Ilustrasi dampak melihat video kecelakaan (Pixabay/Moore Media)
Kecelakan maut terjadi di Jalan Soekarno-Hatta, tepatnya di lampu merah Simpang Muara Rapak, Balikpapan, Kalimantan Timur, pada Jumat (21/1/2022) pagi.
Insiden itu melibatkan sebuah truk tronton yang menghantam sejumlah pengendara. Akibatnya empat orang tewas dan 14 lainnya mengalami luka-luka.
Ironisnya, detik-detik laka maut tersebut tersebar luas alias viral di media sosial. Bahkan, foto jenazah yang menjadi korban kecelakaan juga bisa diakses di Twitter.
Beredarnya video kecelakaan tentu bukan hal pertama yang terjadi. Masyarakat kita sudah berkali-kali dihadapkan dengan fenomena ini. Di mana saat ada kecelakaan, kerap kali videonya langsung viral dan ditonton jutaan orang.
Padahal perilaku menonton video kecelakaan bukanlah sesuatu yang baik. Melihat unggahan kecelakaan sama buruknya dengan menyebarkan video korban kecelakaan.
Baca juga: Bahayanya Minum Soda Setiap Hari, Bisa Tingkatkan Risiko Penyebab Kematian
Perilaku ini sangat tidak mencerimina rasa kemanusiaan. Bahkan bisa membuat seseorang menjadi taruma.
Hal ini sebagaimana yang dikutip dari laman Myerslegal, bahwa menurut American Psychological Association kecelakan dapat menjadi penyebab utama seseorang mengalami Post-traumatic stress disorder (PTSD) yaitu masalah kesehatan mental yang membuat penderitanya terus mengalami kecemasan.
Itu mengapa sangat tidak baik bagi korban apabila vidio insiden kecelakanya tersebar dan ditonton oleh jutaan orang.
Selain itu, mereka juga bisa terkena gangguan depresi mayor (MDD), yaitu masalah kesehatan mental lain yang umum terjadi pada korban kecelakaan dan masyarakat umum.
Ya bukan hanya pada korban, masyarakat yang menyaksikan video kecelakan juga bisa mengalami gangguan psikis seperti trauma.
“Pengalaman traumatis itu sendiri ada dua yaitu trauma primer dan trauma sekunder,” kata Stefani Virlia Dosen Psikologi Klinis Universitas Ciputra saat mengudara di program Kelana Kota Suara Surabaya, beberapa waktu lalu.
Stefani menjelaskan, trauma primer adalah trauma yang dialami secara langsung oleh mereka yang menjadi korban atau dalam hal ini adalah keluarganya.
Sementara trauma sekunder yaitu mereka yang tidak mengalami secara langsung tapi menyaksikannya, sehingga timbul kecemasan dan kekhawatiran yang bisa jadi membawa dampak buruk. Dampak buruk tersebut akan semakin parah terutama kepada anak dan remaja karena belum bisa membedakan mana yang betul dan salah.
Oleh sebab itu, Stefani menilai orang yang membagikan foto atau video kecelakaan harusnya sadar apa yang dilakukannya bisa menyakiti banyak orang. Sebab seharusnya ia berempati dengan kondisi yang terjadi. Namun yang dilakukannya malah bertolak belakang dan jauh dari rasa manusiawi.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: