Kamis, 05 JUNI 2025 • 16:00 WIB

Hari Lingkungan Hidup 2025: Hentikan Polusi Plastik

Author

Ilustrasi sampah.

INDOZONE.ID - Saat ini, dunia sedang bergulat dengan tiga krisis besar yang saling terkait, yaitu perubahan iklim, kehilangan keanekaragaman hayati, dan polusi, yang berdampak tidak hanya pada lingkungan Bumi tetapi juga pada kesejahteraan manusia.

Ketiga krisis tersebut saling berkaitan erat dengan sampah plastik yang menjadi fokus peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025 dengan mengusung tema "Hentikan Polusi Plastik".

Tema ini bertujuan agar bisa memberikan sorotan terkait bahaya yang bisa ditimbulkan dari sampah plastik.

Baca Juga: Dari Sampah Plastik Botol Jadi Perahu: Kreasi Petugas UPS Duren Sawit yang Menginspirasi

Sampah plastik yang mencemari lingkungan dapat menyebabkan polusi dan kerusakan ekosistem, yang berdampak pada kematian flora dan fauna, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kerusakan ekosistem, terutama pada area penyimpanan karbon seperti mangrove, dapat memperburuk perubahan iklim dengan meningkatkan suhu permukaan bumi.

Indonesia merupakan salah satu dari sejumlah negara dunia yang terkena polusi plastik di lingkungan, mengingat sampah plastik kini sudah berada di posisi kedua komposisi sampah terbesar setelah sisa makanan.

Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) melaporkan dari 34,2 juta ton sampah pada 2024 dari 317 kabupaten/kota, sebanyak 19,74 persen di antaranya adalah sampah plastik.

Jumlah itu menunjukkan peningkatan timbulan sampah plastik, dari 11 persen pada 2010 dan 19,26 persen pada 2023.

Tidak seperti sampah organik yang dapat terurai secara alami, plastik yang terbuat dari bahan bakar fosil tidak dapat terdegradasi dengan mudah dan dapat bertahan selama bertahun-tahun di lingkungan.

Bahkan ketika plastik mengalami degradasi parsial, kandungan berbahaya di dalamnya dapat berubah menjadi mikroplastik dan nanoplastik yang sangat kecil.

Partikel-partikel kecil ini dapat masuk ke dalam tubuh hewan dan manusia, menumpuk, dan berpotensi menyebabkan gangguan kesehatan.

Ilustrasi sampah

Sampah plastik yang bocor ke lingkungan bahkan bisa menjadi isu polusi lintas batas saat produk plastik dengan tulisan "made in Indonesia" mengalir ke laut dan berakhir ke negara lain dan sebaliknya.

Data United Nations Environment Programme (UNEP) memprediksi pada 2020 secara global terdapat 9 juta-14 juta ton sampah plastik berakhir di lautan, yang bisa terus bertambah menjadi 23 juta-37 juta ton pada 2040 dan 155 juta-265 juta ton sampah plastik di laut pada 2060.

Berdasarkan data Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut (TKN-PSL), jumlah sampah plastik yang dibuang Indonesia ke laut menunjukkan tren penurunan dalam beberapa tahun terakhir.

Baca Juga: HUT RI Ke-79: Pakai Kostum Daur Ulang Sampah Plastik, Peserta Karnaval di Boyolali Curi Perhatian

Pada 2018, total sampah plastik yang dibuang ke laut mencapai 615 ribu ton, kemudian menurun menjadi sekitar 398 ribu ton pada 2022. Ini berarti ada penurunan signifikan dalam jumlah sampah plastik yang masuk ke laut.

Sampah plastik yang berakhir di lautan tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga memiliki konsekuensi ekonomi yang besar.

Diperkirakan bahwa setiap tahunnya, Indonesia kehilangan sekitar Rp25 triliun sampai Rp255 triliun akibat sampah plastik yang bocor ke lautan.

Kalau di sisi pemerintah, sejak Presiden Prabowo Subianto dilantik pada akhir 2024, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) diberikan fokus isu sampah di Indonesia.

Mulai dari penghentian impor bahan baku sampah untuk industri daur ulang, bahkan penertiban tempat pemrosesan akhir (TPA) yang melakukan open dumping atau pembuangan secara terbuka.

Sampai saat ini, sudah 343 TPA yang dikelola oleh pemerintah daerah mendapat sanksi administrasi dari KLH.

Beberapa pengelola bahkan sudah mulai diproses pidana karena dianggap tidak menjalankan sanksi yang diberikan, termasuk Unit Pengelolaan Sampah Terpadu (UPST) Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta di Bantargebang.

Pemerintah telah menutup beberapa Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang menggunakan metode open dumping, meskipun ada penolakan dari warga dan gugatan class action dari masyarakat Banjarmasin terkait penutupan TPA Basirih.

Baca Juga: Sampah Plastik Mudah Didaur Ulang Loh, Yuk Kumpulin daripada Buang Sembarangan

Untuk mencapai target pengelolaan sampah 100% pada tahun 2029, pemerintah mengambil langkah cepat dengan mempercepat pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di 33 lokasi, meningkat dari target sebelumnya yang hanya menyasar 12 kota.

Selain itu juga ada pembangunan dan pemanfaatan teknologi Refuse Derived Fuel (RDF). Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq bahkan meminta fasilitas yang telah siap, seperti RDF Rorotan di Jakarta yang mendapatkan penolakan dari warga sekitar, agar bisa segera dioperasikan.

Tetapi, semua solusi tersebut tidak akan bisa berjalan kalau tidak ada kerja sama antarpemangku kepentingan yakni pemerintah, masyarakat, dan komunitas, serta dunia usaha.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Antara