Sayuri dan bayi yang dilahirkannya lewat bank sperma. (Instagram @sayuriakon13)
Semakin ke sini, teknologi semakin maju. Dalam bidang reproduksi, teknologi memungkinkan manusia (dalam hal ini perempuan) untuk dapat melahirkan dan memiliki bayi tanpa pasangan laki-laki atau berhubungan seksual.
Ya, teknologi yang dimaksud adalah artificial insemination by donor atau yang biasa disingkat AID. Dalam bahasa Indonesia, istilah ini kurang lebih berarti 'inseminasi buatan lewat donor'.
Melalui AID, sperma dimasukkan ke dalam leher rahim perempuan penerima donor melalui jarum suntik. Donor (pendonor) yang memberikan spermanya harus melewati serangkaian uji kesehatan, terutama menyangkut penyakit yang mungkin akan diturunkan ke bayi yang nantinya akan dilahirkan.
Seorang laki-laki yang memiliki potensi pewaris penyakit tidak akan bisa menjadi donor sperma. Dengan kata lain, donor sperma haruslah pria yang benar-benar sehat dan memiliki kualitas sperma yang akan melahirkan keturunan yang "unggul"--baik itu unggul secara fisik dan lainnya. Usia donor sperma juga umumnya dibatasi antara 18 tahun hingga 35 tahun.
Oleh bank sperma, donor sperma biasaya diberikan hak untuk memilih menyembunyikan identitasnya (anonim) atau tidak. Selain itu, mereka juga dibolehkan untuk bertemu dengan "anak" mereka saat anak mereka telah berusia 18 tahun.
Secara umum, ada tiga jenis penerima donor sperma, yakni perempuan yang suaminya mandul atau tidak memiliki sperma, pasangan lesbian, dan perempuan lajang yang memutuskan untuk hidup tanpa pasangan.
Sama seperti donor sperma, penerima donor juga diberikan hak untuk menentukan donor sperma anonim atau non-anonim (diungkap identitasnya).
Secara garis besar, ada dua jenis jalur metode AID yang dapat dijalani oleh perempuan-perempuan tersebut, yakni melalui bank sperma resmi yang terlembagakan atau donasi sperma perorangan.
Di beberapa negara di luar Indonesia, terutama di sejumlah negara Eropa, AID bukanlah hal baru dan bahkan bukan hal tabu lagi. Menurut kabar yang beredar, sudah puluhan ribu orang lahir melalui metode AID ini.
Di Asia sendiri, beberapa negara yang membolehkan AID sejauh ini adalah Jepang, Malaysia, Singapura.
Di Jepang saja, mengutip informasi yang tertera dalam novel Kawakami Mieko berjudul 'Breasts and Eggs', sudah ada sekitar 10 ribu orang yang lahir dari metode AID. Kebanyakan mereka tidak pernah mengetahui siapa ayah biologis mereka, atau banyak dari mereka yang baru mengetahui ayah biologis mereka ketika orang tua yang merawat mereka sakit atau akan mati.
Sosok pesohor yang teranyar melalukannya adalah Sayuri, influencer asal Jepang di Korea Selatan yang terkenal lewat acara "Global Talk Show".
Tanpa suami atau pasangan laki-laki sama sekali, Sayuri hamil hingga melahirkan anak laki-laki yang ia beri nama Zen lewat metode AID pada Desember 2020 lalu. Ia memilih bank sperma yang ada di Jepang.
Perempuan bertubuh bugar itu pun kerap membagikan momen kesehariannya merawat sang anak melalui akun Instagram-nya @sayuriakon13.
"Saya harus mencintainya lebih dari ibu-ibu lain. Saya harap dia tidak merasa kesepian atau menginginkan sesuatu yang lebih meski tanpa ayah," ujar Sayuri saat hadir dalam acara reality show "The Return of Superman, Mei 2021 lalu.
Sayuri sendiri memutuskan hamil dan melahirkan anak lewat bank sperma karena dikejar waktu akibat penyakit ovarium.
"Saya cuma punya dua pilihan yang tersisa saat itu, segera menikahi pria yang tidak saya cintai dan mengupayakan bayi tabung, atau melahirkan dan membesarkan anak sendirian. Saya tidak sanggup memilih yang pertama," katanya dalam wawancara dengan KBS pada November.
Perempuan 42 tahun itu pergi ke Jepang karena hampir tidak mungkin perempuan lajang memiliki bayi tabung atau mengadopsi anak di Korea Selatan.
Di Korea sendiri, berdasarkan pedoman Korean Society of Obstetrics and Gynecology, inseminasi buatan hanya boleh dilakukan kepada pasangan suami istri.
"Saya tahu penting bagi seorang anak untuk punya ayah, tapi penting juga menerima hal yang berbeda. Saya menyayangi anjing piaraan saya. Kami tidak terhubung dengan darah, tapi kami adalah keluarga karena menghabiskan waktu bersama," demikian alasan Sayuri.
Apa yang dilakukan Sayuri dan keberaniannya untuk menunjukkannya ke hadapan publik menimbulkan pro dan kontra.
Kaum konservatif dan tradisional di Korea Selatan menyatakan bahwa apa yang dilakukan Sayuri dapat merusak konsep keluarga yang "pantas" dan mendorong bentuk-bentuk keluarga yang "menyimpang" dari pola perkawinan dan persalinan yang "normal".
Akan tetapi, tidak sedikit pula yang mendukung Sayuri dan mengatakan bahwa sudah saatnya mengubah konsepsi tentang melahirkan anak dan mendekonstruksi konsep keluarga.
Statistik terbaru menunjukkan bahwa semakin banyak orang Korea yang tidak menikah dan memiliki anak.
Di Indonesia, sejauh ini metode AID, bank sperma, dan semacamnya belum dapat dilakukan, atau lebih tepatnya "belum boleh" dilakukan.
Sejauh ini, yang boleh dilakukan hanyalah program bayi tabung dan itupun hanya pasangan suami-istri yang sah yang diperbolehkan, sesuai Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 serta PP tentang Kesehatan Reproduksi Nomor 41 Tahun 2014.
Hal utama yang membuat metode AID atau hamil lewat bank sperma ini tidak boleh dilakukan di Indonesia adalah benturan kepercayaan dalam agama dan tradisi.
Jika diskursus ini disodorkan ke tengah masyarakat di Indonesia secara umum, hampir bisa dipastikan akan muncul kalimat-kalimat seperti "itu dosa", "itu bertentangan dengan agama", atau "itu melanggar ketentuan yang Maha Kuasa", alih-alih permenungan filosofis seperti "bagaimana nanti nasib si anak tanpa ayah?", "apakah si anak akan bahagia jika tahu ia terlahir dengan cara demikian?" atau "apakah orang-orang yang memiliki anak lewat AID itu pernah berpikir bahwa mereka egois dan tidak memikirkan kemungkinan bahwa si anak tidak pernah ingin dilahirkan?".
Tak percaya? Coba saja.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: