Rasulullah SAW adalah sosok manusia sempurna. Beliau teladan mulia yang jauh daeri sifat buruk dan tercela.
Beliau pemimpin umat, penguasa jazirah Arab, dan bahkan seseorang yang telah mendapat jaminan surga sejak hari pertama hidupnya di dunia.
Namun dengan status yang sedemikian tinggi dan terhormat, Rasulullah tak pernah hidup mewah.
Padahal mengutip dari Asianmuslim, sebuah riwayat mengisahkan Allah SWT pernah menawarkan emas sebanyak butiran pasir di gurun kota Makkah kepada Rasulullah.
Namun tentu saja beliau menolak dan tak pernah silau dengan kenikmatan duniawi. Ia lebih memilih kehidupan yang sederhana dan apa adanya.
Hal itu tercermin dari jawaban Rasulullah SAW atas butiran emas yang ditawarkan Sang Khalik kepadanya.
''Tidak, ya Tuhanku, lebih baik aku lapar sehari, dan kenyang sehari. Bila kenyang, aku bersyukur memuji dan memuja-Mu, dan jika lapar aku akan meratap berdoa kepada-Mu.''
Maka tak heran, kehidupan pribadi dan rumah tangga Rasulullah banyak diisi dengan kisah kesederhanaan.
Salah satunya, sebuah hadis yang diriwayatkan Muslim menggambarkan secara jelas sifat zuhud serta kesederhanaan Nabi.
Di mana pada suatu hari, sahabat Umar bin Khatthab menemui Rasulullah di kamarnya.
Di sana, Umar melihat Rasul sedang berbaring di atas sebuah tikar kasar, dan hanya berselimutkan kain sarung.
Kemudian, terlihatlah guratan tikar yang membekas di tubuh Rasulullah SAW. Umar pun melayangkan pandang ke sekeliling kamar.
Dilihatnya segenggam gandum seberat kira-kira satu sha', daun penyamak kulit, dan sehelai kulit binatang. Menyaksikan keadaan tersebut Umar pun tak kuasa menahan air matanya.
''Apa yang membuatmu menangis, ya putra Khattab?'' ujar Rasulullah bertanya kepada Umar.
Umar pun menjawab:
''Bagaimana aku tak menangis, ya Rasul, di pinggangmu tampak bekas guratan tikar, dan di kamar ini aku tidak melihat apa-apa, selain yang telah aku lihat. Sementara raja Romawi dan Persia bergelimang buah-buahan dan harta, sedang engkau utusan Allah SWT,'' katanya.
Rasulullah dengan tenang bersabda:
''Wahai putra Khattab, apakah kamu tidak rela, jika akhirat menjadi bagian kita dan dunia menjadi bagian mereka?'' ujarnya mantap.
Tauladan umat
Dari kesederhanaan Rasulullah SAW harusnya kita belajar bahwa hidup di dunia tak melulu soal mengejar harta dan kemuliaan.
Lihatlah bagaimana Rasulullah dan keluarganya menerapkan hidup sederhana. Padahal beliau bisa saja mendapatkan apapun yang diinginkannya dari Sang Pencipta.
Bahkan saat wafatnya pun, Nabi tidak meninggalkan warisan berupa harta benda. Hanya dua hal yang ia wariskan untuk umatnya, yakni Alquran dan sunah.
Baca juga: 5 Cara Jitu Meredam Amarah saat Berpuasa, Ingat Anjuran Rasulullah!
Dalam banyak kesempatan, Rasulullah juga kerap mengingatkan agar umatnya tak menjadikan kesenangan dunia sebagai tujuan hidup.
Nabi SAW mengumpamakan kehidupan dunia bagaikan berjalan di hari panas, lalu berhenti sejenak sekadar beristirahat, dan tidak lama lagi tempat itu akan ditinggalkan.
Jadi, dengan kata lain, Islam adalah agama yang berlandaskan nilai kesederhanaan yang tinggi, seperti yang dicontohkan Rasulullah tadi.
Sehingga sebagai umat yang merindu berkumpul bersamanya hendaklah kita mengedepankan kebijaksanaan dalam memenuhi kebutuhan hidup,yaitu dengan tidak berlebihan atau menghamba materi.
Dengan begitu, kita dapat memilah mana yang harus menjadi prioritas, baik perhatian, tenaga maupun harta.
Sebaliknya, jika tidak memiliki kebijaksanaan, seseorang cenderung mengikuti hawa nafsu yang justru dapat menjerumuskannya dalam kesengsaraan dunia dan akhirat.
Artikel Menarik Lainnya:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: