INDOZONE.ID - Paparan asap rokok pada ibu dan anak merupakan hal yang umum terjadi, khususnya di daerah pedesaan Indonesia.
Lebih dari 8 juta orang meninggal setiap tahunnya karena penyakit yang berhubungan dengan tembakau, 7 juta kematian disebabkan oleh penggunaan tembakau secara langsung. Dan 1 juta orang meninggal akibat terpapar asap rokok.
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan anak-anak Indonesia kemudian dipublikasi di National Library of Medicine, mengungkapkan bahwa paparan asap rokok dapat mempengaruhi status gizi anak.
Hasil dari studi tersebut menunjukkan prevalensi stunting pada anak usia 0 sampai 59 bulan diperkirakan terjadi pada 65,6% anak.
Anak-anak yang tinggal dengan orang tua perokok sebanyak 71%. Sebanyak 67,4% paparan rokok berasal dari ayah dan 24,4% berasal dari kerabat lain seperti kakak laki-laki atau tetangga.
Baca Juga: 5,6 juta Gen Z Usia di Bawah 18 Tahun akan Meninggal Duluan karena Rokok?
Studi tersebut menunjukkan bahwa rumah tangga pedesaan di Indonesia, dengan ayah yang merokok dikaitkan dengan peningkatan risiko stunting pada anak. Risiko meningkat ketika kedua orang tua adalah perokok.
Temuan serupa juga dilaporkan dalam studi perwakilan nasional menggunakan data panel berimbang dari Indonesia Family Life Survey (IFLS) bahwa anak-anak yang ayahnya memiliki intensitas merokok sedang atau tinggi cenderung memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk mengalami stunting sebesar 3,47%.
Studi lain yang dilakukan di Surakarta terhadap 123 anak menyebutkan bahwa lama paparan asap rokok memiliki hubungan yang signifikan pada anak stunting usia 25 sampai 59 bulan. Paparan asap rokok lebih dari 3 jam per hari meningkatkan kejadian stunting sebanyak 10.316 kali lipat.
Baca Juga: Penelitian: Produk Tembakau Alternatif Punya Risiko Kesehatan Lebih Rendah daripada Rokok
Sebagian besar anak stunting pada penelitian ini memiliki ayah perokok dengan riwayat merokok lebih dari 3 tahun dan frekuensi merokok lebih dari 3 kali sehari.
Anehnya, kebiasaan merokok bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia masih dianggap sebagai perilaku normal dan merupakan bagian dari kehidupan sosial dan gaya hidup.
Sementara itu, dr. Muslim Kasim juga ikut menyoroti studi tersebut. Dalam unggahan Instagram pribadinya, dia berharap agar masyarakat bisa menciptakan lingkungan bebas asap rokok.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: National Library Of Medicine