Ilustrasi pria gay dan cacar monyet (Freepik/Pixels/Oleksandr Shatyrov)
Penyebaran penyakit cacar monyet makin meluas. Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) infeksi penyakit tersebut telah menjangkiti 12 negara.
Sayangnya masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui informasi seputar penyakit inui. Banyak mereka yang menganggap virus cacar monyet berasal hubungan sesama jenis pria biseksual.
Anggapan ini bermula dari ditemukannya lebih banyak kasus cacar monyet pada pria. Padahal, hal ini bukanlah bukti bahwa wabah cacar monyet yang saat ini muncul merupakan varian baru yang hanya menjangkiti pria, terutama pria penyuka sesama jenis.
Dikutip dari Insider, para ahli kesehatan telah menekankan bahwa anggapan tersebut keliru dan acar monyet bisa mengenai siapa saja, tanpa memandang orientasi seksual.
"Cacar monyet bukan penyakit gay, dan begitu juga penyakit-penyakit menular lain," ujar dokter dan ahli virus Dr Boghuma Kabisen Titanji.
Pada Jumat (20/5), WHO juga menegaskan bahwa siapa pun yang berkontak erat dengan penderita cacar monyet bisa berisiko tertular.
Kelompok yang berisiko ini termasuk tenaga kesehatan, orang-orang yang tinggal serumah, dan pasangan seksual dari penderita cacar monyet.
"Menstigmatisasi kelompok tertentu karena sebuah penyakit tidak dapat diterima," jelas WHO.
Adapun secara umum, cacar monyet bisa ditularkan dari satu manusia ke manusia lain melalui kontak yang sangat erat.
Virus ini bisa menyebar melalui permukaan benda yang terkontaminasi, seperti seprai hingga baju. Penyakit ini semakin mudah menular lewat kontak dengan kulit penderita cacar monyet.
Baca juga: Gawat! Virus Cacar Monyet Sudah Sampai Israel, 12 Negara Telah Terinfeksi, Indonesia Aman?
Adanya kecenderungan bahwa pria lebih banyak terkena cacar monyet membuat para ahli berpikir bahwa virus monkeypox saat ini mungkin bisa menular lewat cara lain. Salah satunya adalah melalui hubungan seksual.
"Dan kami perlu mengetahui itu. Karena bila itu benar, itu sesuatu yang baru, belum pernah terjadi sebelumnya," kata Prof Jimmy Whitworth dari London School of Hygiene and Tropical Medicine.
Sementara itu, ahli epidemiologi Andrea McCollum dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) juga mengungkapkan bahwa kasus cacar monyet telah menunjukkan peningkatan di Afrika dalam beberapa tahun ke belakang.
Di Nigeria misalnya, selama 39 tahun negara tersebut telah bebas dari cacar monyet. Namun secara tiba-tiba, kasus cacar monyet kembali bermunculan dalam jumlah yang cukup banyak.
Menurut McCollum, meningkatnya kembali kasus cacar monyet bisa disebabkan oleh beberapa kondisi. Salah satu di antaranya adalah kesuksesan vaksinasi smallpox cacar yang tak dilanjutkan.
Seperti diketahui, cacar telah tereradikasi di seluruh dunia pada 1980. Sejak saat ini, banyak orang yang tak lagi mendapatkan vaksin smallpox.
Padahal, virus smallpox dan monkeypox memiliki hubungan yang erat. Sehingga vaksin smallpox juga dapat memberikan proteksi terhadap monkeypox.
Akan tetapi, lebih dari 70 persen orang di dunia saat ini tak memiliki kekebalan terhadap monkeypox karena tidak mendapatkan vaksin smallpox.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: