Sementara itu, hidup Massey nampaknya mulai rusak saat dia ketergantungan alkohol dan ganja. Meski telah menikah dan memiliki anak, sikap Massey sendiri masih kekanak-kanakan.
“Saya hidup seperti anak kecil dan saya memiliki anak-anak kecil saya sendiri," kata Massey.
Namun, ternyata penjara membuatnya bertanggung jawab atas tindakannya. Dia fokus, mencari rehabilitasi untuk alkoholisme, dan memulai kembali upayanya dalam pendidikan.
Di antara waktunya memotong rambut untuk petugas koreksi dan staf penjara lainnya, Massey memanfaatkan aksesnya ke koneksi WiFi untuk belajar, mengikuti ujian, dan mengerjakan tugas. Pasalnya, layanan internet tidak mencapai unit perumahan narapidana.
Sampai pada akhirnya, dia dapat lulus dan menjadi orang terakhir yang mengenakan topi dan jubah kelulusannya. Dia adalah anggota pengawal kehormatan upacara tersebut - seragam penjara yang dipakainya dihiasi dengan aiguillette putih, tali berkepang hias yang menunjukkan pengabdiannya dalam dinas militer.
"Ini adalah prestasi besar. Saya merasa, jujur, bahwa Tuhan membuka pintu dan saya hanya melangkah melaluinya,” syukur laki-laki keturunan Asia Selatan itu.
Selain gelar komunikasi, Massey juga meraih gelar dalam teologi dan studi kitab suci. Menjelang kelulusan, ayah dua anak ini mulai meikirkan bagaimana dia akan menjalani kehidupannya setelah bebas nanti.
Harapan Massey ini nampaknya tidak hanya harapan kosong belaka. Sebab, Komisioner negara menilai Massey layak untuk bebas bersyarat. Sebuah kelompok nirlaba yang membantu veteran militer yang dipenjara juga sempat bertemu dengannya pada bulan Mei lalu untuk menyiapkan tempat tinggal transisional, makanan, pakaian, dan asuransi kesehatan setelah bebas.
“Ada stasiun radio yang saya dengarkan, stasiun radio Kristen, yang selama ini saya pikirkan bahwa suatu hari saya ingin bekerja di sana. Mereka selalu berbicara tentang kisah-kisah penebusan. Jadi saya ingin berbagi kisah penebusan saya, suatu hari,” tekat Massey.
Pada 3 Juli, sehari sebelum Hari Kemerdekaan, Massey keluar dari dinding granit, melangkah melewati menara pengawas tembaga hijau dari Penjara Negara Bagian Old Folsom, ke dalam pelukan orang-orang yang dicintainya. Orangtua, istri dan kedua anaknya.
Massey tidak sendiri, dari 11 pria yang mendapatkan gelar sarjana dari program beasiswa Pell Grant, ada pula Michael Love. Love yang sudah bebas lebih dulu, 15 bulan sebelum upacara kelulusan dihelat. Pada hari H upacara kelulusan, Love hadir untuk memberikan pidato perpisahan. Ia mengenakan setelan jas dan dasi di bawah topi dan jubahnya.
Bagi teman-teman sekelasnya, Love adalah contoh nyata tentang apa yang mungkin terjadi dalam perjalanan penebusan mereka. Pasalnya, setelah menjalani lebih dari 35 tahun di penjara, pria berusia 55 tahun ini saat ini terdaftar di program Magister di Sacramento State.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Z Creators