Ilustrasi orang minum alkohol (Freepik/drobotdean)
Lingkungan serta gaya hidup menjadi faktor risiko terjadinya kanker kolorektal. Kanker ini diketahui menyerang jaringan usus besar (kolon) dan usus paling bawah sampai anus (rektum).
Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia (YKI), Prof. Dr. dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, KHOM, FINASIM.
Dr Aru menjelaskan, 94 persen faktor risiko kanker kolorektal terjadi karena faktor lingkungan, kebiasaan dan gaya hidup.
"95 persen dari faktor risiko itu ada di lingkungan, kebiasaan, serta gaya hidup kita, dan terutama pada kanker kolorektal adalah bahan-bahan (makanan) yang dimasukkan ke dalam usus kita," kata dr Aru dalam diskusi daring, Rabu (12/4/2023).
Baca juga: Wanti-wanti Pakar IDI Soal Bedak Tabur Johnson & Johnson Picu Kanker Ovarium
Menurutnya, saat ini gaya hidup masyarakat Indonesia sudah hampir sama dengan gaya hidup negara maju. Ini terlihat dari berkurangnya rempah-rempah dan serat yang dikonsumsi dalam makanan sehari-hari.
Padahal, serat dan rempah-rempah seperti jahe dan kunyit dapat mengurangi risiko kanker di usus besar.
Selain itu, faktor penyebab kanker kolorektal lainnya ialah konsumsi makanan tinggi lemak, termasuk daging merah secara berlebihan. Kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol juga menjadi penyebabnya.
Gejala kanker kolorektal menurut Aru di antaranya nyeri pada perut, berat badan turun, merasa lemah berlebihan, buang air besar berdarah, dan adanya perubahan pola buang air besar.
"Perubahan pola buang air besar ini yang kadang-kadang terjadi sebelum ada gejala-gejala lainnya," ujarnya.
Saat ini kasus kanker kolorektal naik dengan amat pesat, termasuk di kalangan usia muda karena gaya hidup yang tidak sehat.
Baca juga: 3 Bahaya Kenakan Pakaian Baru yang Belum Dicuci, Bisa Picu Kanker
Kanker kolorektal juga menyerang usia muda di Amerika Serikat, kata Aru. Sehingga batas usia skrining turun dari 50 tahun menjadi 45 tahun.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa kanker kolorektal menempati peringkat keempat dari total kasus kanker di Indonesia pada 2018.
Sedangkan menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, kanker kolorektal merupakan dua besar kasus kanker yang paling banyak menyerang pria dengan tingkat insidensi 15,9 per 100.000 orang dan tingkat kematian 10,8 per 100.000 kasus.
Masalahnya, kata Aru, 70 persen dari pasien kanker kolorektal baru berkonsultasi ke dokter ketika mereka sudah memasuki stadium tiga bahkan empat.
Padahal, penanganan kanker kolorektal akan semakin mudah dan efektif jika ditemukan lebih awal melalui deteksi dini, di antaranya dengan metode pemeriksaan kondisi anus, DNA feses, kadar CEA dalam darah, tes darah samar pada feses, dan penapis tumor M2-PK dari feses.
Artikel Menarik Lainnya:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: