Nella Susanti saat melakukan tes COVID-19 di AS. (Foto: Dokumen Nella via VOA Indonesia)
Amerika Serikat dikenal sebagai negara maju dan "unggul" dalam banyak hal. Bahkan oleh orang-orang Indonesia secara umum, utamanya yang bermental inlander, Negeri Paman Sam itu selalu dianggap lebih baik dibanding Indonesia.
Siapa sangka, kalau di negara yang kerap mengurusi urusan politik negara lain itu kini sedang langka layanan untuk tes COVID-19, terutama semenjak musim liburan Natal dan tahun baru usai.
Padahal, kekhawatiran akan meningkatnya kasus COVID-19 dan varian Omicron yang merebak cepat pascamusim liburan di Amerika Serikat mendorong banyak warga untuk melakukan tes COVID-19.
Mengutip laporan VOA Indonesia, hal tersebut menyebabkan antrean panjang hingga berjam-jam di berbagai klinik bagi orang yang ingin melakukan tes diagnostik PCR dan kelangkaan tes antigen rumahan yang biasa ditemukan di apotek-apotek di Amerika Serikat.
Bulan Desember lalu, seorang warga Indonesia, Nella Susanti, berkunjung ke Amerika Serikat khusus untuk menonton konser band K-Pop BTS di Los Angeles, sekaligus mengunjungi kakaknya yang tinggal di Washington, D.C.
Di akhir masa kunjungannya yang bertepatan dengan masa liburan di Amerika Serikat dan varian Omicron yang mulai merebak lebih cepat, warga Jakarta ini mengaku kesulitan mencari tes diagnostik PCR, baik yang berbayar maupun yang gratis, yang menjadi persyaratan untuk kembali ke Indonesia.
“Cuma ya, semua mau bayar atau enggak juga full. Yang termahal dari yang gratis, juga full di mana-mana,” ujar Nella kepada VOA.
Tes PCR bagi warga yang melakukan perjalanan internasional biasanya harus dilakukan 72 jam sebelum jadwal keberangkatan. Untuk memilih tes PCR khusus untuk orang yang ingin melakukan perjalanan internasional pun tidak boleh sembarangan, karena ada beberapa klinik yang tidak sesuai dengan standar negara tertentu.
Nella tidak menyangka kalau mencari tempat untuk tes PCR di Amerika ternyata lebih sulit jika dibandingkan dengan di Indonesia.
“Di Jakarta, karena tempat kan banyak untuk PCR test, ada paket yang 6 jam, 9 jam, 12 jam sampai 24 jam yang same day. Nah kalau di sini tuh enggak ada. Jadi pilihannya cuma same day, next day, two days, dan lainnya lah,” jelasnya.
Setelah mengunjungi sekitar 10 situs klinik yang menyediakan tes COVID-19, akhirnya Nella mendapatkan tes PCR gratis. Tetapi, ia harus rela antre hingga 7 jam.
“Jadi kita datang jam 10 (pagi). Ternyata, antre banget, baru dites jam 5 sore. Dan kita tidak boleh menunggu di dalam klinik, kita tunggu di dalam mobil. Lama banget. Ada beberapa orang yang marah-marah juga sih, kalau kita udah pasrah aja karena yang penting bisa dites PCR,” kata Nella.
Setelah berhasil melakukan tes PCR, Nella pun masih harus menunggu hasil yang tidak kunjung keluar, hingga hari keberangkatannya. Alhasil, ia pun harus mengubah jadwal kepulangannya.
“Jadi yang harusnya dua hari udah bisa keluar ini hampir empat hari baru keluar,” ujar Nella.
Karena hasil tes yang lalu sudah melebihi 72 jam, Nella pun harus kembali berburu tes PCR. Kali ini ia rela membayar hingga lebih dari 2 juta rupiah untuk mendapatkan hasil yang bisa keluar keesokan harinya.
“Ada sih yang lebih murah, kemarin ketemu websitenya di dekat sini, itu dia kalau 2 days itu 40 dolar, kalau next day itu 75. Tapi untuk sebulan ke depan itu full,” ceritanya.
Memang hal ini sudah menjadi risiko warga yang melakukan perjalanan internasional. Nella mengingatkan, selain harus melakukan karantina berhari-hari saat tiba di Indonesia, “jangan ngegampangin” tes PCR.
“Udah pasti kita punya tiket pulang kan? Kita udah harus booking untuk PCR test itu paling nggak 3 hari sebelum keberangkatan. Jadi kita enggak kelimpungan. Itu sih yang paling utama,” pesannya.
Berbeda dengan Nella, warga Indonesia lainnya, Gondan Puti Renosari yang tinggal di negara bagian Maryland terpaksa pulang ke rumah melihat antrean panjang saat hendak melakukan tes PCR yang diselenggarakan oleh pemerintah kota setempat, setelah merasa tidak enak badan dan adanya kemungkinan terjangkit virus corona.
“Antrenya sampai kayak ular. Ada kali 1000 orang antre berbaris, enggak di mobil. Jadi tambah riskan, kan? Mobil yang mau masuk ke lokasi testing center-nya sampai menghambat jalan umum. Aku langsung putar mobil dan pulang,” ceritanya.
Sebelumnya Gondan sudah sempat menjalani tes PCR di sebuah pusat tes COVID yang diadakan oleh kelompok masyarakat Asia setempat. Namun, walau tidak antre, hingga artikel ini ditulis, yaitu empat hari kemudian, hasil tesnya pun belum juga keluar.
Menanggapi warga yang kesulitan mendapatkan tes COVID, perawat asal Indonesia di Texas, Dita Nasroel Chas mengatakan, sebenarnya varian Omicron dapat terdeteksi dengan cepat lewat tes cepat rapid antigen.
“Jadi saya sarankan kepada teman-teman yang mau tes, enggak usah ikut antre dengan PCR, cukup rapid antigen, dan kalau positif, lalu baru minta PCRnya gitu. Karena kalau enggak tuh PCR itu jadi kebuang-buang buat tes positif negatif,” jelas Dita.
Dita kini bekerja di beberapa rumah sakit milik pemerintah daerah di Texas. Inilah yang juga dilakukan oleh rumah sakit tempat Dita bekerja. Pasien yang memiliki gejala COVID-19 biasanya akan diuji medis lewat tes antigen terlebih dahulu. Jika dirasa perlu pemeriksaan lebih lanjut, baru kemudian dilakukan tes PCR.
Pasalnya, sejak varian Omicron mulai menyebar pascamusim liburan, sangat sulit untuk mencari tes antigen rumahan yang biasa ditemukan baik di apotek dan supermarket di Amerika, mau pun di internet.
“Sebelum liburan Natal masih gampang untuk (mendapatkan) rapid antigen test home kit. Sekitar thanksgiving (red.akhir November) dapat (lewat) online dan masih banyak (di toko). Menjelang natal, sold out di mana-mana. Sempat dapat online, tapi cepat sold out lagi,” kata Quatrina Amirullah, warga Indonesia yang tinggal di negara bagian Virginia kepada VOA.
Inilah yang juga menjadi alasan Gondan melakukan tes PCR saat ingin memeriksakan diri, mengingat ia hanya memiliki 3 alat tes cepat antigen.
“Cuma cukup untuk sekali tes, padahal butuh 2-3 kali tes selama beberapa hari biar pasti atau yakin,” jelas Gondan.
“Aku sempat memantau online shop dari pagi sampai tengah malam semuanya out of stock. Kalau tiba-tiba ada yang in stock, waktu pengirimannya bisa sampai dua minggu. Harus rajin memantau online shops, karena kadang-kadang muncul persediaan, tapi biasanya enggak sampai 5 menit langsung ludes,” kata tambahnya.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: