Sayur-sayuran memang dikenal sangat bagus untuk menjaga kesehatan tubuh, termasuk untuk menurunkan potensi kematian dari serangan virus corona. Baru-baru ini satu hasil penelitian di Eropa mengklaim sayuran tertentu menurunkan angka kematian akibat virus tersebut.
Sayur kol dan mentimun rata-rata sebanyak 1 gram per hari, ternyata bisa mengurangi angka kematian di suatu negara. Angka kematian virus Corona dengan mengkonsumsi kedua sayuran tersebut bisa turun antara 13,6 hingga 15,7 persen. Namun, faktor tersebut dinilai tidak berlaku pada sayuran lain seperti selada.
Jean Bousquet, profesor kedokteran paru di Universitas Montpellier di Perancis, yang memimpin penelitian itu mengatakan selada tidak bermanfaat melawan COVID-19. Studi ini belum peer-reviewed dan penelitiannya pun masih sangat terbatas di Eropa.
Turunnya angka kematian, jelas para peneliti, bisa saja dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya. Tetapi, temuan ini diyakini menjadi yang pertama melihat hubungan antara konsumsi sayur dengan angka kematian Corona.
"Nutrisi tidak boleh diabaikan sebagai faktor di balik kematian COVID-19," kata Bousquet, mengutip dari South China Morning Post, Kamis (23/7/2020).
Berdasarkan catatan para peneliti, beberapa negara seperti Belgia, Inggris, Spanyol, Italia, dan Prancis memiliki angka kematian akibat COVID-19 tertinggi di dunia. Mereka meyakini angka kematian di negara tersebut bisa saja dipengaruhi faktor lain, seperti pembatasan wilayah dan faktor iklim yang bervariasi. Tetapi ada satu faktor yang sama, sayuran seperti kubis atau kol dan mentimun bukanlah makanan yang banyak dikonsumsi di negara-negara tersebut.
Ren Guofeng, profesor nutrisi medis di Central South University di Changsa, mengatakan ada bukti kuat bahwa konsumsi sayuran bisa mempengaruhi faktor penyakit kronis. Tetapi, dia mencatat banyak hal yang tidak diketahui tentang virus Corona ini, ada kemungkinan faktor-faktor tidak terduga ikut berperan.
Menurutnya, jika manusia bisa menemukan kunci rahasia dalam makanan akan membantu untuk melawan Corona. Namun, belum ada cukup bukti untuk mendukung teori itu. Peneliti lain dari Institute Pasteur, Shanghai, mengatakan penelitian tersebut memiliki keterbatasan dan belum peer-reviewed. Hasil temuan ini harus ditanggapi dengan hati-hati dan menggunakan akal sehat ilmiah untuk menilainya.
Artikel Menarik Lainnya:
- Studi Terbaru, Pria Botak Berpotensi Tinggi Terkena Virus Corona
- Momen Prajurit Minta Izin Sebelum Tugas untuk Bertemu Pacar, Bikin Komandan Geleng Kepala
- Studi Terbaru, Penularan Virus Corona Lebih Berpotensi Terjadi di Rumah
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: