Kategori Berita
Media Network
Jumat, 07 OKTOBER 2022 • 10:39 WIB

Kisah Chamim Badruzzaman, Saksi Hidup Penumpasan PKI di Tulungagung

Chamim, saksi hidup penumpasan PKI di Tulungagung. (Z Creators/Firmanto Imansyah)

Kisah penumpasan orang-orang yang dianggap berhaluan kiri dan terlibat dalam gerakan G30SPKI pernah terjadi di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Hal ini disampaikan oleh tokoh masyarakat sekaligus mantan Ketua DPRD Tulungagung periode 1999-2004, Chamim Badruzzaman (75).

Ditemui di rumahnya, Chamim bercerita jika saat G30SPKI meletus, dirinya sudah berusia sekitar 22 tahun. Saat itu dirinya sudah menyelesaikan pendidikannya di Pondok Lirboyo Kediri dan melanjutkan sekolah setingkat SMA di Tulungagung.

Chamim berkisah, pagi itu Jumat, 1 Oktober 1965 atau tepatnya sebulan setelah gerakan berdarah meletus di Jakarta, dirinya yang sedang berada di salah satu toko milik keluarganya mendengarkan siaran Radio Republik Indonesia (RRI). 

Saat itu siaran radio mengabarkan bahwa Letkol Untung yang saat itu menjadi Komandan Batalyon 1 Tajkrabirawa baru saja menyelamatkan Presiden Sukarno dari rencana kudeta yang akan dilaksanakan oleh Dewan Jendral.

"Lah itu saya dengar sendiri dari telinga saya, pagi hari saya dengar dari Radio lalu Letkol Untung baru saja menyelamatkan presiden Sukarno dari upaya pembunuhan," ujarnya.

Kemudian pada Sabtu, 2 Oktober 1965, Chamim yang juga berada di toko milik saudaranya tersebut kembali mendengarkan siaran dari RRI, namun kali ini siaran yang diterimanya sudah berbeda lagi.

Sejak saat itu dirinya tersadar bahwa siaran yang diterimanya kemarin merupakan siaran radio RRI yang telah dikuasai oleh PKI pasca melancarkan aksinya.

"Besoknya saya dengar lagi, loh kok beda, rupanya kemarin itu RRI dikuasai PKI. Setelah itu ternyata RRI Sudah direbut oleh Suharto dan siarannya berbeda. Saya jadi ingat ternyata dulu sudah ada tokoh PKI di sini yang memang pernah bilang, kalau akan ada kejadian kejadian sepeti ini," ucapnya.

Chamim berkisah, suasana politik dan keamanan Tulungagung saat itu sama seperti daerah lain, mulai dari demo aksi masa menolak PKI hingga corat-coret tembok mendukung pemerintah mengganyang PKI.

Kemudian sejumlah kantor-kantor organisasi underbow PKI juga menjadi sasaran kemarahan publik.

"Dulu di sini juga ada Lekra, ada juga organisasi lain, underbow PKI itu," ungkapnya.

Tanda-tanda jejak PKI di Tulungagung sudah nampak sebelum G30S meletus, sebab acap kali pertunjukan yang digelar oleh organisasi sayap PKI seperti ludruk digelar dengan lakon-lakon yang menyinggung isu agama tertentu.

"Misal membawa nama tuhan yang disandingkan dengan sifat sifat manusia, kemudian lakon-lakon lain. Kayak gitu kan sudah menyinggung SARA, ini sudah ada sebel tahun 65," terangnya.

Dirinya yang saat itu tergabung dengan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) langsung merapatkan barisan untuk membentuk dan menggandeng pemuda pemuda lain di sekolah, madrasah, maupun tempat lain untuk bersatu padu berperan dalam penumpasan PKI.

"Saya saat itu anggota dan membawahi bidang yang menggalang pembentukan di sekolah sekolah dan lembaga lain," ucapnya

Chammim menjelaskan, peran KAPPI dalam membantu pemerintah untuk penumpasan PKI ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Sebab saat itu Kandan RPKAD, Kolonel Sarwo Edhi Wibowo langsung turun ke Tulungagung dan menggandeng pemuda-pemuda untuk membentengi diri agar tidak disusupi oleh PKI sekaligus menggalang dukungan pemuda untuk memberantas PKI di daerah-daerah.

"Saat itu pemuda-pemuda dikumpulkan di Alun - Alun dan saya yang mbacakan surat itu, mendukung pemerintah mengganyan PKI," jelasnya.

Tidak hanya itu saja, selain kegiatan sosialisasi ke sekolah-sekolah dan lembaga. Pihaknya bersama pemuda lain juga aktif menggelar doa bersama mendoakan korban keganasan PKI, terutama jenderal-jenderal yang telah dibunuh pada 30 September tersebut.

Masjid Al Munawar, saksi penumpasan PKI di Tulungagung. (Z Creators/Firmanto Imansyah)

Chamim bercerita salah satu kegiatan yang dilakukan adalah menggelar doa bersama memperingati 40 hari pasca meninggalnya jenderal-jenderal tersebut di Masjid Jami yang sekarang menjadi masjid Al Munawar Tulungagung.

"Saya ingatkan ya PKI itu organisasi tanpa bentuk, karena saya ingat betul saat itu kegiatan 40 harian korban PKI. Kita doa bersama di masjid jami, itu saya foto sama tentara yang punya pangkat, lha keesokan harinya kok ditangkap gara gara terlibat PKI," urainya.

Chamim mengingatkan, agar pemuda di zaman sekarang tidak terjebak dengan narasi-narasi yang dibangun oleh sekelompok orang yang menginginkan hidupnya lagi pengganti PKI. Sebab organisasi semacam PKI memiliki struktur yang rapih dan tidak mudah untuk dimatikan begitu saja.

Namun dirinya juga berpesan kepada pemerintah agar tidak abai dengan rakyatnya, hingga memunculkan kesenjangan ekonomi yang bisa dimanfaatkan oleh PKI masa kini guna meraih masa dan simpati di Indonesia.

Artikel menarik lainnya: 

Fakta Unik Efriel, Guru Tampan Viral Idola Para Murid Ternyata Atlet Pencak Silat
Wajah Baru Pasar Gembrong, Dulunya Habis Dilalap Api Kini Mentereng Warna-warni
Sunset Spot Cemagi, Hidden Gem Baru di Bali yang Tiket Masuk Cuma Rp2 Ribu!
Telaga Biru Samares, Kepingan Surga Kecil di Papua Keindahannya Setara Raja Ampat

Bikin cerita serumu dan dapatkan berbagai reward menarik! Let’s join Z Creators dengan klik di sini.

Z Creators

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber:

BERITA TERBARU

Kisah Chamim Badruzzaman, Saksi Hidup Penumpasan PKI di Tulungagung

Link berhasil disalin!