Minggu, 26 FEBRUARI 2023 • 13:50 WIB

Mengapa Remaja Senang Merekam Aksi Kekerasan: Contohnya Kasus Mario Dandy Aniaya David

Author

Tersangka Mario Dandy yang menganiaya David (17) di kawasan Ulujami, Pesanggrahan, Jakarta.. (ANTARA/Luthfia Miranda Putri)

Muncul video kekerasan yang dilakukan Mario Dandy yang dengan kejam menganiaya korbannya, David Latumahina hingga koma. Ini adalah satu di antara klip yang beredar di media sosial. Lalu, mengapa banyak remaja yang senang merekam aksi kekerasan?

Dalam video penganiayaan Mario Dandy terhadap David, kabar yang beredar menyebutkan bahwa A—pacar Mario—adalah perekam klip tersebut. Namun, fakta yang diungkap kepolisian hasilnya berbeda.

Baca Juga: Jabatan Ayah Dicopot, Mario Dandy yang Aniaya Anak di Bawah Umur Kini Di-DO Kampus

Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Ade Ary Syam mengatakan A sama sekali tidak merekam penganiayaan Mario Dandy Satriyo terhadap David.

"Tidak, saksi A tidak ikut merekam kejadian tersebut," kata Ade.

Menurut Ade, video itu direkam oleh satu orang yaitu Shane Lukas (19).

"Berdasarkan pengumpulan fakta-fakta, barang bukti, kemudian alat bukti, hanya tersangka S yang merekam kejadian itu," ungkap Ade Ary.

Mario Dandy berpose di Jeep Rubicon. (Ist)

 

Para ahli mengatakan masalah ini relatif baru, yang dapat berdampak pada kesehatan mental remaja.

“Ini adalah masalah baru,” kata Dr. Victor Fornari, kepala psikologi anak dan remaja di Northwell Health, Amerika Serikat mengutip NY Post, Minggu (26/2/2023). 

“Ini adalah fenomena yang hanya terjadi pada era smartphone,” tambahnya.

Ingin Perhatian?

Pada November 2022 lalu, viral di media sosial video penganiayaan yang dilakukan enam pelaku berseragam sekolah kepada seorang nenek.

Akhirnya Polres Tapanuli Selatan berhasil menangkap menangkap enam pelajar pelaku penganiayaan yang videonya sempat viral itu.

Keenam pelajar tersebut menendang seorang wanita lansia dengan cara ditendang dan dipukul menggunakan kayu. Salah satu dari mereka justru merekam daripada membantu nenek yang menjadi korban penganiayaan tersebut.

“Mereka ingin tahu berapa banyak like hit yang mereka dapatkan, berapa banyak orang yang melihatnya,” kata Fornari.

Otak Masih Berkembang

Jadi apa yang akan memaksa seseorang untuk memfilmkan pertemuan kekerasan daripada membantu?

Direktur Youth, Media and Wellbeing Research Lab di Wellesley College Dr. Linda Charmaraman, mengatakan sering kali para remaja itu tidak mengetahui mana hal yang benar untuk dilakukan.

“Otak remaja masih berkembang. Hal-hal seperti kontrol impuls dan perkembangan moral. Bahkan mereka mungkin tidak berpikir apa yang terjadi itu bahaya nyata,” kata Charmaraman, yang telah mempelajari bagaimana media sosial memengaruhi otak remaja.

“Orang-orang menjadi peka,” tambahnya. 

“Kami mendengar dan melihat hal-hal mengerikan setiap hari sekarang di media sosial dan berita,” lanjut Dr. Linda.

Dampak Jangka Panjang

Tetapi Fornari memperingatkan bahwa fenomena ini dapat berdampak pada remaja di tahun-tahun mendatang.

Baca Juga: Lihat Kondisi Terkini David di RS, Sri Mulyani Ungkap Penganiyaan Kejam Mario Dandy

"(Dampaknya bisa) gangguan stres, PTSD, dan perkembangan kecemasan, depresi, dan penyalahgunaan zat di masa depan," kata dia.

“Anak muda pada usia ini mudah dipengaruhi,” kata Fornari. 

“Menyaksikan dan menonton kekerasan semacam ini dapat membekas dalam pikiran mereka dan menyebabkan gangguan yang signifikan pada bulan-bulan setelah peristiwa tersebut dan sepanjang hidup,” pungkasnya.

Artikel Menarik lainnya:

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: