Kategori Berita
Media Network
Selasa, 26 APRIL 2022 • 16:16 WIB

COVID-19 di China Semakin Ganas, Warga Beijing Timbun Makanan, Marah karena Lockdown Terus

Warga Beijing, China berbelanja makanan instan di sebuah supermarket, di antara rak-rak makanan yang mulai kosong akibat diserbu warga yang menimbun makanan dan kebutuhan harian lainnya. (Reuters)

Kota Beijing, China, sedang dalam keadaan siaga setelah 10 siswa sekolah menengah dinyatakan positif COVID-19 pada akhir pekan lalu. 

Pejabat kota meliburkan sekolah itu selama seminggu setelah hasil tes positif pada Jumat (22/4/2022), demikian dilansir VOA Indonesia.

Antrean panjang tampak di pasar-pasar swalayan di pusat kota. Pembeli mengambil beras, mie, sayuran dan produk lainnya, sementara pekerja toko bergegas mengisi kembali rak-rak yang kosong.

Seorang wanita, Zhang, membawa dua tas penuh sayuran, telur, dan pangsit beku. Dia ingin membeli "sedikit" lebih banyak dari biasanya, cukup untuk bertahan sekitar satu minggu, untuk konsumsi dua orang dalam rumah tangganya. 

"Kami khawatir jika layanan logistik terputus, pasokan tidak akan memenuhi permintaan kami," ujarnya.

Liang, ayah dari seorang putri usia dua tahun, mengatakan ia tidak khawatir akan terjadi lockdown di Beijing, tetapi ia perlu berjaga-jaga untuk keluarganya.

"Saya tidak khawatir. Keluarga saya meminta saya untuk menyiapkan stok makanan lebih banyak, jadi saya turuti saja karena kami punya anak."

Pembeli lain mengungkapkan tidak tahu harus menimbun apa. Ia membeli bahan pangan yang mudah disimpan, sayuran, dan camilan untuk anak-anak.

Juga dilaporkan bahwa Beijing Senin mulai melakukan tes massal terhadap jutaan penduduknya dan menutup kawasan perumahan dan bisnis di tengah perebakan COVID-19.

Warga dan pelaku perjalanan ke distrik tengah Chaoyang, tempat 10 siswa sekolah menengah dinyatakan positif COVID-19 pada akhir pekan, serta distrik-distrik di sekitarnya pada Senin diminta melakukan tes virus corona. Sebagian penduduk di Chaoyang yang lebih dekat dengan sekolah itu diminta untuk tetap di rumah sampai hasil tes virus corona mereka keluar.

Walaupun hanya lebih dari 40 kasus ditemukan dari lebih 21 juta penduduk kota itu sejak wabah muncul Jumat, pihak berwenang telah menerapkan langkah-langkah ekstrem untuk mencegah penyebaran virus lebih lanjut.

China melakukan kebijakan "nol-COVID" yang ketat bahkan dalam menghadapi varian omicron yang sangat menular. 

Makin Ganas

Seorang pekerja yang menggunakan APD berjalan di samping orang-orang yang mengantre untuk mengambil tes asam nukleat di tempat pengujian darurat COVID-19 di Beijing, China, 25 April 2022. (REUTERS/Carlos Garcia Rawlins)

Beijing mulai menguji jutaan warganya dan menutup kawasan-kawasan perumahan dan bisnis, Senin (25/4), di tengah wabah baru COVID-19.

Sementara hanya lebih dari 40 kasus telah ditemukan di kota berpenduduk lebih dari 21 juta itu sejak wabah muncul Jumat, pihak berwenang telah menerapkan langkah-langkah ekstrem untuk mencegah penyebaran virus lebih lanjut.

Semua warga tinggal di rumah dan menimbun makanan sebagai perlindungan terhadap kemungkinan bahwa mereka dapat terkurung di rumah mereka, seperti yang terjadi di beberapa kota lain, termasuk pusat keuangan Shanghai.

Ibu Kota China, Beijing, mulai menguji jutaan warganya dan menutup kawasan-kawasan perumahan dan bisnis, Senin (25/4), di tengah wabah baru COVID-19.

Warga dan pendatang ke distrik pusat Chaoyang, tempat 10 siswa sekolah menengah dinyatakan positif COVID-19 selama akhir pekan, serta distrik-distrik tetangganya diminta untuk melakukan tes virus corona pada hari Senin (25/4).

Beberapa warga di distrik Chaoyang yang lebih dekat dengan sekolah diminta untuk tetap di rumah sampai hasil tes virus corona mereka keluar.

Anyang, sebuah kota di China tengah, dan Dandong, yang berbatasan dengan Korea Utara, juga memberlakukan lockdown karena varian omicron yang menyebar luas.

Perbatasan-perbatasan China sebagian besar tetap tertutup karena respons pemerintah yang keras terhadap wabah COVID-19. Dampak pandemi terhadap ekonomi mulai dirasakan banyak kota di Tiongkok.

Warga Marah karena Lockdown Terus

Warga China melampiaskan kemarahan mereka terkait ketatnya penerapan lockdown dan sensor yang dilakukan pemerintah kota secara online.

Kebijakan karantina wilayah Shanghai secara penuh dilakukan pada awal April, meskipun banyak orang telah dikurung di rumah mereka lebih lama dari itu. Warga mulai merasakan tekanan terkait penguncian tersebut.

Kota itu, yang memerangi wabah virus corona terbesar di China sejauh ini, melaporkan 12 kematian akibat COVID-19 pada Jumat (22/4), naik dari 11 kasus pada hari sebelumnya.

Para pasien yang meninggal rata-rata berusia 88 tahun, kata pemerintah Shanghai.

Di media sosial, warganet berjuang melawan sensor terkait video berdurasi enam menit yang berjudul "Voice of April", sebuah montase suara yang direkam selama wabah COVID di Shanghai.

Menelusuri gedung pencakar langit Shanghai yang sunyi, video tersebut berisi tentang keluhan warga tentang kurangnya pasokan makanan dan obat-obatan, serta aksi keras otoritas kota.

Semua referensi langsung ke film tersebut telah dihapus dari layanan microblogging Weibo pada Sabtu (23/4) pagi, meskipun beberapa komentar yang mengkritik penyensoran tersebut tetap ada.

Banyak warga yang diingatkan tentang kemarahan yang meletus di media sosial dua tahun lalu setelah kematian seorang dokter bernama Li Wenliang, yang ditegur oleh polisi karena membagikan informasi "palsu" tentang penyakit menular baru mirip SARS di Wuhan pada akhir 2019. Namun ia akhirnya menghembuskan nafas akibat COVID-19.

Jumlah kasus COVID di luar area karantina di Shanghai mencapai 218 pada Jumat (22/4), turun dari 250 kasus pada hari sebelumnya.

Terdapat 20.634 infeksi baru tanpa gejala di kota itu, meningkat dari 15.698 pada Kamis (21/4). Total kasus baru yang bergejala mencapai 2.736, naik dari 1.931 pada 21 April, menurut data resmi.

China belum memproduksi vaksin jenis mRNAnya sendiri, dan memilih untuk tidak mengimpor vaksin yang dikembangkan di luar negeri.

Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan oleh Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit China pada Jumat (22/4), para ahli medis di kota timur laut Jilin, lokasi wabah baru-baru ini, mengatakan vaksin China sejauh ini efektif, meskipun varian baru COVID-19 yang muncul tetap tidak dapat diprediksi.

Artikel Menarik Lainnya:

Kasus Covid-19 di China Tembus Rekor Capai Lima Digit, Varian Baru Ditemukan di Suzhou

Panic Buying Melanda China Saat Beijing Berlakukan Penguncian Massal Menyusul Shanghai

Kematian Akibat COVID-19 di Shanghai Menanjak, Rata-Rata yang Meninggal Belum Divaksin

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber:

BERITA TERBARU

COVID-19 di China Semakin Ganas, Warga Beijing Timbun Makanan, Marah karena Lockdown Terus

Link berhasil disalin!