Teknologi digital memiliki peran yang sangat penting dalam mengatur banyak hal, termasuk di bidang kesehatan. Karena dengan adanya teknologi pelayanan di rumah sakit jauh lebih mudah.
Pada hari ini, Rabu (7/9/2022) Royal Philips (NYSE: PHG, AEX: PHIA, pemimpin global dalam teknologi kesehatan mengumumkan temuan dari laporan Indonesia Future Health Index (FHI) 2022: 'Pengaturan ulang layanan kesehatan: Prioritas bergeser saat para pemimpin layanan kesehatan menavigasi perubahan
dunia'.
Laporan Future Health Index 2022 di tahun ketujuh ini berdasarkan penelitian eksklusif dari hampir 3.000 responden di 15 negara, termasuk Indonesia.
Dalam penelitian itu juga melihat bagaimana pemimpin layanan kesehatan memanfaatkan kekuatan data dan teknologi digital untuk mengatasi tantangan utama yang muncul di masa pandemi COVID-19.
“Saat ini, seiring pemulihan pascapandemi, kami melihat para pimpinan layanan kesehatan mulai melakukan pengaturan ulang, memfokuskan kembali pada sejumlah prioritas baru dan yang sudah ada, mulai dari masalah kekurangan staf, memperluas pemberian perawatan, hingga memanfaatkan data besar serta analitik prediktif, saat mereka menavigasi realitas baru dalam manajemen medis," kata Pim Preesman, President Director Philips Indonesia, dalam keterangan siaran pers yang diterima Indozone, Rabu (7/9/2022).
Menurut laporan penelitian, para pemimpin kesehatan Indonesia memiliki pandangan positif tentang dampak analitik prediktif yang dapat memengaruhi berbagai aspek perawatan.
Sebagian besar dari mereka percaya teknologi dapat memberikan dampak positif pada pengalaman pasien (93%), hasil kesehatan (90%), dan perawatan berbasis nilai (89%).
Baca juga: Animo Tinggi, Yogyakarta Tingkatkan Layanan Bayi Tabung
Namun, ada beberapa tantangan kesehatan terkait dengan ketimpangan dalam penyediaan layanan teknologi kesehatan. Hal ini berkaitan dengan infrastruktur teknologi layanan kesehatan yang lebih berkembang di lingkungan perkotaan, tapi di daerah pedesaan layanan kesehatan digital sulit dilakukan karena kurangnya internet.
Untuk menjawab tantangan terkait infrastruktur ini, pimpinan layanan kesehatan Indonesia memprioritaskan elemen-elemen dasar teknologi kesehatan digital, dengan lebih dari seperempat dari mereka (26%) menyatakan bahwa meningkatkan infrastruktur teknologi di fasilitas mereka adalah prioritas utama.
Dibandingkan dengan rata-rata global (20%), pimpinan layanan kesehatan Indonesia juga lebih cenderung memprioritaskan keamanan data dan privasi (31%), yang mungkin mencerminkan keinginan mereka untuk melindungi data pasien.
Setelah teknologi inti diimplementasikan, nantinya akan muncul fokus baru untuk memperluas isu- isu layanan kesehatan dan sosial.
Dalam tiga tahun kedepan, 27% dari pimpinan layanan kesehatan Indonesia berencana untuk terus bersiap menghadapi krisis, sementara 19% mengatakan mereka berencana untuk menerapkan praktik yang berkelanjutan di rumah sakit mereka.
Prioritas yang tidak terlalu berfokus pada teknologi ini lebih mengarah pada masalah kesehatan masyarakat dan lingkungan yang lebih luas.
Fokus baru ini juga tidak terlepas dari investasi pada inovasi layanan kesehatan. Hampir setengah (47%) dari pimpinan layanan kesehatan Indonesia berinvestasi dalam rekam medis digital, dengan 44% lainnya memprioritaskan pusat-pusat operasi klinis.
Kedua angka ini secara signifikan lebih besar daripada rata-rata global yaitu sebesar 39% dan 22%. Saat melihat keuntungan dari investasi ini, pimpinan layanan kesehatan berharap untuk mengalihkan perhatian mereka ke aspek layanan yang lebih canggih secara digital selama tiga tahun mendatang, seperti AI (82%, naik dari 38% saat ini) dan telehealth (49%, naik dari 37% saat ini), dimana kenaikan ini turut mencerminkan tren layanan
kesehatan global.
Secara keseluruhan, pimpinan layanan kesehatan di Indonesia optimis tentang peralatan yang mereka miliki, sebagian besar dari mereka (90%) sepakat bahwa rumah sakit mereka memiliki teknologi yang dibutuhkan untuk sepenuhnya memanfaatkan data, dan 85% mengatakan bahwa data rumah sakit mereka akurat.
Meski pemimpin layanan kesehatan Indonesia memiliki kepercayaan tinggi pada data dan teknologi, silo data, peraturan dan kewajiban hukum tetap menjadi penghalang untuk menggunakan data secara sepenuhnya di Indonesia.
Sekitar 31% dari pimpinan –lebih tinggi dari rata-rata global 27% – menginginkan kejelasan lebih terkait pengumpulan dan penggunaan data. Meskipun Indonesia memiliki perundang-undangan yang mengatur perlindungan data secara umum, saat ini Indonesia belum memiliki peraturan untuk sistem kesehatan digital, termasuk pihak yang bertanggung jawab atas kebocoran data pasien.
Oleh karena itu, satu dari lima pemimpin menyatakan kebijakan dan peraturan data sebagai hambatan terbesar dalam penggunaan data yang efektif dan kurangnya pemahaman karyawan juga menjadi faktor penghambat.
Untuk mengatasi hal ini, pimpinan juga akan berkolaborasi dengan pemain ekosistem lainnya. Misalnya, 59% pemimpin layanan kesehatan di Indonesia ingin bermitra dengan perusahaan asuransi kesehatan atau bermitra dengan rumah sakit lain dan 31% memilih perusahaan teknologi kesehatan sebagai mitra.
Sejak 2016, Philips telah melakukan penelitian orisinal untuk membantu menentukan kesiapan negara menghadapi tantangan kesehatan global dan membangun sistem kesehatan yang efisien dan efektif.
Artikel Menarik Lainnya:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: