Kategori Berita
Media Network
Kamis, 24 APRIL 2025 • 13:15 WIB

Bukan Insinyur atau Dokter, Kini Influencer Jadi Tolak Ukur Sukses di Era Digital?

Ilustrasi influencer.

INDOZONE.ID - Di tengah perkembangan media sosial, influencer perlahan menggeser ilmuwan dan profesional sebagai panutan generasi muda, benarkah influencer menjadi tolak ukur sukses di zaman sekarang?

Jika dulu profesi seperti dokter, insinyur, atau PNS dianggap sebagai capaian “Sukses”, kini banyak generasi muda yang mencita-citakan sosok influencer sebagai panutan utama dalam meraih kesuksesan.

Bukan hanya karena gaya hidup yang glamor, penghasilan besar dan popularitas tapi juga karena pengaruh besar di media sosial. Fenomena ini menjadi tanda perubahan persepsi makna sukses oleh sebagian besar masyarakat.

Media sosial memberi panggung bagi siapa saja untuk berkembang dan tenar tanpa harus memiliki gelar sarjana atau karir yang baik.

Baca Juga: 5 Bahaya Toxic Positivity yang Jarang Disadari, Apa Saja Ya Kira-kira?

Influencer dinilai sukses karena personal branding yang kuat, menghasilkan uang dengan endorsement dan afiliasi, juga menjalani hidup yang terlihat bebas dan menyenangkan.

Banyak orang terutama generasi muda memandang bahwa keberhasilan seorang influencer terasa lebih nyata dan menarik, karena prosesnya yang cepat dibanding pekerjaan konvensional yang membutuhkan proses panjang dan berliku seperti dokter dan insinyur.

Tentunya fenomena ini membawa standarisasi baru tentang sukses yakni terkenal, menarik dan memiliki pengaruh digital. Namun standar ini juga bisa mempengaruhi cara individu melihat dirinya sendiri dan diri orang lain.

Berlomba-lomba untuk menampilkan “versi terbaik” di media sosial demi validasi. Akibatnya munculah tekanan sosial untuk tampil sempurna yang seringkali mengorbankan keaslian dan kesehatan mental.

Baca Juga: 40 Kata-kata Semangat Hidup yang Bikin Kamu Pantang Menyerah

Kekhawatiran lain juga muncul karena profesi berbasis ilmu seperti guru, dokter, ilmuwan bisa bergeser karena dianggap kurang menarik di media sosial.

Selain itu, dominasi konten yang menarik sensasi saja tanpa memiliki nilai didalamnya bisa menurunkan kualitas ruang publik digital.

Meskipun prosesnya terlihat mudah, tidak semua orang mampu untuk menjadi influencer. Menjadi influencer membutuhkan modal, keberuntungan dan daya tarik tertentu. Sehingga standar ini bisa dibilang tidak realistis dan juga tidak inklusif.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Jurnal

BERITA TERKAIT
BERITA TERBARU

Bukan Insinyur atau Dokter, Kini Influencer Jadi Tolak Ukur Sukses di Era Digital?

Link berhasil disalin!