Kategori Berita
Media Network
Jumat, 01 JULI 2022 • 13:00 WIB

Berbeda dengan Daun Ganja, Pakar Ungkap Khasiat Ganja Medis untuk Terapi dan Cara Kerjanya

Ibu yang meminta ganja medis dilegalkan (Twitter/@andienaisyah/REUTERS/Athit Perawongmetha).

Belakangan wacana melegalkan ganja medis di Indonesia mulai mengemuka. Hal ini setelah seorang ibu bernama Santi Warastuti memohon ganja medis di kegiatan Car Free Day (CFD) DKI Jakarta untuk pengobatan anaknya yang mengidap cerebral palsy (lumpuh otak).

Dikutip dari laman DocMJ, ganja yang digunakan untuk kepentingan medis berbeda dengan daun ganja bisa. Ganja medis merupakan produk derivatif dari tanaman ganja yang digunakan khusus untuk kepentingan pengobatan dan tidak ditujukan untuk penggunaan rekreasi.

Baca juga: Potret Memilukan Ibu Minta Ganja Medis Legal di CFD, Ternyata untuk Obat Anak Lumpuh Otak

Ganja medis ini telah mengalami proses ekstraksi dan isolasi sehingga bisa digunakan untuk kepentingan medis.

Sementara itu, penggunaan ganja untuk tujuan rekreasi dengan dibakar atau dihisap seperti rokok justru membahayakan kesehatan.

Adapun menurut Pakar Farmakologi dan Farmasi Klinik UGM, Prof. Apt. Zullies Ikawati, Ph.D, ganja medis bisa digunakan untuk terapi atau obat karena di dalamnya mengandung beberapa komponen fitokimia yang aktif secara farmakologi.

Ganja yang digunakan sebagai obat ( REUTERS/Athit Perawongmetha)

Ganja mengandung berbagai senyawa, yang utamanya adalah senyawa tetrahydrocannabinol (THC) yang bersifat psikoaktif.

"Psikoaktif artinya bisa mempengaruhi psikis yang menyebabkan ketergantungan dan efeknya ke arah mental," ucap Zullies, seperti dikutip dari ANTARA, Jumat (1/6/2022).

Selain itu ganja juga mengandung cannabidiol (CBD) yang memiliki aktivitas farmakologi, tetapi tidak bersifat psikoaktif. CBD ini dikatakan Zullies memiliki berbagai efek, salah satunya anti kejang.

Sehingga telah dikembangkan sebagai obat dan disetujui oleh Badan Makanan dan Obat Amerika Serikat (FDA). Misalnya, epidiolex yang mengandung 100 mg/mL CBD dalam sirup.

Obat ini diindikasikan untuk terapi tambahan pada kejang yang dijumpai pada penyakit Lennox-Gastaut Syndrome (LGS) atau Dravet syndrome (DS), yang sudah tidak berespons terhadap obat lain.

"Di kasus yang viral untuk penyakit cerebral palsy, maka gejala kejang itulah yang akan dicoba diatasi dengan ganja," ungkapnya.

Zullies melanjutkan, CBD memang telah teruji klinis dapat mengatasi kejang. Maka untuk terapi anti kejang yang dibutuhkan adalah CBD-nya, bukan keseluruhan dari tanaman ganja.

Ganja yang digunakan sebagai obat ( REUTERS/Athit Perawongmetha)

Sebab, ganja jika masih dalam bentuk tanaman maka masih akan bercampur dengan THC. Kondisi ini akan menimbulkan berbagai efek samping pada mental.

"Dikatakan ganja medis, istilah medis ini mengacu pada suatu terapi yang terukur dan dosis tertentu. Kalau ganja biasa dipakai, misal dengan diseduh, itu kan ukurannya tidak terstandarisasi, tapi saat dibuat dalam bentuk obat bisa disebut ganja medis," bebernya.

Guru Besar Fakultas Farmasi UGM itu turut menuturkan jika ganja bukanlah satu-satunya obat untuk mengatasi penyakit termasuk cerebral palsy. Namun, masih ada obat lain yang dapat digunakan untuk mengatasi kejang.

"Ganja bisa jadi alternatif namun bukan pilihan pertama karena ada aspek lain yang harus dipertimbangkan. Namun jika sudah jadi senyawa murni, seperti CBD, terukur dosisnya dan diawasi pengobatannya oleh dokter yang kompeten, itu tidak masalah," kata dia.

Terkait legalisasi ganja medis, Zullies mengatakan obat yang berasal dari ganja seperti Epidiolex bisa menjadi legal ketika didaftarkan ke badan otoritas obat seperti BPOM dan disetujui untuk dapat digunakan sebagai terapi.

asien kanker payudara yang mengandalkan ganja sebagai obat ( REUTERS/Athit Perawongmetha)

"Menurut saya, semestinya bukan melegalisasi tanaman ganja-nya karena potensi untuk penyalahgunaannya sangat besar. Siapa yang akan mengontrol takarannya, cara penggunaannya, dan lainnya walaupun alasannya adalah untuk terapi," ucapnya.

Zullies pun menyarankan untuk penggunaan ganja medis dapat dilihat dari obat-obatan golongan morfin.

Morfin juga berasal dari tanaman opium dan menjadi obat legal selama diresepkan dokter. Selain itu, dapat digunakan sesuai indikasi seperti nyeri kanker yang sudah tidak respon lagi terhadap analgesik lain dengan pengawasan distribusi yang ketat.

"Tanamannya yakni opium tetap masuk dalam narkotika golongan 1 karena berpotensi penyalahgunaan yang besar, begitu pun dengan ganja.”

"Oleh sebab itu, semestinya yang dilegalkan bukan tanaman ganjanya, tetapi obat yang diturunkan dari ganja dan telah teruji klinis dengan evaluasi yang komperhensif akan risiko dan manfaatnya," ungkapnya. 
 

 

Artikel Menarik Lainnya:

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber:

BERITA TERBARU

Berbeda dengan Daun Ganja, Pakar Ungkap Khasiat Ganja Medis untuk Terapi dan Cara Kerjanya

Link berhasil disalin!