INDOZONE.ID - Lavender Marriage adalah pernikahan tanpa cinta, istilah yang menyoroti hubungan rumit antara jati diri dan persepsi publik. Sebagian orang memilih untuk menjalani pernikahan ini.
Kali ini, Indozone akan membahas bagaimana cinta dan identitas bertemu dengan realitas sosial, sering memunculkan keputusan yang tidak biasa.
Salah satunya Lavender Marriage, sebuah konsep yang terdengar asing namun memiliki cerita menarik didalamnya.
Lavender Marriage adalah sebuah ikatan pernikahan antara pria dan wanita yang mana setidaknya salah satu pasangan menjalani homoseksual, alias biseksual.
Secara historis, Lavender Marriage dipilih untuk menyembunyikan orientasi seksual mereka karena merasa tidak ada penerimaan di tengah masyarakat.
Istilah 'lavender' berarti warna yang bercampur dan secara tradisional dikaitkan dengan gender, melambangkan perpaduan dalam rangkaian ini.
Meski pernikahan ini umum dalam beberapa tahun terakhir ketika visibilitas dan penerimaan LGBTQ+ lebih rendah, pernikahan ini terus dilakukan karena berbagai alasan pribadi dan sosial, menyoroti interaksi kompleks antara jati diri dan persepsi publik.
Lavender Marriage sering terbentuk karena beban teradap ekspetasi publik, membuat serangkaian tantangan dan kenyataan yang unik.
Saat kita mempelajari hubungan ini, penting untuk memahami dampak yang ditimbulkan bagi mereka yang menjalani.
Orang-orang yang memilih pernikahan ini mungkin berjuang membedakan antara kepribadian di depan publik dan jati diri sesungguhnya.
Tantangan ini menyebabkan tekanan emosional yang mendalam, dampaknya bisa mengalami kecemasan, depresi, hingga krisis identitas.
Tekanan yang terjadi terus menerus ini bisa membahayakan kesehatan dan kesejahteraan mental secara menyeluruh, mengakibatkan hari-hari yang dijalani selalu terasa rumit.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Marriage.com