Senin, 09 DESEMBER 2019 • 14:01 WIB

Mengeksploitasi Orang Lain, Ini 3 Alasan Manusia Bersikap Manipulatif

Author

Ilustrasi manipulatif (Pexels/Vera Arsic)

Manipulasi psikologis dapat didefinisikan memanfaatkan kekuatan yang tidak semestinya seperti sosial, relasi, kekeluargaan, seksual, keuangan, jabatan profesional, dll. 

Manipulasi psikologis berbeda dengan pengaruh sosial yang sehat, di mana umumnya ada pertukaran yang adil antara individu. Dalam hubungan manipulatif psikologis, satu orang mengeksploitasi orang lain untuk tujuan mementingkan diri sendiri dan tidak bermoral. 

Manipulasi sering kali digunakan sebagai mekanisme bertahan hidup untuk mengatasi lingkungan yang menantang atau kompetitif, terutama di mana orang tidak memiliki kekuatan dan kontrol. 

Berbeda dengan manipulasi psikologis, manipulasi patologis merupakan hasil dari pengkondisian keluarga, sosial, atau profesional. 

Berikut tiga alasan mengapa seseorang menjadi manipulatif, dilansir dari Psychology Today:

1. Sejarah keluarga 

Apakah individu yang bermasalah dipengaruhi oleh anggota keluarga yang manipulatif? Dalam dinamika keluarga, adakah perjuangan untuk bertahan hidup secara ekonomi atau sosial? 

Adakah persaingan untuk kekuasaan, kontrol, cinta dan kasih sayang, status dan hak istimewa lainnya?

Apakah ada perebutan kekuasaan baik antara anggota keluarga atau melawan orang luar? 

Permasalahan dalam keluarga bisa membuat seseorang menjadi manipulatif, bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga menyasar orang lain. 

2. Individu yang lemah 

Individu yang lemah atau mengalami kerugian secara sosial seperti pembullyan dapat berubah menjadi pribadi yang manipulatif. 

Jika dia merasa dirinya berbeda dari keadaan sosial masyarakat dan ingin menjadi bagian dari individu yang diterima, ia bisa bersikap manipulasi kepada sesamanya. 

3. Norma sosial atau profesional

Dalam dunia profesional terdapat kelicikan tawar menawar, yang mengakibatkan mengeksploitasi kelemahan manusia dari pengaruh kekuasaan. 

Sebagai contoh, beberapa profesi bekerja dengan cara meyakinkan orang lain. Beberapa masyarakat menormalkan perundingan kompetitif dalam interaksi bisnis dan sosial, sementara yang lain tidak. 

Kelompok afiliasi tertentu memiliki tujuan meyakinkan orang lain untuk melihat sesuatu dari sudut pandang mereka sendiri. 

Jika seorang individu mudah terpapar pada pengaruh-pengaruh ini, ia bisa terserat pada perilaku manipulatif, entah sebagai pelaku atau pun korban. 

Manipulasi kronis sering kali muncul dari lingkungan yang sangat kompetitif, ketika berbagai pihak (anggota keluarga, teman sekelas, rekan kerja, kelompok sosial, afiliasi masyarakat, kepentingan ekonomi, dll) berebut joki untuk kekuasaan, pengaruh, sumber daya, dan keuntungan, di mana seseorang merasakan kurangnya kekuatan atau kendali langsung atas suatu situasi. 

Sang manipulator biasanya merasakan banyak kekurangan atau sebaliknya menginginkan lebih banyak kekuatan, pengaruh dan keuntungan, dengan menggunakan cara licik dan melakukan penipuan untuk mencapai apa yang diinginkannya. 

Kesimpulannya, manipulasi, yang seringkali dimulai sebagai kelangsungan hidup atau naluri kompetitif untuk pelestarian diri, menjadi tindakan eksploitasi yang patologis dan dalam kasus terburuk adalah tindakan pelecehan.

Alternatif kuat untuk tidak bersikap manipulasi adalah kesadaran diri, integritas, kemampuan pemecahan masalah yang konstruktif, dan keterampilan komunikasi untuk menjalin hubungan yang positif. 

Artikel Menarik Lainnya: 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber:

Tags