Kamis, 20 MARET 2025 • 06:20 WIB

4 Indikator dalam Mengukur Keberhasilan Ibadah Puasa Ramadhan

Author

Ilustrasi puasa.

INDOZONE.ID - Puasa ramadhan adalah ibadah wajib yang dijalani dengan menahan segala nafsu yang dapat membatalkan puasa dari subuh hingga waktu berbuka tiba.

Namun, ibadah puasa ini tidak hanya tentang menahan godaan lapar dan dahaga saja jika membahas dalam konteks keberhasilan puasa yang sejati.

Dikutip dari Muhammadiyah Jateng, dikatakan oleh wakil ketua pimpinan wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah, Rozihan, sejatinya ada 4 indikator yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan puasa kita, yaitu syukur, tafwidh, ikhlas, dan sabar.

Ke 4 indikator ini pada hakikatnya dapat membentuk landasan spiritual yang kuat dalam menjalani hidup sebagai seorang muslim.

Syukur

Dalam Islam, syukur ini ada 3 tingkatan, yaitu tahmid, syakur, dan syukur. Tahmid adalah ungkapan spontanitas seseorang dalam menunjukkan rasa syukurnya, dengan ucapan lafaz Alhamdulillah.

Lalu untuk syakur, ini memiliki makna yang lebih dalam, karena mencakup seluruh penerimaan terhadap segala sesuatu dari Allah SWT, yang juga meliputi penderitaan dan musibah.

Baca Juga: Mengapa Kita Harus Bersabar Ketika Puasa Ramadan? Ini Penjelasannya

Hal ini disebutkan dalam Al-Qur'an surat Saba' ayat 13, yang berbunyi "Dan sedikit dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur".

Syukur yang sebenarnya bukanlah hanya menerima kenikmatan saja, namun juga dapat menerima dan sabar dalam situasi sulit.

Seorang muslim yang selalu bersyukur akan mencapai ketenangan batin dan kebahagiaan yang sejati, sehingga mampu berperan menjadi khalifah di bumi dengan penuh keikhlasan.

Tafwidh

Tafwidh, yang merupakan jenjang kepasrahan, memiliki 3 tingkatan, yaitu saliki, taslim, dan tafwidh.

Saliki yaitu tahap awal pencarian Tuhan, di mana pada tahap ini orang akan belajar pasrah menerima kehendak-Nya.

Lalu di tahap selanjutnya, Taslim, seseorang akan lebih banyak berserah diri atas segala urusannya kepada Allah SWT, sehingga membuat perannya dalam hal duniawi makin mengecil.

Nah, tahap puncak yaitu tafwidh, di mana seseorang telah secara total mencapai rasa pasrahnya dan merasa bahwa Allah SWT adalah satu-satunya yang berkuasa atas dirinya.

Orang yang telah berada pada tahap tafwidh akan selalu berada dalam pengawasan Allah dan menjadikan Allah SWT sebagai satu-satunya tujuan hidup.

Ikhlas

Ikhas merupakan hal mendasar dalam beribadah, namun sangat sulit dalam menggapainya. Dalam Islam, orang ikhlas dibagi jadi dua, yaitu mukhlis dan mukhlas.

Mukhlis adalah tahap bahwa seseorang masih menyadari bahwa dia berbuat baik, nah di tahap Mukhlas, seseorang telah mencapai tingkat di mana keikhlasan sudah menjadi bagian dari dirinya tanpa ia sadari.

Dalam ilmu tasawuf, keikhlasan diandaikan seperti sesuatu yang tidak boleh terlihat, bahkan oleh dirinya sendiri.

Menurut pendapat para sufi, secara beragam mereka berpendapat tentang ikhlas, di mana ada yang berpendapat bahwa ikhlas adalah ibadah tersulit bagi jiwa manusia.

Ada yang berpendapat bahwa jika seseorang masih merasa ikhlas berarti dia keikhlasannya masih membutuhkan keikhlasan.

Ada juga yang berpendapat bahwa merupakan hal riya jika seseorang berhenti beribadah karena manusia dan hal yang syirik jika ia beribadah karena manusia.

Maka, dapat disimpulkan, bahwa orang yang sudah mencapai tahap mukhlasin-lah yang benar-benar terhindar dari godaan setan dan berbagai fitnah dunia.

Sabar

Sabar ini tidak hanya bermakna menahan diri, namun juga bentuk pengendalian diri di saat berkemampuan untuk melakukan suatu tindakan.

Ada perbedaan antara shabiir dan mashabir, sesuai yang tertulis dalam Al-Qur'an.

Baca Juga: Apakah Merokok Membatalkan Puasa? Ini Penjelasan dari 4 Mazhab

Shabiir adalah orang yang sabar belum secara utuh, sedangkan mashabir adalah orang yang memiliki kesabaran tak terbatas dan permanen.

Khusus untuk shabur, hanya dimiliki oleh Allah SWT, karena Dia tidak terpengaruh oleh apapun yang dilakukan hamba-Nya, sebejat dan sezalim apapun hamba-Nya.

Tingkatan kesabaran juga bervariasi. Orang yang masih mengeluh sedikit, atau mungkin yang bisa memaafkan namun tidak bisa melupakan berarti dia masuk pada shabiir.

Adapun yang memiliki kesabaran tingkat puncak tanpa ada keluhan sama sekali, dan mampu memaafkan secara penuh berarti masuk pada mashabir. Kisah dari Nabi Ayub AS adalah contoh dari mashabir.

Dari uraian di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa puasa juga menyakup tentang perjalanan spiritual yang mendalam.

Dengan memahani ke 4 hal di atas, seorang muslim dapat mengevaluasi sejauh manakah keberhasilan ibadah puasa ramadhan-nya.

Ke-4 hal tersebut menjadi indikator utama dalam memantau pencapaian takwa yang hakiki.

Dengan puasa, seorang muslim dituntun untuk selalu bersyukur pada setiap sikon, pasrah tanpa syarat kepada Allah SWT, beribadah dengan penuh rasa ikhlas, dan memiliki kesabaran tidak terbatas.

Banner Z Creators.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Pwmjateng.com