Kamis, 14 NOVEMBER 2024 • 12:19 WIB

Turut Menjaga Lingkungan, Begini Cara Kawasan IMIP Kendalikan Emisi dari Hulu ke Hilir

Author

Kawasan IMIP Kendalikan Emisi dari Hulu ke Hilir.

INDOZONE.ID - Kawasan industri Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), di Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng), ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional dan Objek Vital Nasional pada 2019 lalu.

Sejak itu, citra kawasan IMIP pun menjadi sorotan publik. kawasan ini telah banyak menarik investasi dan bertumbuh sebagai salah satu area industri terintegrasi terbesar di Asia Tenggara.

Kawasan IMIP Kendalikan Emisi dari Hulu ke Hilir.

Nah, telah ada 54 perusahaan penyewa (tenant) di kawasan industri IMIP yang luasnya mencapai 4.000 hektare. 

Sekadar informasi, para perusahaan penyewa itu mengandalkan eksplorasi dan pengelolaan sumber daya mineral terpendam, terutama nikel, yang menjadi bahan baku operasional.

IMIP pun berkomitmen dalam pembangunan berkelanjutan global dengan standar ESG (Environmental, Social and Governance). 

Baca Juga: KLHK Dapat Penghargaan IdeaAward 2024, Harap Generasi Muda Mulai Lakukan Penyelamatan Lingkungan

Untuk mewujudkan kawasan industri yang “hijau, aman, inklusif, bertanggung jawab, dan berkelanjutan”, IMIP pun menempuh berbagai langkah komprehensif.

Perusahaan di kawasan IMIP, pun menerapkan strategi pengendalian emisi udara yang mencakup dua aspek, demi mengendalikan dampak operasional industri. Apa saja?

  1. Dari segi hulu atau praoperasional industri, ditempuh dengan upaya mengurangi emisi gas karbon. 
  2. Pengendalian emisi gas lain dan debu partikulat pada tahapan produksi atau hilir operasional industri.

Emisi Karbon dari Smelter

Sebagai kawasan industri, PT IMIP menerapkan beberapa upaya untuk mengurangi emisi karbon dari produksi di smelter.

Hal ini antara lain berupa penerapan teknologi terbarukan untuk proses transportasi bahan baku dan bahan jadi, substitusi batubara, penghijauan, dan pengembangan pembangkit listrik bertenaga mikro hidro (PLTMH).

Sejumlah kendaraan transportasi dan alat berat penunjang produksi di kawasan IMIP, sebagian telah beralih menggunakan daya listrik. 

Ini sebagai wujud komitmen perusahaan menerapkan transisi menuju praktik industri hijau yang lebih ramah lingkungan, seperti motor dan mobil listrik untuk mobilisasi di sekitar kawasan.

Tahun ini juga telah dioperasikan sebanyak 28 unit dump truck listrik dan 10 wheel loader listrik, yang digunakan sebagai pengangkut material bahan baku produksi, seperti butiran kokas, ore nickel, dan batu bara. 

Environmental Supervisor PT IMIP, Johannes Febrianto menyatakan, penyediaan kendaraan alat berat listrik tersebut purwarupa (pilot project) dari program energi baru terbarukan yang diinisiasi oleh PT IMIP bersama PT Dexin Steel Indonesia (DSI). 

Lebih lanjut, menurut Johannes, secara bertahap, kedua unit alat berat listrik akan ditambah jumlahnya pada tahun depan. 

Nah, penerapan moda transportasi listrik ini ditaksir mampu mengurangi emisi karbon sebanyak 9.245 ton per tahun, atau setara dengan efek pengurangan karbon dari penanaman 8.000 bibit pohon.

Terkait itu, proses produksi mengutamakan upaya pengurangan emisi karbon yang salah satunya dengan langkah substitusi batu bara. Artinya, kata Johannes, untuk dapat mengurangi jumlah emisi yang dihasilkan dalam proses pengolahan, dilakukan substitusi batu bara dengan kualitas yang lebih baik. 

Substitusi batu bara yang berupa “co-firing” merupakan salah satu praktik implementasi transisi energi yang menggunakan bahan biomassa pada rasio tertentu.

Di luar produksi bahan baku, cara pengurangan emisi karbon yang telah dilakukan PT IMIP adalah melakukan penghijauan secara rutin di seluruh kawasan IMIP. 

Data Environmental Department PT IMIP mencatat, lahan yang sudah ditanami tanaman penyerap karbon hingga Oktober 2024 seluas 420.274.475 meter persegi, dengan jumlah tanaman sebanyak 10.197 pohon.

Baca Juga: Viral, Aksi Sekelompok Pemuda di Sumenep Bersihkan Sungai Penuh Sampah, Netizen : Pahlawan Lingkungan

“Meskipun aktivitas emisi karbon hasil pembuangan produksi jauh lebih besar, daya serap karbon dapat dioptimalkan melalui fungsi penanaman pohon,” kata Johannes. 

Sementara itu, pengurangan emisi karbon juga diinisiasi oleh PT IMIP, dengan merencanakan pembangunan PLTMH demi langkah transisi teknologi pembangkit listrik yang sebelumnya bersumber dari tenaga uap.  

Secara teknis penerapannya, PLTMH mengandalkan masukan energi primer berupa aliran massa air. Dengan begitu, PLTMH dibangun untuk mengurangi pemakaian energi fosil menjadi energi terbarukan dan mengurangi emisi karbon.

“Ke depan, pembangunan PLTMH ini ditujukan menambah suplai daya listrik di kawasan IMIP, terutama area BINAR dan nurseri,”  ungkap Johannes.

Pengendali Emisi Debu Partikulat

Emisi berupa pelepasan gas karbon dioksida (CO2) ke atmosfer terutama dihasilkan oleh kegiatan manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil (batu bara, minyak, dan gas) untuk energi, transportasi, dan proses industri.

Jika dibiarkan berlangsung dalam waktu lama, emisi ini berkontribusi pada pemanasan global dan perubahan iklim. Di samping emisi zat CO2, SO2 (sulfur dioksida), dan NO2 (nitrogen dioksida), zat yang juga patut dikendalikan adalah partikulat (PM10).  Ini merupakan partikel udara berukuran lebih kecil dari 10 mikrometer atau lebih kecil.

Maka dengan dasar pemahaman berkesadaran lingkungan, upaya mengendalikan dampak emisi terus dijalankan oleh IMIP beserta para perusahaan penyewa, yang beroperasi di dalam area industri ini. 

Johannes menekankan, setiap perusahaan penyewa yang dalam operasional usaha produksinya menghasilkan emisi, wajib mengendalikan emisi. Ini sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Lalu apa saja perangkat teknologi pengendali emisi yang dapat ditemukan di dalam Kawasan Industri IMIP? 

  1. Flue Gas Desulfurization

Beberapa tenant di kawasan IMIP menggunakan alat pengendalian berupa Flue Gas Desulfurization, antara lain di industri pembangkit listrik dan industri kokas. 

SO2 akan terbentuk selama proses pembakaran dan terwujud sebagai gas buang (flue gas). Sulfur trioksida (SO3) juga akan ada jika temperatur pembakaran melebihi 800oC.

Flue Gas Desulfurization merupakan teknologi baru guna mengendalikan emisi SO2 sebelum dilepas ke atmosfer. Prinsip kerjanya, gas buang yang berasal dari proses pembakaran sebelum dibuang melalui cerobong dimasukkan ke dalam mesin Flue Gas Desulfurization

Baca Juga: Tau Enggak Sih Perayaan Kelulusan Menggunakan Banner dapat Mencemari Lingkungan, Begini Penjelasannya!

Selanjutnya, proses pembersihan dalam mesin ini dengan menyemprotkan larutan kapur atau Ca(OH)2. Kemudian pemberian larutan kalsium karbonat akan mengikat kandungan sulfur pada gas buang. Proses ini menghasilkan zat mineral gypsum (CaSO4).

  1. Wet Scrubber

Wet scrubber merupakan alat pengendalian emisi, untuk menghilangkan debu partikulat dan gas pencemar lain yang bersifat asam (selain karbon).

Prinsip kerja alat wet scrubber  adalah menghubungkan dan “menangkap” udara yang mengandung partikulat halus menggunakan tetesan cairan. 

Zat polutan dalam udara lalu dikendalikan terutama melalui impaksi, difusi, intersepsi, dan/atau penyerapan polutan ke dalam cairan.

Di kawasan IMIP beberapa perusahaan penyewa telah menggunakan alat wet scrubber, yaitu pada industri bidang hidrometalurgi.

  1. Electrostatic Precipitator 

Electrostatic precipitator (ESP) adalah alat yang digunakan sebagai penangkap abu (ash collection) untuk mengurangi pencemaran udara yang dihasilkan dari proses pembakaran batu bara (Afrian, Firdaus, & Ervianto, 2015)

ESP menerapkan teknologi pengendali pencemar partikulat yang didasari konsep presipitasi akibat gaya elektrostatik.

ESP sangat efektif sebagai pengendali partikulat yang berukuran kurang dari 10 mikron. Prinsip utama electrostatic precipitator ini menangkap atau mengikat debu yang keluar dari hasil pembakaran dengan memberikan arus listrik bertegangan tinggi di kawat elektroda bermuatan negatif. 

Maka, debu-debu akan termuati oleh muatan negatif sehingga debu-debu yang keluar dari hasil pembakaran tertarik atau terikat pada plat-plat yang bermuatan positif. Selanjutnya, gas bersih yang dihasilkan bergerak menuju cerobong asap.

ESP pada kawasan IMIP digunakan untuk mengendalikan partikulat pada industri pembangkit listrik dan industri pirometalurgi. 

ESP bukan merupakan alat untuk mengurangi emisi, melainkan pengendali emisi agar gas buang yang dilepaskan ke udara bebas dari zat polutan berbahaya.

Melalui langkah praktis pengoperasian perangkat pengendali emisi berteknologi ramah lingkungan, kawasan industri IMIP ingin menunjukkan kesadaran pada pelestarian dan pengelolaan lingkungan hidup. 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Siaran Pers PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP)