INDOZONE.ID - Emma Poeradiredja adalah salah satu pelopor gerakan perempuan Indonesia. Dia memiliki pengaruh besar dalam memperjuangkan kesetaraan gender dan partisipasi perempuan dalam politik.
Lahir dari keluarga bangsawan Sunda pada tahun 1902, Emma mendapatkan pendidikan yang mempengaruhi pandangannya tentang peran perempuan di masyarakat.
Dilansir dari Jurnal Patanjala berjudul Dina Mangsa Tahapan Katilu: Emma Poeradiredja Political Biography 1935-1941 karya Angga Pusaka Hidayat, kedudukan perempuan dalam kehidupan bangsa adalah sebagai opgebouwd element, yakni pembangun dalam setiap bagian masyarakat kebangsaan.
Ini artinya, Emma Poeradiredja meyakini bahwa kemajuan suatu bangsa erat kaitannya dengan kemajuan kaum perempuannya.
Mendirikan Pasundan Istri untuk Pemberdayaan Perempuan Sunda
Pada 1930, Emma mendirikan Pasundan Istri (Pasi), sebuah organisasi yang menjadi wadah bagi perempuan Sunda dalam memajukan pendidikan, kesadaran politik, dan hak-hak perempuan.
Melalui Pasi, Emma mengajarkan perempuan untuk berperan aktif dalam kehidupan publik, serta memperjuangkan hak-hak politik dan sosial.
Baca Juga: Perjuangan Isteri Sedar, Organisasi Perempuan yang Menyuarakan Kesetaraan dan Perlawanan Sosial
Organisasi ini mendorong perempuan untuk memahami potensi mereka sebagai ibu dan pemimpin yang bisa memberikan kontribusi besar bagi bangsa.
Emma mengungkapkan kehadiran Pasi yang bersama-sama dengan Pasoendan, memperjuangkan kesejahteraan dan kesetaraan masyarakat.
Hal ini mencerminkan kesetaraan peran yang diamanatkan oleh budaya Sunda, yaitu "Nji Soenda salamina aja dina gedengeung Ki Soenda" (Wanita Sunda selamanya sejajar dengan Pria Sunda).
Kalimat ini berarti bahwa perempuan dan laki-laki Sunda memiliki posisi yang setara, menjalankan peran mereka masing- masing, memberikan kontribusi yang sama besarnya untuk kehidupan masyarakat, dan memiliki tanggung jawab bersama untuk kemajuan bangsa.
Dengan kata lain, Emma melihat kerja sama antara perempuan dan laki-laki memiliki peran yang setara dalam perjuangan kemerdekaan, sesuai dengan nilai-nilai budaya Sunda.
Visi dan Pemikiran Emma tentang Peran Perempuan dalam Politik
Emma percaya bahwa kesetaraan gender adalah kunci dalam pembangunan bangsa yang lebih baik.
Bagi Emma, perempuan memiliki pengaruh besar, terutama sebagai pembangun moral dan sosial di masyarakat.
Dia selalu mengemukakan bahwa perempuan harus ikut berpartisipasi dalam politik, karena kepentingan perempuan juga membutuhkan perhatian dalam perumusan kebijakan.
Baginya, peran perempuan tidak hanya terbatas pada rumah tangga, tetapi juga dalam pemerintahan dan kehidupan publik.
Kiprah Politik Emma Poeradiredja
Emma Poeradiredja membuat sejarah pada tahun 1938 ketika ia terpilih menjadi perempuan Sunda pertama yang duduk di Gemeenteraad (dewan kota) Bandung.
Posisi ini memberi peluang bagi Emma untuk mewakili aspirasi perempuan di lembaga legislatif kolonial dan menginspirasi perempuan lain untuk terlibat dalam politik.
Baca Juga: Kontribusi Nyi Hadjar Dewantara bagi Gerakan Perempuan Masa Kolonial
Emma terus mendorong hak-hak pilih perempuan dan mempromosikan kesetaraan dalam berbagai aspek kehidupan publik.
Pengaruh Emma dalam Perjuangan Gender
Emma Poeradiredja tidak hanya memperjuangkan hak-hak perempuan, tetapi juga meninggalkan warisan yang menginspirasi perempuan Indonesia untuk meraih kesetaraan gender.
Melalui Pasi dan kiprahnya di panggung politik, Emma memperkuat gerakan perempuan di Indonesia, membuka peluang partisipasi dalam pendidikan, sosial, dan politik.
Semangat dan dedikasi Emma dalam memperjuangkan kesetaraan telah memberikan landasan bagi generasi perempuan selanjutnya, untuk terus berpartisipasi aktif dalam membangun bangsa.
Pemikiran dan kiprah Emma Poeradiredja menjadi bukti bahwa perempuan memiliki peran yang sama pentingnya dengan laki-laki dalam menciptakan perubahan positif di masyarakat.
Pengaruhnya terus hidup dalam perjuangan untuk hak-hak perempuan dan kesetaraan gender di Indonesia.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Jurnal Patanjala