 miliar. Kemudian, ada pula Beasiswa yang juga melonjak dari 2021, yang senilai Rp1,37 miliar menjadi Rp6,82 miliar di 2022.
Sebagai informasi, Sumbangan Beasiswa yang masuk dalam segmen pendapatan adalah beasiswa yang diterima ITB dari pemerintah, lembaga, atau pihak lain di luar ITB.
Sedangkan komponen Beasiswa dalam kelompok beban pengeluaran adalah beasiswa yang diberikan kepada mahasiswa dari kantong ITB sendiri.
Baca Juga: Mengenal Tembiluk, Cacing Kayu Berukuran Besar yang Bisa Dimakan Mentah
Meski begitu, jika dibandingkan antara keduanya, pendapatan dari Sumbangan Beasiswa masih lebih tinggi ketimbang pengeluaran Beasiswa, meski dari tahun ke tahun nilainya fluktuatif.
"Jika lihat data yang diolah sederhana itu, saya khawatir pihak yang menanggung mayoritas pendapatan ITB ke depan adalah mahasiswa, bukan negara atau berbagai sumber pendapatan lain. Ini yang kami khawatirkan sejak 12 tahun lalu," ungkap dia.
Sebab, sejak masih berstatus sebagai mahasiswa, Ridha bersama kawan-kawannya pernah mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi atas Undang-Undang Pendidikan Tinggi, khususnya terkait pasal UKT. Sebab, UKT dikhawatirkan menjadi biaya kuliah yang tidak terjangkau di masa depan.
Jika membuka dokumen lama, UKT sejatinya memiliki semangat penyederhanaan pembayaran. Dengan UKT, mahasiswa tidak perlu dipusingkan lagi dengan biaya di luar UKT seperti uang gedung, SPP, SKS, praktikum, wisuda, dan sebagainya.
Baca Juga: Netizen Kritik Dishub Pungut Warga yang Buka Parkir di Halaman Rumah, Kadishub: Saya Baru Tahu!
Selain itu, pada awalnya, UKT juga membawa semangat bahwa setidaknya ada 10% dari mahasiswa baru yang diterima di PTN harus memperoleh UKT di kelompok UKT terendah.
Jadi, minimal 5% dari mahasiswa harus masuk UKT kelompok I maupun kelompok II. Semangat ini sesuai dengan pasal 74 UU Dikti bahwa 20% dari mahasiswa baru harus mendapatkan advokasi biaya pendidikan tinggi yang terjangkau.
“Pertanyaannya sudahkah PTN selama ini melaksanakan amanat konstitusi? Di sisi lain, saya ingat alasan penolakan Judicial Review yang kami ajukan saat itu karena negara sejatinya tidak abai atas biaya kuliah mahasiswa. Hal ini tergambar dari pasal 76 dan pasal 88 Undang-Undang Pendidikan tinggi,” tutur Ridha.
Sayangnya, semangat penyusunan UKT maupun amanat konstitusi UU Pendidikan Tinggi tersebut agaknya jauh panggang dari api. Hal ini tergambar dari keriuhan situasi ITB di linimasa beberapa hari terakhir.
“Melalui utas ini, saya sampaikan apresiasi dan semangat bagi rekan2 mahasiswa yg berjuang atas biaya kuliah terjangkau di kampusnya masing2. Terima kasih estafet perjuangan ini senantiasa diwariskan utk mencapai tujuan bersama: ‘Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’,” sambungnya.
Apalagi, dengan status PTN BH, seharusnya negara masih memiliki kewajiban untuk memberikan pembiayaan pada universitas.
“Yuk, mahasiswa di setiap PTN BH memulai analisis yg sama dan menuntut haknya untuk pendidikan terjangkau bagi semua sesuai dengan kemampuan ekonomi masing-masing,” ajak Ridha.
Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone. Yuk bikin cerita dan konten serumu serta dapatkan berbagai reward menarik! Let's join Z Creators dengan klik di sini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Ltpb.itb.ac.id