INDOZONE.ID - Pada 27 November 2024, Indonesia akan menggelar Pilkada Serentak di 37 provinsi.
Kampanye semakin memanas dengan maraknya baliho, spanduk, dan debat antar calon kepala daerah yang bertujuan untuk menarik perhatian dan dukungan masyarakat.
Namun, di balik dinamika pilkada yang penuh warna ini, muncul fenomena yang cukup kompleks, yaitu fanatisme politik.
Definisi dan Dampak Fanatisme
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), 'fanatisme' diartikan sebagai keyakinan atau kepercayaan yang terlalu kuat terhadap suatu ajaran, baik itu politik, agama, atau hal lainnya.
Fenomena ini sering kali dianggap negatif karena mereka yang fanatik cenderung sulit menerima perbedaan pendapat.
Bahkan, mereka juga bisa berperilaku agresif terhadap orang atau kelompok yang berbeda pandangan.
Menurut Frank Chouraqui, dalam artikelnya “Fanaticism as a Worldview”, fanatisme muncul dari keyakinan bahwa konsistensi dalam kepercayaan tidak dapat berdampingan dengan moderasi.
Seorang fanatik, menurutnya, akan melihat moderasi sebagai kelemahan atau bahkan hipokrisi.
Dalam pandangan ini, perbedaan dianggap sebagai oposisi, yang menambah intensitas polarisasi dan ketegangan sosial.
Baca Juga: Ini Dia Gaji Anggota KPPS di Pilkada 2024, Santunan Mulai Rp10Juta hingga Rp36 Juta
Namun, tidak semua pandangan melihat fanatisme dalam perspektif negatif.
Kalmer Marimaa, dalam artikel “The Many Faces of Fanaticism”, menyebutkan bahwa fanatisme bisa menjadi motivasi positif bagi individu untuk berdedikasi pada apa yang mereka percayai dengan ketekunan tinggi.
Menurutnya, fanatisme bisa menjadi inspirasi bagi orang lain untuk berkomitmen pada tujuan yang sama, sehingga menciptakan kelompok yang solid dengan keyakinan yang serupa.
Dalam konteks ini, fanatisme dapat memicu perubahan sosial, meskipun arah perubahan tersebut belum tentu selalu positif.
Fanatisme dalam Konteks Pilkada
Dalam konteks Pilkada Serentak 2024, fanatisme politik bisa muncul dalam bentuk dukungan yang membabi buta terhadap calon tertentu, tanpa mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan mereka secara objektif.
Ketika hal ini terjadi, seseorang mungkin akan cenderung menutup mata terhadap perbedaan pendapat dan lebih memilih untuk terlibat dalam pertikaian dengan pendukung calon lain.
Fenomena ini, yang sering kali mengarah pada polarisasi, dapat berpotensi memecah belah masyarakat.
Fanatisme politik yang berlebihan juga dapat menghambat diskusi sehat dan saling pengertian antar pihak yang berbeda pandangan.
Tanpa adanya ruang untuk berdialog, konflik bisa berkembang menjadi destruktif, bahkan mengancam stabilitas sosial dan politik.
Terlebih lagi, dengan menggunakan media sosial sebagai sarana kampanye, penyebaran informasi yang tidak terverifikasi atau hoaks semakin memperburuk polarisasi, memicu pertikaian, dan meningkatkan ketegangan antar kelompok.
Kelebihan dan Kekurangan Fanatisme
Fanatisme pada dasarnya adalah bagian dari sifat manusia, yang dapat membentuk pola pikir dan perilaku tertentu.
Dalam beberapa kasus, fanatisme dapat memperkuat rasa solidaritas dan kebersamaan di dalam suatu kelompok yang memiliki keyakinan atau tujuan yang sama.
Namun, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, fanatisme juga bisa membuat seseorang menjadi tertutup terhadap perspektif lain, bahkan mengarah pada ekstremisme yang berpotensi merusak harmoni sosial.
Menyikapi Fanatisme dengan Bijak
Dalam menghadapi fenomena fanatisme, masyarakat perlu belajar untuk menyikapinya dengan bijaksana.
Toleransi, penghargaan terhadap perbedaan, dan dialog konstruktif adalah kunci untuk menjaga keseimbangan dalam kehidupan bermasyarakat.
Baca Juga: Bentuk Kepedulian Sosial Kepada Masyarakat, Divisi Humas Polri Gelar Jumat Berkah di 73 Titik
Pilkada seharusnya menjadi momen untuk merayakan demokrasi, bukan untuk menambah polarisasi.
Oleh karena itu, sangat penting untuk mendekati proses politik dengan sikap terbuka dan menghargai pandangan orang lain.
Penting juga untuk mengingat bahwa fanatisme tidak hanya terjadi dalam konteks politik atau agama, tetapi bisa muncul dalam berbagai aspek kehidupan manusia, baik itu olahraga, seni, atau bahkan dalam kehidupan sehari-hari.
Selama kita dapat mengelola dan mengarahkan fanatisme ini ke arah yang positif, maka potensi perubahan sosial yang dihasilkannya bisa membawa dampak yang lebih besar bagi kemajuan masyarakat.
Sebagai masyarakat yang semakin terhubung dan terinformasi, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan berpendapat dan menghargai perbedaan.
Pilkada 2024 bisa menjadi ajang untuk menunjukkan kedewasaan berdemokrasi, di mana keberagaman pandangan politik dihargai, dan persatuan bangsa tetap menjadi prioritas utama.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Chouraqui, F. (2019). Fanaticism As A Worldview.