Ilustrasi tenaga kesehatan. (Freepik)
Kemajuan layanan kesehatan bukan hanya ditentukan oleh teknologi, tetapi juga oleh kualitas tenaga kesehatan (nakes). Karena itu, pelatihan akreditasi nakes diperlukan untuk mendukung layanan kesehatan.
Berdasarkan data Kemenkes 2023, hanya sekitar 9,3% dari total 2 juta tenaga kesehatan di Indonesia yang telah mengikuti pelatihan terakreditasi. Artinya, lebih dari 1,8 juta tenaga kesehatan belum mendapatkan akses pelatihan secara rutin dan berkelanjutan.
Direktur Halodoc Academy Adeline Fiane Hindarto mengatakan, transformasi layanan kesehatan tidak cukup hanya dengan teknologi. Dibutuhkan tenaga kesehatan yang kompeten dan sistematis dalam pelayanan.
“Pelatihan akreditasi menjadi pengejawantahan nyata dari komitmen kami untuk menjaga kualitas layanan, memperkuat peran mitra, dan memberikan edukasi kepada publik,” ungkapnya di Jakarta.
Baca Juga: Kemenkes Tanggapi Maraknya Penipuan Berkedok Pelatihan, Minta Nakes Waspada karena Merugikan
Ilustrasi tenaga kesehatan. (Freepik/zenstock)
Sesuai amanat Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, khususnya Pasal 258 ayat 1 dan 2, yang menekankan pentingnya pelatihan dan peningkatan kompetensi secara berkelanjutan untuk tenaga medis dan tenaga kesehatan, serta diselenggarakan oleh lembaga yang terakreditasi oleh pemerintah pusat.
Hal ini diperkuat oleh Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024, yang menetapkan bahwa pelatihan harus dilakukan berdasarkan kajian kebutuhan,kurikulum terstandar, serta dapat diselenggarakan melalui berbagai metode seperti seminar, workshop, mentoring, dan coaching.
Sayangnya, konsentrasi pelatihan masih lebih banyak di kota besar. Sementara tenaga kesehatan di daerah masih menghadapi keterbatasan akses dan distribusi yang tidak merata.
Akses pelatihan terakreditasi di kalangan tenaga kesehatan Indonesia pun diperluas. Melalui pendekatan digital yang inklusif dan bersertifikasi, yang memungkinkan tenaga kesehatan di seluruh wilayah. Baik di perkotaan maupun daerah terpencil untuk mengikuti pelatihan yang relevan dan terstandar.
Hingga Mei 2025, pelatihan akreditasi ini sudah menjangkau lebih dari 55.000 peserta pelatihan. Seluruh program pelatihan yang diselenggarakan telah terakreditasi dan berbasis Satuan Kredit Profesi (SKP) dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, serta tercatat secara resmi melalui Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKN) untuk menjamin kredibilitas dan pengakuan nasional.
Salah satu peserta pelatihan, dr. Debora Kim membagikan pengalamannya selama mengikuti pelatihan ini. Menurutnya, pelatihan akreditasi ini bermanfaat bagi perkembangan profesionalnya sebagai nakes.
“Selain mendapatkan SKP dari Kemenkes RI, saya juga mendapatkan update terkait inovasi medis terbaru. Tim Customer Support pun sangat responsif dan siap membantu jika ada kendala selama proses pendaftaran pelatihan,” ujarnya.
Baca Juga: 32 Formasi P3K Nakes di Tulungagung selama 2022 Tak Terisi karena Sepi Peminat
Menurut Adeline, agar para nakes mendapat akreditasi, pentingnya sinergi antara sektor pemerintah dan swasta, dalam membangun ekosistem kesehatan nasional yang tangguh. Kolaborasi ini menjadi penting untuk mempercepat pemenuhan target SDM kesehatan unggul, serta mendukung sistem pelatihan yang adaptif terhadap tantangan zaman.
“Kami yakin, dengan kerja sama erat antara pemerintah dan sektor swasta, kita bisa mewujudkan sistem kesehatan yang lebih kuat dan inklusif,” tutup Adeline.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Liputan Langsung