Rabu, 19 MARET 2025 • 16:05 WIB

Maanta Pabukoan, Tradisi Ramadhan dari Sumatera Barat yang Berlandaskan dari Hadits Nabi

Author

Ilustrasi tradisi Maanta Pabukoan.

INDOZONE.ID - Indonesia adalah negara yang memiliki kebudayaan unik dan beragam, yang tersebar dari Sabang Hingga Merauke.

Nah, keberagaman ini juga berlaku dalam konteks tradisi saat bulan Ramadhan. Salah satunya tradisi dari Sumatera Barat yang bernama Maanta Pabukoan.

Tradisi Maanta Pabukoan berasal dari Nagari Simalanggang, Kabupaten Lima Puluh Kota, dan dilaksanakan saat bulan Ramadhan.

Baca Juga: Pernah Dikunjungi Jokowi, Toko Songket di Sumatera Barat Ini Diserbu Pembeli

Pelaksanaan tradisi ini yaitu dengan cara mengantar menu berbuka ke rumah penghulu suku dan mamak oleh kemenakan saat bulan Ramadhan.

Prosesi tradisi ini diawali dengan menyiapkan pabukoan oleh sebuah keluarga besar dalam sebuah suku, biasanya oleh adik beradik. 

Pabukoan yang disiapkan berisi nasi, samba (lauk pauk), dan makanan untuk berbuka seperti kolak, sarikayo, silamak, agar-agar, dan makanan sejenisnya.

Setelah itu, makanan-makanan tersebut ditempatkan di dalam satu rantang berjinjing bertingkat, di mana oleh masyarakat Simalanggang disebut siya.

Di paling bawah diisi nasi, tingkat kedua samba yang terkadang berwujud gulai, rendang atau gorengan, lalu tigkat ketiga yaitu kolak atau konji, biasanya kolak pisang, sarikayo, atau jenis kolak lainnya.

Lalu, tingkat keempat diisi dengan silamak atau lamang, dan di tingkat teratas seringnya diisi dengan makanan sejenis surabi, agar-agar, atau onde-onde.

Pabukoan tersebut kemudian diantar ke rumah penghulu suku dan mamak. Umumnya, waktu pengantaran yaitu saat Ashar sampai menjelang waktu berbuka puasa.

Yang bertugas untuk mengantar yaitu kemenakan yang masih gadis dan biasanya ditemani kemenakan perempuan yang masih anak-anak. Pabukoan kemudian diserahkan kepada istri mamak.

Rantang disalin, di mana terkadang rantang tersebut diisi oleh istri mamak dengan makanan atau kue. Pengantar Pabukoan lalu pulang, dan selesai sudah proses tradisi mengantar pabukoan.

Makna Maantaa Pabukoan

Tradisi maantaan pabukoan ini memiliki makna yang terkandung di dalamnya, di mana ada beberapa nilai positif yang terlaksana dari tradisi ini.

Tradisi ini adalah pengamalan hadits nabi yang berkaitan dengan keutamaan orang yang memberikan makanan minuman untuk orang yang sedang berpuasa.

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad Tirmidzi dan Ibnu Majah, dimana berbunyi sebagai berikut:

"Siapa yang menberi perbukaan (makanan dan minuman) bagi orang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa sama sekali." Maka dari itu, tradisi ini sangat berlandaskan kuat dari hadits Nabi Muhammad SAW.

Maanta Pabukoan merupakan bentuk penghormatan kepada mamak dan penghulu suku oleh kemenakan. Posisi mamak dan penghulu suku dalam kebudayaan minang memiliki tanggung jawab yang berat.

Keduanya memiliki posisi fungsional dalam sebuah suku dan kebudayaan matrilineal. Penghulu suku memiliki tanggung jawab yang diibaratkan sebagai baban barek Singguluang Batu (beban berat singgulung batu), di mana penghulu suku harus mengetahui berbagai permasalahan yang menimpa kemenakan dan harus mencarikan solusinya.

Penghulu juga harus selalu mengetahui dan memantau keadaan kemenakannya.

Kemudian, pada tanggung jawab mamak, ada perubahan dari sebelum dan sesudah adanya pengaruh Islam.

Di masa sebelum hadirnya pengaruh Islam, mamak bertanggung jawab penuh kepada kamanakan, termasuk memastikan kebutuhan pokok terpenuhi.

Namun setelah hadirnya pengaruh Islam, tanggung jawab pemenuhan kebutuhan pokok beralih kepada ayah. Sehingga, mamak tetap memiliki tanggung jawab, walaupun sudah berkurang.

Tradisi Maanta Pabukoan menjadi bentuk rasa terimakasih kemenakan kepada mamak dan penghulu suku yang telah memberikan segalanya sebagai bentuk tanggung jawab.

Tradisi ini juga sebagai bentuk penguat silaturahmi antara kemenakan dengan keluarga penghulu suku dan mamak.

Sayang seribu sayang, tradisi ini semakin ditinggalkan, yang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu perubahan tatanan kehidupan di masyarakat.

Baca Juga: Tragis, Pelaku Balap Liar di Sumatera Barat Tabrak Beton Pembatas Jalan

Semakin meredupnya rasa bermamak dan berkemenakan di kalangan masyarakat dan semakin meredupnya peran penghulu suku dalam sukunya dan peran mamak dalam sebuah keluarga matrilineal.


Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone. Yuk, bikin cerita dan konten serumu, serta dapatkan berbagai reward menarik! Let’s join Z Creators dengan klik di sini.

Banner Z Creators.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Kemdikbud