Rabu, 20 NOVEMBER 2024 • 21:20 WIB

Unik, Perhitungan Jam Jawa Kuno 1 Jam Setara 90 Menit

Author

Ilustrasi jam pasir.

INDOZONE.ID - Di Jawa perbedaan antara hari yang paling panjang dan paling pendek tidak melebihi waktu satu jam. Dimana pun itu, fajar dan senja selalu sekitar pukul enam.

Hal ini tercantum dalam buku Kalangwan: Sastra Jawa Kuno, Selayang Pandang karya Zoetmoelder yang terbit pada 1983.

Hal ini berbeda dari sekarang, dengan waktu satu hari dibagi menjadi 24 jam.

Berdasarkan sumber-sumber Jawa Kuno, satu hari dibagi-bagi menjadi dua bagian yang sama panjang, yaitu masing-masing terdiri atas 8 ghatita (kurun waktu) atau tabuh.

Hal ini terhitung sejak matahari terbit (jam 6 pagi) dan juga sejak matahari terbenam (jam 18.00).

Dengan perhitungan itu, berartu bahwa satu jam Jawa Kuno sama dengan 90 menit menurut hitungan waktu yang sekarang kita kenal. 

Baca Juga: Apa Itu Jam Koma yang Viral di TikTok pada Kalangan Gen Z?

Salah satu contohnya terdapat dalam kitab Sutasoma, saat menceritakan bagaimana pangeran muda secara diam-diam meninggalkan Keraton pada “tabeh pat muni”, tabuh 4 (menjelang jam 12 tengah malam), “ketika para pengawal telah tertidur dan bunyi gamelan telah senyap".

Penyair atau biasa disebut Rakawi, menyadari bahwa saat-saat dalam sehari, mampu untuk memenuhi karakteristik tertentu sehingga mempertegas penggambaran sifat dan nuansa dalam syairnya.

Fajar, sore hari, malam purnama, sering disebut dan lebih dominan di antara waktu-waktu yang lain, seakan mengikuti kadar cahaya yang ada di langit.

Para penyair Jawa Kuno memiliki rumusan baku ketika mereka berbicara tentang hal-hal yang terjadi di malam hari.

Misalnya, mereka mungkin menentukan apakah rembulan muncul dengan cahaya terang dan sinar bintang atau hanya dengan cahaya redup.

Malam gelap (tilem) menjelang bulan muda biasanya dikaitkan dengan kematian dan upacara untuk orang yang telah meninggal.

Pandangan ini tampaknya menjadi dasar yang kuat untuk cerita terperinci tentang malam, ketika Aswatama menyerbu Abimanyu.

Dalam Bharatayuddha, malam tilem berubah menjadi malam yang penuh dengan kematian.

Baca Juga: 4 Tips Mengatur Waktu yang Efisien: Simak, agar 24 Jam Terasa Cukup!

Namun, sistem Pranatamangsa masyarakat agraris lebih sering digunakan untuk mengatur waktu dan penanggalan dalam satu tahun.

Diduga, "kalender" Pranatamangsa selalu terpasang di rumah para petani kaya di masa Jawa Kuno.

Ini biasanya ditulis atau diukir pada papan kayu, tetapi juga mungkin digambar pada kain.  

Meskipun dalam batas-batas tertentu "kalender" tampaknya hanya diwarisi oleh Bali, yang kini disebut kalender Tika.

Kalender Tika, biasanya memuat gambar simbol-simbol yang hanya dimengerti oleh penyusunnya.

Ini karena simbol-simbol yang disampaikan melalui tulisan, ukiran, atau gambar sangat berbeda satu sama lain.

Juga karena simbol-simbol tersebut hampir tidak pernah sama di antara daerah-daerah tertentu, tergantung pada kreativitas lokal dan lingkungannya.

Banner Z Creators Undip.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Kalangwan: Sastra Jawa Kuno, Selayang Pandang

TERPOPULER
TAG POPULER
BERITA TERKAIT
BERITA TERBARU
Tentang Kami Redaksi Info Iklan Kontak Pedoman Media Siber Kode Etik Jurnalistik Pedoman AI dari Dewan Pers Karir