INDOZONE.ID - Sebuah kisah inspiratif datang dari Universitas Oxford yang kini menjadi perbincangan hangat di media sosial.
Seorang dosen matematika dari universitas ternama ini mengambil langkah tak biasa dengan menolak tepuk tangan dari mahasiswa sebagai bentuk penghargaan setelah menyelesaikan kuliah tentang "Introduction to Complex Numbers."
Alih-alih menerima aplaus, sang dosen meminta mahasiswanya untuk menunjukkan apresiasi dengan cara yang lebih bermakna, yaitu membantu mengumpulkan sampah ketika petugas kebersihan datang.
Keputusan ini tak hanya menarik perhatian, tetapi juga mengajarkan nilai penting tentang kesetaraan dan kolaborasi.
Baca Juga: Universitas Diponegoro Kukuhkan 3 Guru Besar Baru, Kompak Mengupas Kekayaan Sejarah Indonesia
Tepuk Tangan yang Ditolak, Makna yang Ditonjolkan
Dalam video viral yang diunggah akun Instagram @studentnesia, bersumber dari kanal YouTube @Oxford Mathematics, dosen tersebut menjelaskan alasannya menolak tepuk tangan.
Menurutnya, tepuk tangan yang sering dianggap sebagai bentuk apresiasi sebenarnya dapat menciptakan jarak yang tidak diinginkan antara pengajar dan mahasiswa.
Sikap ini mencerminkan pendekatan pendidikan yang lebih demokratis, di mana hubungan antara pengajar dan mahasiswa berfokus pada kolaborasi.
Ia ingin mahasiswa melihat dosen bukan sebagai figur otoritatif yang harus dihormati secara berlebihan, tetapi sebagai rekan pembelajar yang sama-sama terlibat dalam proses pendidikan.
Mengubah Apresiasi Menjadi Aksi Nyata
Sebagai gantinya, dosen Oxford tersebut mendorong mahasiswanya untuk menunjukkan rasa terima kasih mereka dengan cara yang lebih bermanfaat seperti membantu petugas kebersihan mengumpulkan sampah di ruang kelas.
Langkah ini mengingatkan mahasiswa untuk menghargai peran penting setiap individu, termasuk mereka yang bekerja di balik layar seperti petugas kebersihan.
Pendekatan ini juga menjadi refleksi tentang pentingnya pendidikan yang melibatkan empati, kesadaran sosial, dan tanggung jawab kolektif.
Baca Juga: Sejarah dan Profil UNDIP, Perjalanan Menjadi Kampus Terkemuka di Indonesia
Reaksi Mahasiswa dan Publik
Langkah inovatif ini menuai beragam reaksi dari mahasiswa dan warganet.
Banyak yang mengapresiasi ide tersebut sebagai cara untuk mengubah cara pandang terhadap penghormatan dalam dunia pendidikan.
Di media sosial, video ini menjadi viral dengan banyak komentar positif.
Namun, ada juga yang mempertanyakan langkah tersebut, dengan alasan bahwa tepuk tangan adalah tradisi umum dalam menunjukkan rasa hormat.
Menghapus Hierarki, Membangun Dialog
Keputusan dosen ini sejalan dengan tren global yang mendorong perubahan paradigma dalam pendidikan.
Hierarki kaku yang selama ini mendominasi hubungan antara pengajar dan mahasiswa perlahan mulai ditinggalkan.
Dalam konteks ini, dosen Oxford tersebut mencoba membangun suasana kelas yang inklusif dan dialogis.
Pendekatan ini tidak hanya relevan dalam pendidikan tinggi, tetapi juga memberikan pelajaran penting tentang bagaimana manusia dapat saling menghormati tanpa perlu membedakan status atau peran.
Pendidikan sebagai Alat Perubahan Sosial
Langkah sederhana ini mengingatkan bahwa pendidikan memiliki potensi untuk menjadi alat perubahan sosial.
Dengan menekankan pentingnya aksi nyata, seperti membantu petugas kebersihan, ajaran dosen ini menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan tidak hanya tentang teori, tetapi juga tentang bagaimana nilai-nilai kemanusiaan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Baca Juga: Keren dan Unik! Guru Besar Sejarah Nembang Jawa saat Pidato Pengukuhan Guru Besar Undip 2023
Kisah dosen Oxford menolak tepuk tangan ini menjadi contoh bagaimana institusi pendidikan ternama seperti Universitas Oxford tidak hanya fokus pada prestasi akademik, tetapi juga pada pengembangan karakter dan nilai-nilai kemanusiaan.
Melalui tindakan sederhana ini, sang dosen mengajarkan bahwa penghargaan sejati tidak selalu datang dalam bentuk tepuk tangan, melainkan dari aksi nyata yang memberikan dampak positif bagi orang lain.
Semoga pendekatan ini menjadi inspirasi bagi dunia pendidikan di mana pun untuk menciptakan suasana pembelajaran yang lebih inklusif, kolaboratif, dan penuh empati.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: YouTube, Instagram