Yulianto, petani selada keriting. (Z Creators/Ahmad Sugeng)
Masyarakat Suku Tengger di lereng Gunung Bromo mayoritas petani sayuran dan pelaku wisata. Lereng Gunung Bromo sendiri berada di ketinggian 1.500 mdpl sampai 2.000 mdpl dengan suhu udara rata-rata 10-20 derajat celcius.
Tanahnya subur sehingga sangat cocok untuk menanam sayur-mayur seperti, kubis, bawang, kentang, sawi dan lainnya. Salah satu petaninya adalah Yulianto. Ia menanam sayuran selada keriting atau Lactuca sativa.
Sejak masuk musim penghujan, Yulianto bersama dengan anaknya, Sondy mulai membuat bibit selada keriting. Ia menanam dengan cara bertahap agar hasil panennya juga bisa bertahap, seperti satu atau dua hari sekali.
“Pada awalnya menebar bibit selada keriting hanya sebanyak satu amplop saja dan itu sudah bisa menjadi sekitar kurang lebih 5.000 batang selada keriting,” ujar Yulianto.
Dengan metode bertahap ini juga bisa mempermudah perawatannya. Selain itu, risiko rusak dan terbuangnya hasil panen juga sedikit. Pria asal Desa Wonokerto ini juga memakai pupuk organik agar pengeluarannya lebih murah.
Harga selada keriting dijual dengan Rp10 ribu per kilogramnya. Setiap panen, Yulianto bisa mendapatkan untung Rp10 juta sampai Rp15 juta setelah dipotong biaya operasional.
“Setiap dua hari sekali sudah ada tengkulak yang datang mengambil hasil panen selada keriting. Setiap kali panen sedikitnya ada 2 hingga 5 kwintal selada keriting segar,” imbuhnya.
Peranan komoditas hortikultura ini berperan penting dalam pengembangan gizi masyarakat. Selada keriting merupakan tanaman sayuran yang memiliki kandungan gizi tinggi, warna, tekstur, serta yang banyak diminati.
Selada keriting termasuk dalam tanaman semusim yang dapat dibudidayakan di daerah dingin dan lembab, baik di dataran tinggi maupun rendah.
Tanaman yang berasal dari Mediterania dan Siberia ini biasanya tumbuh dengan ketinggian 15 sampai 30 sentimeter dan memiliki penyebaran 15 hingga 30 cm.
Tanaman ini muncul dengan berbagai bentuk dan tekstur, dari kepala selada bokor (iceberg) yang padat sampai daun selada berlekuk, bergigi, berenda, atau berkerut.
Enggak cuma itu, tanaman ini juga punya beraneka ragam jenisnya. Ada yang daunnya berwarna cerah, berwarna hijau, dan merah. Ada pula varietas memiliki daun kuning, keemasan, atau biru kehijauan.
Umumnya, selada dapat memakan waktu antara 35 sampai 65 hari, mulai dari penanaman hingga panen. Lamanya waktu panen juga tergantung pada jenis dan waktu.
Baca juga: Luar Biasa! Gunung Bromo Punya Jembatan Kaca Sepanjang 120 Meter, Berani Coba?
Jika untuk dikonsumsi, selada jarang dibiarkan matang. Karena jika selada dibiarkan mekar (bolting) menjadi pahit dan enggak bisa dapat dijual. Selada mekar lebih cepat dalam cuaca panas, sedangkan suhu beku membatasi pertumbuhan dan terkadang menyebabkan kerusakan pada daun luar.
Selada keriting cukup digemari oleh masyarakat Indonesia. Hal ini bisa dibuktikan dengan meningkatnya permintaan.
Selada keriting sendiri punya banyak manfaat, antara lain dapat memperbaiki organ dalam, mencegah panas dalam, melancarkan metabolisme, membantu menjaga kesehatan rambut, mencegah kulit menjadi kering, dan dapat mengobati insomnia. Kandungan gizi yang terdapat pada selada adalah serat, provitamin A (karotenoid), kalium, dan kalsium.
Budidaya selada mempunyai peluang pasar yang cukup menjanjikan, ditinjau dari segi harganya yang bagus serta banyaknya permintaan selada keriting. Banyaknya peluang dan kesempatan itulah menguntungkan itulah Yulianto membudidayakan tanaman ini.
Artikel menarik lainnya:
Bikin cerita serumu dan dapatkan berbagai reward menarik! Let’s join Z Creators dengan klik di sini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: