Senin, 17 OKTOBER 2022 • 14:51 WIB

Hati-hati! Penderita DBD Berisiko Lelah Berkepanjangan

Author

Ilustrasi seseorang yang merasa demam karena penyakit DBD. (Freepik)

Musim penghujan mulai memasuki di sejumlah wilayah Indonesia. Salah satu penyakit yang perlu diwaspadai saat musim penghujan adalah demam berdarah dengue (DBD).

Dokter spesialis penyakit dalam dari Rumah Sakit Dr. Cipto Mangungkusumo, Dr dr Erni Juwita Nelwan, PhD, SpPD, K-PTI mengatakan, ada risiko lelah berkepanjangan pada pasien demam berdarah dengue dengan infeksi yang berat.

"Ada gejala-gejala yang muncul akibat infeksi demam berdarah yang berat. Maka ada fase pemulihan yang berjalan perlahan, sehingga menimbulkan gejala rasa lelah yang berkepanjangan," ucap Erni dikutip dari Antara, Senin (17/10/2022).

Baca Juga: Selain DBD, Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan juga Harus Diwaspadai saat Pancaroba

Studi dari peneliti di Malaysia dalam The American Society of Tropical Medicine and Hygiene menunjukkan, kelelahan tersebut dapat bertahan selama beberapa minggu setelah pemulihan.

Kelelahan itu, bisa mengakibatkan penurunan kapasitas untuk bekerja, umumnya terjadi selama tahap akut demam berdarah. Demam berdarah menyebabkan demam tinggi yakni 40 derajat Celcius.

Selain itu, penyakit DBD ini diketahui dari gejala seperti sakit kepala, nyeri otot, tulang atau sendi, mual dan muntah, sakit di belakang mata, serta muncul ruam di kulit.

Baca Juga: Masyarakat Diminta Waspadai Siklus Pelana Kuda pada Penderita DBD, Apa Itu?

Kebanyakan pasien dapat pulih dalam waktu seminggu atau lebih. Tetapi, dalam beberapa kasus, gejala bisa memburuk dan dapat mengancam jiwa.

Jika itu terjadi, penyakit ini disebut demam berdarah parah, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue. Demam berdarah yang parah terjadi ketika pembuluh darah pasien menjadi rusak dan bocor, serta jumlah trombosit dalam aliran darah turun.

Kondisi ini dapat ditandai adanya sakit perut parah, muntah terus-menerus, pendarahan dari gusi atau hidung, ada darah dalam urine, tinja, atau muntah. Lalu, adanya perdarahan di bawah kulit yang mungk0in terlihat seperti memar, pernapasan yang sulit atau cepat dan kelelahan.

Erni mengatakan, pada pasien dengan kondisi komorbid seperti diabetes, darah tinggi dan asma, dapat mengalami perjalanan penyakit yang lebih berisiko dibandingkan pasien tanpa penyakit penyerta.

Baca Juga: Indonesia Catat 87.501 Kasus DBD dan 816 Orang Meninggal Dunia, Masyarakat Diminta Waspada

"Ada komorbid, maka bisa membuat dokter yang merawat akan lebih deg-degan dan harus berhati-hati dalam memantau sehari-hari pemberian cairan, perdarahan, gejalanya," katanya.

Hingga saat ini, belum ada obat untuk demam berdarah termasuk antivirus. Dokter biasanya akan memberikan pengobatan sesuai gejala semisal memberikan cairan cukup bila tekanan darah pasien turun.

Kemudian dokter akan mengatasi perdarahan yang terjadi, dan memberikan obat-obatan simtomatik sampai pasien DBD bisa pulih.

"Angka kesakitan tinggi menyebabkan orang harus dirawat di rumah sakit. Akan sulit bekerja dengan suhu yang tinggi. Atau saat kondisinya membaik, tetapi lemas sekali karena tensinya terlalu rendah," tutur Erni.

Baca Juga: Seperti COVID-19, Pasien DBD dengan Komorbid Juga Wajib Rawat Inap, Ini Alasannya!

Terkait pencegahan kondisi menjadi lebih berat, saat ini tersedia vaksin dengue yang dapat diberikan pada usia dewasa, tanpa harus terlebih dulu memeriksakan kadar antibodi. Vaksin ini nantinya merangsang antibodi untuk mengenali virus.

"Sehingga lebih cepat mengatasi penyakitnya. Vaksin tidak membuat kebal tetapi membuat sakit menjadi lebih ringan. Dengan memberikan vaksinasi, kita harapkan kejadian infeksi yang menjadi berat akan turun," imbuh Erni.

Artikel Menarik Lainnya:

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: