INDOZONE.ID - Konflik antargenerasi sudah menjadi hal yang biasa. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, Generasi Z (Gen Z) atau mereka yang lahir sekitar tahun 1997 hingga awal 2010-an menjadi sasaran berbagai kritik yang seringkali tidak berdasar.
Banyak anggapan keliru tentang Generasi Z yang tersebar luas, membuat mereka kerap disalahpahami oleh generasi sebelumnya.
Padahal, Gen Z justru sedang aktif membentuk ulang norma sosial, budaya, dan bahkan dunia kerja.
Sayangnya, perubahan ini kerap dianggap sebagai ancaman oleh sebagian orang yang masih terjebak pada pola lama. Artikel ini akan membahas fakta vs mitos Generasi Z yang selama ini beredar.
Baca Juga: Tren Kencan Baru Gen Z, Apa Itu Floodlighting?
11 Stereotip Negatif Gen Z
1. Gen Z Malas
Salah satu stereotip negatif Gen Z yang paling umum adalah bahwa mereka malas. Nyatanya, mereka hanya menghadapi dunia kerja yang sangat berbeda dibanding generasi sebelumnya, mulai dari mahalnya biaya hidup hingga sulitnya mendapatkan pekerjaan dengan gaji layak.
Di balik anggapan tersebut, Gen Z sebenarnya sangat peduli pada makna dan keseimbangan hidup. Mereka rela menolak pekerjaan yang tidak sejalan dengan nilai pribadi atau merusak kesehatan mental.
2. Mereka Tidak Suka Media Cetak
Mitos tentang Gen Z yang satu ini juga tidak sepenuhnya benar. Hanya karena mereka terbiasa dengan teknologi, bukan berarti mereka menolak hal-hal klasik seperti buku fisik, majalah, atau surat kabar.
Bahkan, kini muncul tren di mana anak muda mulai menyukai kembali media cetak untuk mencari ketenangan dari dunia digital.
Baca Juga: 11 Kebiasaan Hemat Gen Z yang Sering Diejek Padahal Efektif
3. Mereka Tidak Mau Bekerja
Ini adalah contoh lain dari kesalahan persepsi tentang Gen Z. Mereka bukan tidak mau bekerja, tapi lebih selektif dalam memilih tempat kerja yang menghargai nilai mereka.
Menurut survei Deloitte, 86% Gen Z menganggap pekerjaan bermakna lebih penting daripada sekadar gaji tinggi.
4. Mereka Tidak Suka Bersosialisasi
Pandemi dan perkembangan teknologi membuat Gen Z lebih sering berinteraksi secara digital.
Namun bukan berarti mereka anti-sosial. Mereka hanya membangun koneksi dengan cara yang berbeda yakni lewat komunitas daring, hobi bersama, atau gerakan sosial di media sosial. Lagi-lagi, ini adalah anggaran keliru Generasi Z yang sering disalahartikan.
5. Mereka Lemah dalam Berpikir Kritis
Faktanya, Gen Z sangat peka terhadap informasi dan berita palsu. Mereka tumbuh di tengah banjir informasi, sehingga terbiasa memilah-milah mana yang kredibel dan mana yang tidak.
Mereka juga aktif menyuarakan isu-isu seperti perubahan iklim, keadilan rasial, dan kesehatan mental yang semua itu butuh pemikiran kritis, bukan sebaliknya.
6. Gen Z Tidak Tahan Kritik
Memang benar bahwa Gen Z lebih sensitif terhadap kritik. Tapi bukan berarti mereka lemah. Mereka hanya menginginkan kritik yang membangun, bukan yang menjatuhkan. Ini adalah bagian dari nilai baru yang mereka bawa bahwa komunikasi seharusnya saling menghormati dan tidak merusak mental seseorang.
7. Mereka Terlalu Bergantung pada Teknologi
Banyak yang berpikir Gen Z tidak bisa hidup tanpa ponsel. Namun kenyataannya, mereka justru mulai sadar pentingnya digital detox dan membatasi waktu layar.
Mereka menggunakan teknologi secara cerdas, baik untuk bekerja, belajar, maupun bersosialisasi.
8. Mereka Terlalu Emosional
Stereotip negatif Gen Z ini muncul karena mereka lebih terbuka membicarakan perasaan. Tapi justru inilah kekuatan mereka.
Mereka berani bicara tentang kecemasan, burnout, bahkan trauma masa kecil. Ini menunjukkan bahwa mereka punya kesadaran emosional yang tinggi dan ingin hidup lebih sehat secara mental.
9. Mereka Tidak Tertarik Politik
Sebaliknya, banyak anak Gen Z yang sangat aktif dalam isu politik dan sosial. Mereka mungkin tidak selalu mengikuti jalur formal seperti partai politik, tapi mereka menggunakan kekuatan media sosial untuk menyuarakan pendapat dan mendorong perubahan.
10. Mereka Tidak Punya Etika Kerja
Ini juga bagian dari mitos tentang Gen Z. Mereka bukan tidak punya etika kerja, tapi mereka tidak mau bekerja dengan sistem yang menindas atau tidak adil.
Mereka menghargai hasil kerja tim, transparansi, dan kerja cerdas, bukan hanya kerja keras.
11. Mereka Tidak Mau Dewasa
Banyak yang melihat Gen Z seolah menunda kedewasaan karena belum menikah atau punya rumah di usia muda.
Tapi ini lebih karena kondisi ekonomi global yang berat, bukan karena mereka tidak mau bertanggung jawab. Mereka justru lebih realistis dan hati-hati dalam mengambil keputusan besar.
Daripada terus-terusan menyebarkan stereotip negatif Gen Z, akan lebih baik jika kita mencoba memahami mereka lewat perspektif yang lebih adil.
Perbedaan nilai, cara kerja, atau gaya hidup bukan berarti Gen Z salah atau lemah. Mereka hanya beradaptasi dengan zaman dan tantangan yang berbeda.
Dengan membedakan antara fakta vs mitos tentang Generasi Z, kita bisa membangun hubungan antargenerasi yang lebih sehat dan saling menghargai.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Yourtango.com