INDOZONE.ID - Politeknik memiliki sejarah panjang yang berkaitan erat dengan kebutuhan pengembangan pendidikan vokasi, khususnya untuk mendukung pertumbuhan industri dan ekonomi nasional.
Dalam konteks ini, politeknik memegang peran penting dalam sistem pendidikan vokasi, yakni menyediakan tenaga kerja terampil yang sangat dibutuhkan oleh berbagai sektor industri.
Peran ini semakin krusial dalam memanfaatkan bonus demografi yang dimiliki Indonesia dan dalam menyongsong visi Indonesia Emas 2045.
Baca Juga: Sempat Viral, Mahasiswa di Indonesia Ini Gemparkan Beasiswa yang Bermodalkan Hidup Hemat
Di Indonesia, politeknik terdiri dari dua jenis, yaitu politeknik negeri yang dikelola oleh pemerintah, dan politeknik swasta yang dikelola oleh pihak swasta melalui yayasan atau perkumpulan.
Keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu ikut mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan amanat undang-undang.
Namun, politeknik swasta seringkali harus berjuang lebih keras untuk bertahan dan berkembang, meski memiliki potensi besar dalam membantu menyelesaikan masalah ketenagakerjaan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Menurut data Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDIKTI) per Oktober 2024, terdapat 223 politeknik swasta yang tersebar di seluruh Indonesia.
Jumlah ini menunjukkan bahwa politeknik swasta memainkan peran penting dalam mendukung program pemerintah untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan melalui pendidikan berbasis keterampilan.
Namun, politeknik swasta masih menghadapi berbagai tantangan yang memerlukan dukungan lebih dari pemerintah.
Tantangan Politeknik Swasta
1. Keterbatasan Pendanaan
Politeknik swasta tidak mendapatkan subsidi pemerintah seperti politeknik negeri, sehingga harus mengandalkan biaya operasional dari mahasiswa dan dukungan industri.
Pendidikan vokasi membutuhkan investasi besar, terutama untuk fasilitas praktikum, teaching factory, dan teknologi mutakhir.
Tanpa dukungan pendanaan yang memadai, politeknik swasta sering kesulitan untuk memenuhi standar industri.
2. Sumber Daya Manusia (SDM)
Dosen di politeknik swasta tidak hanya dituntut memiliki kualifikasi akademik, tetapi juga pengalaman praktis dan sertifikasi kompetensi.
Namun, program pemerintah untuk meningkatkan kualitas pengajar belum sepenuhnya menjangkau politeknik swasta.
Keterbatasan dana juga membuat sulit untuk mempertahankan dosen berkualitas yang mungkin lebih tertarik pada insentif di sektor lain.
3. Akses Kerja Sama dengan Industri
Kerja sama antara politeknik swasta dan dunia industri masih lemah.
Banyak politeknik swasta kesulitan menjalin kemitraan strategis dengan perusahaan besar untuk mendapatkan dukungan seperti CSR, program beasiswa, atau penempatan kerja bagi alumni.
Sementara politeknik negeri lebih mudah mendapatkan akses ini.
4. Stigma terhadap Politeknik Swasta
Politeknik swasta sering kali dianggap sebagai pilihan terakhir bagi calon mahasiswa.
Stigma ini berkontribusi pada rendahnya minat masyarakat untuk melanjutkan pendidikan di politeknik swasta, yang dianggap kurang prestisius dibandingkan dengan perguruan tinggi lainnya.
5. Persaingan dengan PTN dan Pendirian Prodi Vokasi di PTN Akademik
Regulasi mengenai PTN-BH dan PTN-BLU telah membuat politeknik swasta semakin sulit bersaing dalam mendapatkan mahasiswa baru.
Perguruan tinggi negeri (PTN) kini memiliki keleluasaan untuk membuka program studi vokasi, yang menyebabkan politeknik swasta harus bersaing dengan PTN yang memiliki daya tarik lebih kuat bagi calon mahasiswa.
6. Instrumen Akreditasi yang Tidak Sesuai
Penilaian akreditasi politeknik swasta masih menggunakan pendekatan akademik yang tidak sepenuhnya relevan untuk pendidikan vokasi.
Misalnya, syarat publikasi ilmiah atau kualifikasi dosen S3 sering kali menjadi beban bagi politeknik swasta, yang seharusnya lebih berfokus pada pendekatan vokasional.
Pentingnya Keberpihakan Negara
Dalam menghadapi berbagai tantangan ini, politeknik swasta memerlukan keberpihakan yang nyata dari negara.
Pemerintah perlu mengimplementasikan kebijakan yang inklusif dan mendukung politeknik swasta dalam beberapa aspek, antara lain:
- Subsidi dan Insentif: Pemberian subsidi khusus untuk pengembangan fasilitas praktikum dan infrastruktur pendidikan vokasi.
- Kerja Sama dengan Industri: Fasilitasi dalam menjalin kemitraan strategis dengan sektor industri untuk CSR, beasiswa, dan penempatan kerja.
- Peningkatan Kompetensi Dosen: Perluasan akses terhadap program pelatihan dan sertifikasi bagi dosen di politeknik swasta.
- Kampanye Positif untuk Politeknik: Pemerintah perlu mengubah stigma masyarakat dengan mencitrakan politeknik sebagai pilihan pendidikan yang setara dengan perguruan tinggi lainnya, seperti kampanye SMK Hebat yang sukses.
- Review Penerimaan Mahasiswa Baru di PTN: Pemerintah harus mengatur kuota maksimal penerimaan mahasiswa baru di PTN agar tidak merugikan politeknik swasta.
Baca Juga: Ada Lagi Program Beasiswa untuk Kuliah S1, Cek di Sini untuk Dapetinnya!
Dengan kebijakan yang mendukung, politeknik swasta memiliki potensi besar untuk mendongkrak kualitas pendidikan vokasi dan meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia di pasar global, terutama dalam rangka mencapai visi Indonesia Emas 2045.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Press Release