Masalah terkait adanya obat sirup yang tercemar etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG), membuat Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) ikut terseret. BPOM bahkan dilaporkan Komunitas Konsumen Indonesia ke PTUN.
Menanggapi hal itu, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Penny K Lukito, mengatakan, gugatan hukum melalui PTUN atas kasus obat sirup mengandung zat kimia berbahaya, sebagai langkah yang salah.
"Tapi salah sekali ya, melakukan gugatan ke PTUN itu, karena tidak paham mereka. Salah sekali," ucap Penny K Lukito dikutip dari Antara, Jumat (18/11/2022).
Baca Juga: Bareskrim Tetapkan 2 Korporasi Sebagai Tersangka Kasus Gagal Ginjal Akut
Menurut Penny, kejadian gagal ginjal akut yang dikaitkan dengan sejumlah produk obat sirup tercemar EG dan DEG, terjadi pada satu periode. Di mana saat itu sedang terjadi kelangkaan bahan baku.
Hal itu membuat oknum pemasok bahan baku obat sirup, memanfaatkan situasi dengan memasarkan produk yang diduga tercemar EG/DEG yang melampaui ambang batas, kepada sejumlah produsen obat lewat jalur industri kimia biasa.
"Jadi kelihatannya, ada satu periode di mana ada kelangkaan, kemudian karena itu pemasokannya bukan melalui perusahaan besar farmasi, tetapi melalui jalur industri kimia biasa, ya masuklah mereka," katanya.
Menurut Penny, oknum tersebut mengoplos dan memalsukan bahan baku pengencer Propilen Glikol (PG) menggunakan EG/DEG yang terlarang di Indonesia.
"Jadi ada satu industri farmasi menerima satu batch bahan pelarut yang terdiri dari tiga drum, dua drumnya kami cek, memenuhi persyaratan 0,1 persen EG dan DEG-nya (ambang batas aman), satunya lebih dari 90 persen kandungannya, bayangkan itu, artinya itu memang pelarut EG dan DEG," tuturnya.
Baca Juga: PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Jadi Tersangka Kasus Obat Sirup
Penny mengatakan, oknum tersebut juga memalsukan label produsen multinasional bahan baku obat sirup Dow Chemical untuk mengelabui produsen.
"Ternyata terbukti, dilakukan pengoplosan pencampuran dan kami lihat juga labelnya disebutkan Dow Chemical. Tapi pada label Chemical-ya (abjad) M-nya dua, terus Dow Chemical Thailand. Kami cek, enggak ada itu ya, harusnya itu Dow Chemical AS, tapi dipalsukan," ujarnya.
Selain aspek kejahatan, kata Penny, ditemukan pula adanya dugaan kelalaian yang dilakukan sejumlah industri farmasi, yang selama ini memenuhi ketentuan dalam pemanfaatan ambang batas aman zat kimia pelarut obat sirup.
"Perusahaan itu patuh melakukan pegujian dan mereka mendapatkan (bahan baku), mereka mengembalikan, dan itu tercatat. Sehingga akhirnya, produk mereka aman. Jadi aspek kelalaian dari industri yang tidak melakukan ketentuan Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB)," ujarnya.
Baca Juga: Daftar Terbaru Obat Sirup yang Boleh dan Dilarang dari Kemenkes
Penny mengatakan, setiap produsen obat punya kewajiban untuk melakukan uji mutu dan keamanan terhadap bahan baku secara mandiri, sebagai bagian dari izin edar yang diberikan BPOM.
"Pengujian mutu terhadap bahan pelarut atau bahan baku yang mereka terima dari produsen, dari distributor, harus selalu dicek," katanya.
Sebelumnya, Komunitas Konsumen Indonesia menggugat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI ke PTUN Jakarta pada 11 November 2022, terkait dugaan kelalaian pada kasus obat sirup tercemar zat kimia berbahaya.
Gugatan itu terdaftar dengan nomor perkara 400/G/TF/2022/PTUN.JKT. BPOM dituduh melanggar asas kecermatan karena menyampaikan informasi publik yang dianggap berubah-ubah terkait daftar obat sirup yang tercemar EG/DEG.
Kejaksaan Agung telah menyiapkan jaksa pengacara negara untuk mendampingi BPOM. Hal ini untuk menghadapi gugatan terkait kasus obat sirup pemicu gagal ginjal akut pada anak, di PTUN Jakarta.
Upaya menyiapkan jaksa pengacara negara (JPN) ini, dibahas dalam pertemuan antara Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dengan Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito yang berlangsung tertutup, di Menara Kartika Adhyaksa, Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Rabu (16/11/2022).
Artikel Menarik Lainnya:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: