Ilustrasi subvarian Omcicron BA.2.75.
Di tengah meningkatnya kasus COVID-19 akibat BA.4 dan BA.5, para ahli mulai mewanti-wanti varian baru ‘keturunan' Omicron subvarian BA.2, yakni BA.2.75.
Subvarian ini telah terdeteksi di beberapa negara dan disebut-sebut menjadi salah satu biang kerok kenaikan kasus COVID-19.
Menurut Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban, saat ini BA.2.75 sedang diawasi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
“Salah satu subvarian yang sedang diawasi WHO adalah BA.2.75, dijuluki Centaurus. Subvarian ini dianggap amat menular dan tersebar di 10 negara. Namun belum ada bukti kuat akan membawa kita ke hari-hari tergelap dari pandemi—seperti sebelumnya,” tulis Zubairi dalam utasnya di akun Twitter pribadi yang dikutip Sabtu (16/7/2022).
Lebih lanjut, dia menyebut WHO sebenarnya tidak memberikan nama resmi untuk BA.2.75. Namun varian ini dikenal juga dengan julukan Centaurus, yaitu makhluk berwujud manusia setengah kuda dalam mitologi Yunani.
Baca juga: Waduh! Belum Selesai COVID-19, Kini Muncul 'Bakteri Baru' dari Kura-Kura di Wuhan China
BA.2.75 ini juga masih dalam pengawasan sehingga belum ada bukti yang menunjukkan bahwa infeksinya dapat menyebabkan gejala atau penyakit parah.
"Bahkan beberapa ahli menyebut BA.2.75 itu subvarian paling tidak mematikan," sambung Zubairi.
Namun sejauh ini, subvarian yang pertama kali terdeteksi di India tersebut sudah menyebar di 10 negara termasuk Australia, Kanada, Jepang, Jerman, Selandia Baru, Inggris dan AS.
Salah satu subvarian yang sedang diawasi WHO adalah BA.2.75, dijuluki Centaurus. Subvarian ini dianggap amat menular dan tersebar di 10 negara--namun belum ada bukti kuat akan membawa kita ke hari-hari tergelap dari pandemi—seperti sebelumnya.
— Zubairi Djoerban (@ProfesorZubairi) July 14, 2022
Berikut poin-poin tentang BA.2.75:
Lantas bagaimana dengan Indonesia?
Zubairi meyakinkan saat ini BA.2.75 belum ditemukan di Tanah Air. Sehingga masyarakat tidak perlu khawatir.
Selain itu, kasus di berbagai negara juga terhitung masih sedikit.
"Rasanya tidak [perlu khawatir]. Hanya ada sekitar 70 kasus BA.2.75 yang tercatat di seluruh dunia dan belum ada data yang menyatakan subvarian ini menyebabkan infeksi yang lebih serius ketimbang Omicron awal," ungkapnya.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: