Gaya Hidup Sehat Dianggap Bisa Bantu Menurunkan Risiko Hipertensi Tanpa Ketergantungan Obat-obatan
INDOZONE.ID - Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (INASH) mengajak masyarakat untuk menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap individu yang tidak menjalani pola hidup sehat.
Hal ini dianggap bisa membantu menurunkan risiko terjadinya hipertensi. Bahkan tanpa ketergantungan dengan obat-obatan.
Dr. BRM. Ario Soeryo Kuncoro, Sp.JP(K), FIHA, Sekjen InaSH memaparkan, hipertensi tidak hanya peperangan bagi orang dewasa ataupun lansia. Tidak jarang, dalam praktik dokter sehari-hari, hipertensi juga bisa ditemui pada pasien anak-anak, remaja, usia produktif, hingga ibu hamil.
"Hipertensi pada anak dan remaja merupakan masalah kesehatan yang perlu kita perangi, karena insidensi, tingkat morbiditas, dan tingkat mortalitasnya semakin substansial," ujarnya.
Peningkatan angka kejadian hipertensi pada anak dan remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain peningkatan kejadian obesitas, anak kurang beraktivitas, terlalu banyak bermain gadget, asupan makanan yang tinggi kalori, tinggi garam.
"Bagi remaja, konsumsi minuman yang mengandung alkohol dan kafein, kebiasaan merokok, stres mental, dan kurang tidur, juga memicu hipertensi. Jika sudah terkena hipertensi saat usia muda, maka sampai dewasa mereka akan menjalani hidup dengan pengobatan hipertensi, serta memperbesar risiko penyakit kardiovaskular pada masa dewasa," sambungnya.
Pada anak-anak dengan riwayat lahir secara prematur, kalau berat lahir kurang dari 2500 gram, atau riwayat dirawat di ruang perawatan intensif/ICU, memerlukan pemeriksaan tekanan darah lebih dini lagi.
Sedangkan hipertensi pada usia muda atau usia produktif dapat memengaruhi 1 dari 8 orang dewasa berusia antara 20 dan 40 tahun. Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran tensimeter sebesar 10,7% pada kelompok usia 18–24 tahun dan 17,4% pada kelompok 25–34 tahun.
Baca Juga: 5 Jenis Obat Anti-Hipertensi dan Cara Kerjanya
Akan tetapi, data SKI 2023 juga menerangkan bahwa berdasarkan diagnosis dokter
kelompok umur 18-24 prevalensi hipertensi sebesar 0,4% dan kelompok umur 25-34 sebesar 1,8%.
Kesenjangan antara angka kejadian berdasarkan tensimeter dan diagnosis dokter perlu menjadi perhatian. Ini memunculkan dugaan bahwa banyak anak muda yang kurang aware terhadap indikasi dari hipertensi, sehingga tidak melanjutkan pengobatan ke dokter meskipun angka tensimeternya tinggi.
"Hipertensi pada usia muda perlu menjadi perhatian khusus, karena seperti diketahui, hipertensi tidak bisa disembuhkan total, tetapi hanya dapat dikontrol. Jika sudah menderita hipertensi di usia muda, maka akan terjadi penurunan kualitas hidup saat dewasa hingga lansia," tambahnya.
Perubahan Gaya Hidup Sehat Bisa Membantu Menurunkan Risiko Hipertensi
Beberapa perubahan gaya hidup sehat dianggap bisa membantu menurunkan risiko tekanan darah tinggi tanpa ketergantungan dengan obat-obatan.
Hal ini mungkin sulit untuk dilakukan oleh kebanyakan orang, padahal, langkah ini paling sederhana untuk dilakukan.
"Jadi sebetulnya sih, hal yang sederhana namun susah dikerjakan ya. Yang jelas sih olahraga secara teratur, menjaga pola makan, karena hipertensi ini pengaruhnya cukup besar apalagi dengan konsumsi garam," ujar dr. Ario Soeryo saat diwawancarai Indozone saat jumpa pers di kawasan Jakarta Selatan, pada Jumat (21/2/2025).
Dr. Ario mengungkapkan mengenai jenis olahraga teratur yang bersifat kardio. "Olahraga teratur yang sifatnya memperbaiki fungsi pembuluh darah. Bahwa pentingnya berolahraga yang dinilai aman dan kemudian memiliki manfaat terhadap kesehatan dari pembuluh darah atau kesehatan kardiovaskular," katanya.
Diutamakan olahraga yang bersifat ritmik, dilakukan 3-4 kali dalam seminggu, minimal 30-40 menit. Nah, dr. Ario juga menyarankan sifat olahraga yang dilakukan itu bersifat kardio, entah itu bentuknya berjalan kaki atau bersepeda.
Makanan yang Harus Dihindari Penderita Hipertensi
Perlu diketahui bagi penderita hipertensi untuk memperhatikan pola makan, pastikan tubuh kamu ternutrisi dengan asupan bergizi yang seimbang. Hindari jenis makanan yang mengandung garam berlebih, karena hal itu bisa meningkatkan tingginya tekanan darah.
"Rata-rata makanan yang memiliki kadar garam yang cukup tinggi sebetulnya, jadi saya rasa mungkin yang perlu kita tekankan adalah bagaimana kita membaca label makanan itu dengan baik ya. Karena sebetulnya yang kita harapkan bahwa produk-produk makanan memiliki atau secara detail mengungkapkan kandungan makanannya seperti apa," ujar dr. Ario.
Sehingga kita bisa lebih aware lagi terhadap makanan yang kita makan, "Karena di kota-kota besar seperti Jakarta ini tidak terbebas dari makanan yang disajikan oleh orang lain atau makanan yang mudah dibeli (gofood). Tapi saya rasa ini penting menurut saya untuk menekankan pentingnya kandungan yang ada di dalam makanan itu sendiri," tambahnya.
Dr. Ario lebih lanjut menyampaikan untuk penderita hipertensi bisa mengonsumsi makanan yang baik seperti seledri, karena beberapa tahun belakang, pernah dibuat upaya meningkatkan makanan profesional.
"Jadi memang ada beberapa jenis makanan yang tidak meningkatkan tekanan darah naik, bahkan bisa mengontrol tekanan darah," paparnya.
Apakah Minum Kopi Bisa Meningkatkan Tekanan Darah Tinggi?
Penelitian tidak mengklaim bahwa meminum kopi bisa menyebabkan tekanan darah naik, namun kalau diminum secara berlebihan, akan berpengaruh pada hipertensi.
"Kalau kopi saya rasa kalau secara umum studinya udah ada bahwa kopi tidak ada impact terhadap penyakit jantung jangka panjang. Namun tidak boleh berlebihan, itu yang berlebihan memang gak oke ya," ujarnya.
Kopi tidak ada efek peningkatan tekanan darah secara jangka panjang, hanya sesaat saja. Tetapi, nanti dia akan turun lagi, tapi disclaimernya dokter menyarankan harus kopi 'hitam'.
Baca Juga: 5 Jenis Obat Anti-Hipertensi dan Cara Kerjanya
Kemudian, perlu diingat untuk penderita hipertensi agar memperhatikan jenis obat yang bisa menaikkan tekanan darah, contohnya seperti stimulan.
"Jadi sebetulnya ada tipe obat tertentu yang bisa menaikkan tekanan darah, seperti steroid, jadi orang-orang yang mengonsumsi steroid apalagi jangka panjang akan berisiko menaikkan tekanan darahnya, atau obat-obatan tadi seperti stimulan ya," sambungnya.
Namun, kalau misalnya sudah terdiagnosis hipertensi, dan membutuhkan obat, obatnya tidak boleh distop. Jadi, yang bisa menurunkan dosis atau menghentikan obat adalah konsultasikan dulu ke dokter.
"Karena lebih baik minum obat ketimbang tanpa obat, obat itu tidak akan mengganggu ginjal, obat itu justru akan melindungi organ termasuk ginjal. Karena obat ini akan membawa tekanan darah menjadi normal, kalau dia lepas obatnya, maka tensinya akan naik lagi, maka risiko untuk komplikasi akan lebih tinggi lagi, jadi lebih baik dia minum obat dibandingkan tanpa obat," ujar dr. Kum.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Liputan Langsung