INDOZONE.ID - Para pria, waspadalah! Sebuah analisis terbaru dari The Lancet Commission mengungkap ancaman kesehatan serius yang mengintai di masa depan.
Kasus kanker prostat diprediksi akan melonjak drastis, mencapai dua kali lipat pada tahun 2040. Artinya, jutaan pria di seluruh dunia berpotensi menghadapi risiko penyakit yang menjadi salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan ini.
Pada tahun 2020, tercatat sekitar 1,4 juta kasus kanker prostat di seluruh dunia. Namun, angka ini diprediksi akan meroket menjadi 2,9 juta kasus pada tahun 2040. Peningkatan yang signifikan ini tentu menjadi alarm bagi sistem kesehatan global.
Yang lebih memprihatinkan, lonjakan kasus ini akan berdampak besar pada negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (LMICs).
Keterbatasan akses terhadap fasilitas kesehatan dan program deteksi dini membuat pria di negara-negara tersebut lebih rentan terhadap dampak fatal kanker prostat.
Faktor risiko utama kanker prostat, seperti usia 50 tahun ke atas dan riwayat keluarga dengan penyakit ini, tidak dapat dihindari.
Berbeda dengan beberapa jenis kanker lain yang dapat dicegah melalui gaya hidup sehat, lonjakan kasus kanker prostat di masa depan sulit diredam hanya dengan perubahan gaya hidup atau intervensi kesehatan masyarakat.
Baca Juga: Jangan Disepelekan! Ini 5 Dampak Buruk Menahan Kencing Terlalu Lama
Kanker prostat bukanlah penyakit yang bisa dianggap remeh. Saat ini, penyakit ini telah menjadi salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan di kalangan pria, berkontribusi pada 15% dari seluruh kasus kanker pada pria secara global.
Angka yang mengkhawatirkan ini menunjukkan betapa seriusnya ancaman kanker prostat bagi kesehatan dan kualitas hidup kaum adam.
Menghadapi lonjakan kasus kanker prostat yang tak terelakkan, para ahli menyerukan aksi nyata.
Deteksi dini menjadi kunci utama, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (LMICs) yang diprediksi akan menanggung beban terberat.
Program peningkatan kesadaran masyarakat tentang kanker prostat juga perlu digalakkan. Informasi mengenai gejala, faktor risiko, dan pentingnya pemeriksaan dini harus disebarluaskan secara efektif.
Di samping itu, perbaikan akses terhadap diagnosis dan pengobatan yang berkualitas juga menjadi prioritas, terutama di LMICs.
Nick James, profesor penelitian kanker prostat dan kandung kemih di Institute of Cancer Research, London, Inggris, menegaskan bahwa lonjakan kasus kanker prostat ini tidak bisa diabaikan.
"Peningkatan jumlah kasus kanker prostat tak dapat dihindari," ujarnya.
Baca Juga: 7 Manfaat Tertawa untuk Kesehatan, Mengurangi Stres hingga Meningkatkan Kreatifitas
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk merencanakan tindakan sedini mungkin, terutama bagi negara-negara berkembang yang diprediksi akan menanggung beban terberat.
James menekankan pentingnya intervensi berbasis bukti untuk mengatasi ancaman ini.
"Intervensi berbasis bukti, seperti peningkatan deteksi dini dan program pendidikan, akan membantu menyelamatkan nyawa dan mencegah kesehatan buruk akibat kanker prostat di tahun-tahun mendatang," paparnya.
Deteksi dini menjadi kunci utama dalam melawan kanker prostat. James menekankan, "Kita tidak bisa menunggu orang merasa sakit dan mencari pertolongan."
Pengujian proaktif, bahkan pada individu yang merasa sehat tetapi memiliki risiko penyakit yang tinggi, sangatlah penting. Dengan deteksi dini, kanker prostat dapat ditemukan pada tahap awal, saat peluang keberhasilan pengobatan jauh lebih tinggi.
Kanker prostat merupakan ancaman serius bagi kesehatan pria di seluruh dunia. Peningkatan kasus yang signifikan di masa depan memerlukan perhatian dan tindakan segera.
Mari tingkatkan kesadaran tentang kanker prostat dan pentingnya deteksi dini.
Lakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur, terutama jika kamu memiliki faktor risiko seperti usia di atas 50 tahun atau riwayat keluarga dengan kanker prostat.
Writer: Ananda F.L
Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone. Yuk bikin cerita dan konten serumu serta dapatkan berbagai reward menarik! Let's join Z Creators dengan klik di sini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: The Lancet Commission