Cerita Dea Audia, Korban Ruwetnya Birokrasi Indonesia yang Kabur ke Jerman Malah Dapat Banyak Tunjangan
INDOZONE.ID - Tagar #kaburajadulu banyak berseliweran di sosial media akhir-akhir ini. Meskipun sebenarnya fenomena meninggalkan Indonesia untuk tujuan mendapatkan kehidupan yang lebih baik ini bukalah hal yang baru. Tetapi setiap tahunnya fenomena ini menjadi semakin populer, terutama di kalangan anak muda dan tenaga terampil Indonesia.
Krisis kepercayaan kepada pemerintah, rumitnya birokrasi di negara sendiri, kasus korupsi, dan pungli yang seakan tidak pernah habis, tingginya kasus kriminalitas karena kesenjangan sosial, serta sulitnya mencari lapangan pekerjaan di usia produktif menjadi beberapa alasan umum mengapa akhirnya sebagian warga negara Indonesia memilih untuk #kaburajadulu ke luar negeri.
Banyak negara tujuan anak muda untuk kabur ke luar negeri, seperti Amerika Serikat, Australia, Jepang, Korea, hingga Jerman. Untuk ke Jerman sendiri ada banyak cara yang dibisa pilih untuk “kabur” ke Jerman.
Beberapa diantaranya bisa melalui jalur pendidikan, karir, pernikahan, kerja sosial yang dikenal dengan nama Freiwilliges Soziales Jahr (FSJ), pogram Au Pair, melalui program pelatihan kejuruan yang bernama Ausbildung, belajar bahasa, job seeker visa, chance karte, dan yang paling ekstrem adalah melalui suaka.
Untuk opsi terakhir ini belum umum dilakukan oleh orang Indonesia karena jalur suaka biasanya dilakukan oleh mereka yang datang dari negara konflik dan perang. Tetapi orang-orang dari negara aman tetap bisa menggunakan cara ini jika mereka merasa kehidupan mereka terancam di negaranya.
Kenalin Saya Dea Audia Santi, member Z Creators sekaligus WNI yang memutuskan untuk “kabur” ke Jerman. Sebagai pelaku kawin campur, setiap tahun saya harus berhadapan dengan birokrasi di Indonesia yang berbelit-belit. Beberapa layanan pemerintah yang harusnya gratis menjadi berbayar karena pungli.
Saya tidak masalah dengan birokrasi yang berbelit, toh di Jerman pun birokrasinya juga rumit. Tetapi di sini tidak ada pungli dan semua orang diperlakukan sama.
Pendidikan Kurang Merata
Pendidikan di Indonesia kurang merata juga jadi alasan saya meninggalkan Tanah Air. Jika ingin pendidikan anak yang lebih baik, kita harus rela merogoh kocek lebih dalam demi memasukannya ke sekolah swasta atau internasional. Sedangkan di Jerman, mereka menawarkan akses pendidikan merata di seluruh negeri dari tingkat taman kanak-kanak sampai pendidikan master.
Menariknya, pendidikan di Jerman ini gratis dan fasilitasnya bisa dinikmati oleh imigran seperti kami. Anggaran pendidikan di sini dikelola secara maksimal dan efisien, sehingga tidak ada dana yang terbuang dan berpotensi untuk dikorupsi oknum-oknum yang dilewatinya.
Saya tidak mengatakan pendidikan di Indonesia tidak baik, hanya saja beberapa programnya kurang efisien sehingga banyak anggaran yang terbuang ke kantong pribadi beberapa pejabat nakal.
Kualitas Udara di Jakarta Kurang Baik
Kualitas udara dan air yang baik. Di Indonesia dua hal tersebut menjadi hal langka untuk didapatkan apalagi jika kita tinggal di kota metropolitan seperti Jakarta. Untuk akses air minum sehat saja saya harus membeli air minum kemasan.
Di Jerman, Akses air yang bersih bisa kami dapatkan dengan gratis. Sistem pengelolaan air yang mutakhir membuat kita bisa mengonsumsi air keran dengan langsung di sini. Selain itu, kualitas udara di sini sangat baik untuk saya yang memiliki masalah pernafasan.
Kita tidak perlu pergi ke daerah pengunungan untuk menghirup udara minim polusi. Di kota besar pun kualitas udara yang baik masih bisa kita dapatkan karena komposisi ruang terbuka hijau yang luas.
Sistem Kesehatan di Jerman Terbaik di Dunia
Sistem kesehatan di Jerman termasuk yang terbaik di dunia. Mereka memiliki rumah sakit dan klinik yang modern. Mendapatkan layanan kesehatan di sini juga terbilang cukup mudah. Kita cukup membayar iuran asuransi kesehatan setiap bulannya.
Walaupun sangat sulit bertemu dengan dokter di sini, setidaknya akses kesehatan di sini diberikan dengan merata tanpa memandang status sosial kita. Untuk yang terbiasa ditangani dengan cepat, mungkin pelayanan kesehatan di Jerman terkesan sangat lambat.
Beberapa kasus yang kita anggap darurat pun seringkali ditangani dengan biasa saja di sini. Tidak semua kasus “darurat’ untuk kita dianggap darurat untuk mereka.
Hal ini semata-mata dilakukan agar anggaran yang dikeluarkan untuk penanganan penyakit tersebut lebih efisien. Beberapa penyakit hanya akan diresepkan paracetamol dan teh herbal saja hehe.
Saya sudah pernah merasakan pelayanan kesehatan ketika melahirkan di Indonesia dan di Jerman. Sejauh ini, Jerman masih menjadi juaranya. Dengan asuransi serupa, saya belum tentu mendapatkan pelayanan sebaik di sini jika saya di Indonesia.
Di Jerman Hidup Teratur
Kejenuhan saya dengan ketidakteraturan Indonesia juga menjadi salah satu alasan pendukung mengapa akhirnya saya memutuskan untuk kabur. Orang Jerman terkenal sangat teratur, salah satunya ketika mereka berkendara.
Proses mendapatkan SIM di sini juga tidak mudah. Biayanya bahkan bisa setara harga mobil bekas. Orang-orang yang melanggar aturan di sini tentu saja ada. Tetapi mereka yang menaati aturan jauh lebih banyak.
Ketika tinggal di Jakarta, jujur saja saya merasa sesak melihat berbagai bangunan yang berdiri berdempetan satu dengan lainnya. Aturan mendirikan bangunan di Indonesia kurang tegas, mereka lebih mengutamakan bisnis ketimbang keindahan kota.
Di Jerman, pemerintah memiliki aturan yang tegas untuk pemanfaatan lahan dan bangunan. Tidak semua lahan kosong di sini bisa dibuat rumah.
Ada beberapa lahan yang hanya boleh dimanfaatkan untuk perkebunan. Karena itulah kita akan sangat umum menemukan bangunan-bangunan tua yang masih dimanfaatkan untuk hunian di Jerman dan tentunya terjaga dengan baik.
Sistem Transporasi yang Maju
Salah satu pendukung kemajuan ekonomi suatu negara adalah sistem transportasinya. Di Indonesia, sistem transportasi umum masih belum memadai dan hanya terpusat di kota besar saja. saya yang berasal dari kota kecil sering kesulitan mendapat transportasi umum yang layak. Yang tersedia hanya kendaraan-kendaraan tua yang supirnya seringkali ugal-ugalan.
Jerman menawarkan akses transportasi umum yang lebih baik dibanding Indonesia dan tentunya merata sampai pelosok Jerman. Pemangku jabatan di Jerman juga banyak yang ikut menggunakan transportasi umum untuk mobilitas harian. Hal tersebut dilakukan untuk melihat kondisi lapangan.
Fasilitas mobil dinas digunakan untuk keperluan resmi dan dalam kondisi keamanan tertentu saja. di Indonesia, pejabat seringkali dikultuskan untuk mendapat akses luar biasa.
Salah satunya pemberian kendaraan dinas yang mahal dan penggunaannya yang tidak sesuai. Ketika ada pejabat Indonesia yang menggunakan kendaraan umum, beritanya langsung viral. Padahal, bukannya mereka memang harus sering-sering menggunakan transportasi umum agar keadaan lapangan bisa terus diperbaharui, bukan?
Saya sangat tidak rela pajak yang saya gunakan dimanfaatkan untuk kepentingan segelintir pejabat yang memanfaatkan fasilitas negara untuk keperluan pribadinya.
Saya sempat beberapa kali melamar kerja di Indonesia, dan berakhir tidak lolos karena beberapa syarat tidak masuk akal yang diajukan perusahaan. Salah satunya adalah batasan usia di Indonesia.
Jika kamu memasuki usia 26 tahun, kamu sudah dirasa cukup tua untuk beberapa posisi tertentu. Di Jerman, usia bukan menjadi batasan seseorang untuk bekerja. Bahkan di usia berapapun kita masih bisa mengubah jalur karir kita.
Lansia di sini bahkan masih mendapatkan pekerjaan sebagai pelayan di restaurant cepat saji seperti Mcd dan KFC. Bidang pekerjaan di Indonesia juga sangat terbatas untuk perempuan, sedangkan di Jerman lebih luas.
Tidak ada pekerjaan yang dianggap rendah di sini. Ditambah, upah yang kita dapatkan di sini jauh lebih manusiawi dibanding Indonesia. Pekerjaan berpenghasilan rendah di Indonesia seperti guru dan perawat, dibayar tinggi di sini.
Alasan terakhir mengapa saya memutuskan kabur dari Indonesia adalah jaminan sosial yang aman. Saya tidak mendapatkan hal ini di Indonesia maupun di negara suami saya, yaitu Turki.
Banyak program pemerintah Jerman yang disalurkan dengan efisien dan tepat sasaran. Meskipun penghasilan kita bisa dipotong sampai hampir 40%, tetapi semua kembali untuk rakyat.
Upah Minimum Jerman Sangat Layak
Biaya hidup di Jerman memang tinggi dan hidup di sini juga terbilang tidak mudah. Tapi, dengan upah minimum Jerman pun saya masih hidup dengan sangat layak.
Ketika saya kehilangan pekerjaan, ada beberapa program pemerintah yang bisa saya manfaatkan untuk keberlanjutan hidup saya di sini. Tawaran programnya pun kebanyakan untuk jangka panjang dan bisa menjadi bekal saya di masa depan.
BACA JUGA: Tagar #KaburAjaDulu Trending di Media Sosial, Apa Maksudnya?
Mendapat Dana Tunjangan di Jerman
Saya juga merasa kehidupan anak-anak saya juga lebih terjamin di Jerman. Pemerintah Jerman menggelontorkan dana tunjangan yang bisa dinikmati semua anak-anak yang tinggal di sini, termasuk imigran seperti kami.
Setiap bulannya anak saya berhak mendapatkan tunjangan sebanyak 255€ per-anak. Tunjangan ini akan dibayarkan sampai usia mereka 18 tahun. Bahkan, jika sampai usia 21 tahun mereka belum mandiri secara finansial, bantuan tersebut masih bisa mereka dapatkan.
Definisi banyak anak banyak rezeki berbanding lurus di sini. Tetapi ingat, tunjangan yang didapatkan anak kita harus dinikmati oleh mereka. Saya sendiri menyimpan sebagian uang tunjangan yang mereka dapatkan setiap bulannya. Sebagian lagi saya gunakan untuk kebutuhan rutin mereka.
Kesenjangan sosial yang kontras di Indonesia akhirnya melahirkan beberapa masalah baru yang sulit diperbaiki. Hal tersebut yang akhirnya melahirkan banyak kejahatan baru dan memberikan rasa tidak aman bagi sebagian masyarakatnya. Setidaknya, saya merasa aman ketika pulang malam hari di Jerman tanpa harus takut dibegal di jalan seperti yang sering saya rasakan di Indonesia.
Tidak ada negara yang sempurna. Jerman juga memiliki beberapa sisi gelap. Tetapi sejauh ini, Jerman menjadi negara ideal untuk saya dan keluarga. Standar ideal saya dan orang lain tentu berbeda-beda. Sudut pandang dan kebutuhan setiap orang juga berbeda-beda.
Kami yang kabur dari Indonesia jangan lantas dianggap tidak nasionalis. Hal tersebut harusnya bisa menjadi bahan refleksi pemerintah Indonesia untuk memperbaiki sistem-sistem yang ada.
Untuk kalian yang berencana kabur dari Indonesia, kalian tetap harus mempersiapakan semuanya dengan matang. Meskipun Jerman menawarkan banyak fasilitas dan kemudahan.
Kalian tentu tetap harus mempersiapkan plan B jika semua berjalan tidak sesuai keinginan kalian. Jangan kabur sekedar untuk ikut trend saja, ya.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Liputan Langsung